[01]

5.5K 527 37
                                    

"Ayah?"

Min Yoongi menghentikan langkah usai menuruni tangga lalu menekuk lehernya guna menatapi sosok kecil berpipi gembil yang tengah mengenggami jemarinya. Alis tipis tersebut lantas mengernyit. "Apa?"

Si mungil berusia genap lima tahun itu mengerjap dalam lambat. Menaruh permohonan di tiap jatuhan bulu matanya. "Apa Jimin boleh main ke rumah Honie-hyung, Heenie-noona, dan Jungkook-ie?"

"Karena Jimin sudah jadi anak yang pemberani, tentu saja boleh." Yoongi mengacak surai legam Jimin dengan afeksi, yang lekas ditimpali cengiran si kecil sampai memampangkan gigi depannya yang ompong. Walaupun hanya ke Dokter untuk disuntik kemudian dicabuti dua giginya, Yoongi rasa Jimin harus dipuji sebagai wujud keberaniannya. "Berangkat sekarang?"

"Sekarang!" seru Jimin seraya melompat-lompat kegirangan.

Sepasang ayah-anak itu kembali menyisiri koridor Rumah Sakit yang pada sektor ini nampak sepi. Hanya beberapa orang yang melalui, itu pun sebagian besar Perawat. Tatkala mata sempit Yoongi berpendar di rongga, ia menangkapi presensi seseorang yang duduk menekuk lutut di celah antar dua mesin minuman. Sontak Yoongi menarik atensinya kembali, mencoba apatis. Namun, baru enam langkah melewati, Yoongi berbalik. Sialan. Ia tak bisa abai begitu saja. Bukan karena kenal, tetapi figura itu sering terfoto di memori saat ia bertandang kemari guna mendapat konsultasi kejiwaan dari Kim Seokjin.

Jimin yang heran Ayahnya mendadak berbalik sontak menahan diri. "Ayah mau ke mana? Pintu keluarnya ada di sana." Telunjuk pendek Jimin mengacung ke arah yang dimaksud.

"Jimin." Yoongi membungkuk. "Apa susu pisangmu masih ada?"

"Ada. Jimin belum meminumnya."

"Boleh Ayah minta satu?"

Jimin memandangi Yoongi penuh tanda tanya, tetapi dia mengangguk dan tetap memberikan satu botol susu pisang kesukaannya sukarela.

Lelaki Min tersebut menyambar sembari berkata terima kasih. Dan kemudian, Yoongi mendekati sosok tersebut. Sesampainya, ia kembali menunduk bahkan berlutut, sebab berdiri menjulang di depan orang menunduk bukanlah hal bagus. "Hei, Nona."

Kepala tertutupi tersebut terangkat lambat. Dia memandang lurus tapi bergurat kacau-balau tepat ke arah Yoongi.

Yoongi menyodorkan botol pisang di depan mukanya. "Ambillah."

Tanpa menunggu waktu, si gadis menurut. "Terima kasih, Paman," ucapnya tercekat, bahkan nyaris kehilangan suara.

"Ada apa? Ah, tidak lupakan." Sumpah, Yoongi juga tidak tahu mengapa ia mau serepot ini untuk mengetahui urusan orang yang bahkan tak ia kenal. Dalam sekali gerak, Yoongi beranjak dan hendak menarik Jimin yang serba kebingungan akan keadaan.

"Dokter bilang, Rumah Sakit ini akan menghentikan pengobatan Nenekku dalam waktu dekat. Biasalah, masalah administrasi," ungkap gadis itu tiba-tiba. Yoongi melongok ketika si gadis telah berdiri. "Terima kasih untuk pertanyaannya, Paman," tambahnya di akhir seraya tersenyum lebar.

"Siapa nama Nenekmu?"

Gadis tersebut berbalik sempurna setelah hendak pergi. "Moon Raon."

"Namamu?"

"Park Reiha."

Min Yoongi pasti sudah gila. []

sérendipitéTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang