Chapter 04

21 1 0
                                    

Malam yang sunyi dan dingin kini berganti dengan teriknya pagi dengan matahari merangkak naik perlahan dari arah timur. Tak ada hiasan dari nyanyian hewan bersayap yang biasanya melantunkan kicauannya yang indah dari atas ranting pepohonan. Langit yang cerah berawan membuat sinar matahari terhalang untuk menusuk bumi. Rendy masih meringkuk dalam selimut di atas ranjangnya.

"Rendy..." suara perempuan berbisik di telinga Rendy.

"Bangun sayang..." suara sedikit mendesah.

"Rendy! Bangun!" teriak perempuan itu sambil menarik selimut yang dipakai Rendy.

"Aduh! Apaan sih, Kak!" Rendy terpaksa membuka matanya.

"Cepetan siap-siap duluan. Aku bareng ke kantor sama kamu." ujar Anita.

"Kakak aja duluan. Udah separoh telanjang gitu." ujar Rendy yang melihat Anita masih menggunakan hotpants dan sportbra miliknya untuk tidur.

"Sana mandi!" Anita menendang Rendy hingga jatuh dari ranjang.

*BRUK!*

"Aduh! Apaan sih! Kenapa gak sama Tasya aja sih!" Rendy mulai kesal.

"Tasya sama dijemput sama Danu. Jadi, aku sama kamu."

"Harus ya berangkat sama wewe gombel." Rendy menggerutu.

"Apa kamu bilang!"

"Nggak!"

Anita menarik tangan Rendy dan membantingnya ke atas ranjang dengan posisi telentang. Rendy yang belum sepenuhnya mengumpulkan tenaga berhasil dilumpuhkan oleh Anita.

"Bilang apa tadi..." Anita naik di atas tubuh Rendy.

"Aduh, Kak... Jangan gini..."

"Bilang apa anak manis..." Anita mulai membungkukkan tubuhnya hingga Rendy dapat melihat buah dada Anita yang menggemaskan.

"Kak! Udah dong!"

Wajah Rendy berubah menjadi memerah. Seketika rasa kantuk itu berubah menjadi birahi yang tertahankan. Rendy masih memaksa matanya untuk terpejam agar tak melihat sesuatu yang seharusnya tak ia lihat. Tiba-tiba saja sebuah tamparan keras menghantam pipi Rendy.

*PLAK!*

Anita menampar dengan keras lalu beranjak dari tubuh Rendy. Rendy yang kebingungan hanya bisa mengeluh dan mengelus pipinya yang perih terkena tamparan dari Anita.

"Nakal kamu, Rendy!"

"Nakal apa sih! Sakit tau!"

"Kamu nafsu kan! Ngaku!"

"Siapa yang gak tegang sih, Kak digituin!"

"Udah sana cepetan mandi, Udah hilang kan ngantuknya."

"Iya, dasar wewe gombel."

"Eh! Mau lagi, hah!"

"Nggak!"

****

Anita ini adalah kakak sepupu Rendy. Dia memang gemar menggoda Rendy dari dulu. Tujuannya hanya bercanda saja. Walaupun candaan yang dia lemparkan terhadap Rendy sudah melewati batas wajar. Tapi, tak ada niat untuk melakukan yang lebih dari itu.

Anita juga bekerja di perusahaan yang sama di mana Tasya juga bekerja di sana. Hanya bedanya, Anita lebih senior dan ia juga membantu Tasya agar bisa diterima di perusahaan di mana Anita bekerja. Karena mereka berdua sama-sama lulusan Fakultas Ekonomi.

****

Hari ini adalah hari pertama Rendy bekerja sebagai IT Desktop Support di suatu perusahaan. Padahal, bisa saja Rendy mendapatkan posisi yang sangat baik di perusahaan papanya. Tapi, Rendy ingin berusaha sendiri dan tak bergantung dengan orang tuanya. Hal ini lah, yang membuat papanya bangga terhadap anaknya.

Sesampainnya Rendy di gedung kantornya, dia pergi menuju belakang gedung untuk sarapan. Rendy hanya sendirian karena belum kenal dengan teman-teman rekan kerjanya.

"Pak, nasi uduknya satu. Makan sini ya." ucap Rendy.

"Siap, Pak!"

Tak lama kemudian, datanglah sesosok perempuan yang tinggi dan parasnya hampir sama dengan adiknya Rendy. Dia juga memesan satu piring nasi uduk untuk sarapannya.

"Kerja di gedung itu juga?" tanya Rendy.

"Iya, Pak." jawab perempuan itu.

"Oh, di bagian apa?"

"Saya resepsionis, Pak."

"Oh, udah lama?"

"Hari ini, hari pertama saya kerja, Pak."

"Wah, sama dong. Hehehehe..."

Perempuan itu hanya tersenyum ke arah Rendy. Seperti kebingungan harus berbicara apa kepada Rendy. Mereka berdua menyantak sarapan bersama-sama. Setelah selesai sarapan, Rendy melihat perempuan itu seperti kebingungan. Merogoh tasnya dalam-dalam dan kantong pada blazer hitamnya. Rendy langsung mengetahui bahwa perempuan tersebut tidak membawa dompet. Dengan sigap, Rendy langsung mengeluarkan uang dari sakunya.

"Pak, dua berapa?" tanya Rendy.

"Dua puluh empat ribu, Pak."

"Eh, Pak. Gak usah. Saya ada kok." perempuan itu menahan Rendy.

"Beneran ada?" tanya Rendy untuk memastikan.

"Iya."

"Coba tunjukin ke saya sekarang."

Perempuan itu terlihat kebingungan. Sepertinya, dia tidak bisa membohongi Rendy. Atau, Rendy yang memang tidak bisa dibohongi oleh orang lain. Perempuan itu makin salah tingkah dan malu.

"Hahahahaha... Kamu lucu ya." ujar Rendy. "Ini, Pak." Rendy memberikan uangnya kepada penjual nasi uduk tersebut.

"Terima kasih, Pak."

"Yuk, udah aku bayar." ujar Rendy.

Rendy dan perempuan yang belum diketahui namanya tersebut berjalan bersama menuju area gedung perkantoran. Perempuan itu masih malu-malu untuk berjalan berdampingan dengan Rendy. Dia lebih memilih berjalan di belakang Rendy layaknya orang yang tak saling mengenal.

Rendy pun menghentikan langkahnya. Tak terkecuali perempuan itu yang juga langkahnya terhentikan karena menabrak tubuh Rendy.

"Aduh!" perempuan itu memegang hidungnya yang memerah karena menabrak Rendy.

"Eh, maaf. Sakit gak?"

Perempuan itu terlihat emosi dan ingin marah tapi tak jadi terluapkan karena melihat Rendy yang ada di depannya. Rendy melihat perempuan itu memegangi hidungnya pasca tabrakan tadi.

"Sedikit." jawab perempuan itu.

"Hahahahaha... Kamu ini..."

"Kenapa jalannya di belakang?" tanya Rendy.

"Gak apa-apa, Pak."

"Karena kita belum kenal?" tanya Rendy.

"..."

"Aku Rendy." Rendy mengajak perempuan itu berkenalan.

"Saya..."

"Vanessa Agustine, kan?" kata Rendy memotong.

"..."

"Itu ada di nametag kamu. Sekarang sudah kenal. Jalannya jangan di belakang ya." ujar Rendy.

"I... Iya, Pak..."

Burung Kertas Merah Muda 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang