Chapter 26

10 0 0
                                    

"Sampai kapanpun, kamu akan tetap menjadi anugerah terindah yang diturunkan Tuhan untukku." sent to Anna.

"Bolehkan aku meminta waktumu sebentar?" sent to Rendy.

"Boleh... Kapan?" sent to Anna.

"Istirahatlah... Aku tahu kamu lelah, Rendy... Aku tunggu kehadiranmu di taman dekat rumahku besok pagi..." sent to Rendy.

"Oke... Besok aku langsung ke sana..." sent to Anna.

Perih, sebuah perasaan yang kini dirasakan oleh Anna yang disebabkan oleh keadaan yang memaksakan kehendaknya untuk membuat Anna membuat keputusan yang sejujurnya tak ingin hati miliknya lakukan. Dia terpaksa menancapkan duri tepat di hatinya demi menuruti kemauan orang tuanya yang tanpa sadar dapat membunuh dan meruntuhkan hati dan juga jiwanya perlahan-lahan.

****

Peristiwa di mana sisi teratas matahari muncul di atas horizon di timur sudah tiba. Arunika yang berada di langit itu terlihat jelas dari jendela kamar Rendy. Waktu libur kerja yang ia miliki, kini ia manfaatkan untuk bertemu dengan Anna. Tidak terpancar sama sekali ekspresi wajah yang menunjukkan bahwa Rendy terlihat senang. Justru, perasaannya sekarang sedang berkecamuk dengan asa. Bimbang dan penuh tanya adalah kata yang tepat untuk menggambarkan suasana hatinya saat ini.

"Tumben kamu pagi-pagi udah rapih gini..." ujar Mama dari pintu rumah.

"Eh, Mama... Iya, aku mau ketemu Anna, Ma... " ujar Rendy yang sedang memakai sepatunya.

Mama menghela napas panjang dan duduk di samping Rendy, "Rendy, mau sampai kapan kamu mengejar sesuatu yang sudah jelas tak akan mungkin kamu raih?" tanya Mama.

"Maksud Mama?"

"Rendy, Anna itu sudah punya calon suami pilihannya dia sendiri... Buat apa kamu masih berusaha?"

"Sampai kapanpun, aku akan tetap perjuangkan sampai akhir. Walaupun. dia sudah menjadi sebuah ketidakmungkinan yang selalu ku perjuangkan, Ma." ujar Rendy.

"Mama cuma gak mau usahamu sia-sia, Rendy..." ujar Mama.

"Apa aku salah mencintainya, menjaganya, berkorban untuknya hingga dia dimiliki orang lain?" tanya Rendy.

"Itu sama saja seperti menusukkan sebilah pedang tepat di hatimu, Rendy..." ujar Mama.

"Jika memang itu bisa menjadi bukti bahwa aku mencintainya, aku akan lakukan itu..." Rendy bangkit dari duduknya. "Aku pergi, Ma..."

Suara sepeda motor besutan negeri matahari terbit yang dibekali dengan dua buah mesin sejajar dengan kapasitas mesin 250cc sudah dihidupkan. Pipa pembuangannya bersahutan mengeluarkan suara khas yang hanya dimiliki oleh motor dengan spesifikasi mesin tersebut. Tiba-tiba saja Rendy memberhentikan laju motornya di depan pagar rumahnya karena terkejut melihat siapa yang berkunjung ke rumahnya secara mendadak tanpa kabar.

Seorang perempuan berwajah cantik yang mempunyai senyuman satu-satunya yang dapat meluluh lantahkan emosi jiwa milik Rendy kini sedang berdiri tepat di samping Rendy. Kini, dia sudah tumbuh menjadi wanita dewasa dan ayu. Membuat orang berlomba-lomba untuk mendapatkannya.

"Rheva?" Rendy membuka kaca helm AGV miliknya.

"Rendy... Kamu mau pergi ya?" tanya Rheva yang berdiri di sampingnya.

"Iya, aku mau ketemu Anna..."

"Oh..." Rheva tertunduk lesu.

"Kenapa, Ren?" Mama datang menghampiri.

"Ada Rheva, Ma..." jawab Rendy.

"Ya ampun, Rheva!" Mama menyambut Rheva dengan gembira. "Masuk sini..."

"Kamu masuk aja, Va... Di rumah ada Tasya kok... Aku gak lama... Habis itu aku pulang..." ujar Rendy.

"Iya, aku mau ngobrol dulu sama Tasya dan Mama... Aku tunggu kamu di rumah ya, Ren... Hati-hati di jalan..." ujar Rheva.

"Iya, aku berangkat ya..." Rendy melanjutkan perjalanannya yang tertunda sejenak.

****

Setengah jam perjalanan, Rendy sampai di tempat tujuannya. Memarkirkan motornya di tempat yang sudah disediakan. Pagi itu, suasana area taman sedang tak ramai pengunjung. Hanya ada beberapa yang sedang berolah raga, dan ada juga yang sedang mengajak anak-anak hanya sekedar untuk bermain di area play ground.

"Aku udah sampai, Na..." sent to Anna.

"Kamu dari parkiran, naik tangga aja sampai ke paling atas. Aku ada di sini..." sent to Rendy.

Tanpa membuang waktu, Rendy segera berjalan menuju anak tangga. Satu per satu ia pijakkan kakinya ke atas anak tangga hingga ia sampai di puncak gedung area taman. Terdapat sesosok perempuan menggunakan hijab berwana putih dan cardigan berwarna hitam yang menutupi tubuh langsingnya.

Rendy berdiam mematung sejenak ketika melihat perempuan berhijab yang sedang berdiri melihat pemandangan dari atas sana. Walaupun hanya terlihat gedung-gedung pencakar langit, suasananya masih bisa dinikmati. Rendy berjalan perlahan ke arah perempuan itu dengan jantung yang berdebar hebat dan ditemani suara nyanyian burung yang bersahut-sahutan.

"Anna..."

"..." Anna menoleh ke arah Rendy lalu kembali mengalihkan pandangannya ke arah gedung pencakar langit Jakarta.

"Sebagai apa aku sekarang pada saat aku berdiri di sini?" tanya Rendy.

"..."

"Atasanmu atau orang asing?" tanya Rendy kembali.

"..." Anna menggelengkan kepalanya.

Tiba-tiba saja air matanya jatuh. Perih yang ada di hatinya kini sudah tak bisa dibendung dan ditahan lagi. Mau tidak mau, Anna harus meluapkannya. Matanya sudah menyerah untuk menahan laju air matanya yang sedari tadi sudah dibendung sendirian.

"Rendy..."

"...."

"Maaf..."

"Maaf untuk apa, Na?"

"Sudah beberapa kali aku menempuh jalan untuk membuatmu pergi menjauh, tapi... Tuhan punya segala macam cara untuk membuatmu mendekat..." ujar Anna dalam tangisnya.

"Haruskan aku bilang berjuta-juta kali bahwa aku sangat mencintaimu, Anna?" Rendy menggenggam kedua tangan Anna dan menatapnya dalam-dalam. "Sampai kapanpun, perasaan ini tak akan bergeser sedikitpun... Hati dan juga hidupku, akan aku serahkan padamu..." ujar Rendy.

Tangisan Anna tak dapat ditahan lagi. Anna langsung memeluk Rendy dengan erat. Tangisannya pecah dalam pelukan. Rendy juga tak bisa berbuat banyak. Rendy juga merasakan hal yang sama. Rasa sakit yang diderita oleh Anna seolah-olah ikut juga dirasakan oleh Rendy.

"Aku cinta kamu, Anna..." bisik Rendy di telinga Anna.

"Aku juga cinta kamu, Rendy... Sampai mati pun aku akan tetap mencintaimu..." ujar Anna dalam tangisnya.

"Lalu, kenapa kamu menangis?" tanya Rendy seraya melepas pelukannya.

"Rendy...." Anna menatap Rendy dalam-dalam.

"..."

"Aku... Akan menikah dengan Gavin..." ujar Anna.

Burung Kertas Merah Muda 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang