[37]

1.1K 206 76
                                    

Ini sungguh tidak bagus.

Bagaimana sesosok gadis menjajah keseluruhan isi kepalanya, ini sungguh tidak bagus. Padahal entitas itu hanya satu, tetapi mampu memporak-porandakan Yoongi dalam kurun yang bahkan kurang dari satu hari. Keturunan Min hanya menghitung tepat di titik problema ini memuncak. Sebab, jika Yoongi ambil garis awal hidupnya terecoki, maka jawaban yang akan muncul hanyalah tidak terkalkulasi.

Lagi-lagi, Yoongi merasa tidak habis pikir ini bakal tidak berkeujungan. Untaian per untaian yang mengalun keluar dari kerongkongan Sekretaris Hong persis seperti angin. Datang sebentar kemudian pergi, seolah tidak sudi berlama-lama hinggap apalagi menetap agar dapat dicerna otak Yoongi. Konklusinya, benar-benar percuma, karena satu-satunya yang Yoongi dapat rangkum ialah kesan betapa lincahnya mulut Sekretaris Hong seiring masa berotasi.

"Kita cukupkan saja pembahasan ini," sela Yoongi di saat Sekretaris Hong hendak berpindah ke halaman lanjut dokumen yang jemarinya genggam. Sebelum perempuan itu menjejali pertanyaan lebih jauh sampai mencipta sulur panjang, Yoongi pun melampirkan secuil alasan, "Kepalaku pusing, dan aku butuh sedikit jeda. Jadi, mari tunda terlebih dahulu setidaknya sampai aku meminta lanjutkan." Tidak perlu merincikan apa-apa lagi, karena Yoongi cukup yakin Sekretaris Hong akan paham maksud dari kalimatnya.

Manik di balik bingkai optik kasual Sekretaris Hong memindai sosok Yoongi barang sejenak. Tidak berselang lama, Sekretaris Hong lantas menyetujui. Menuntaskan serangkai salam singkat undur diri, presensi perempuan itu pun lenyap, menyisakan Yoongi seorang diri secara wujud yang terlihat. Sebab, realitasnya di kepala Yoongi konstan memproyeksikan sepenggal eksistensi bekas ingatan tadi malam.

Sekelebat ingatan di mana Yoongi terus-menerus menerima layangan kata maaf dari Reiha yang saat mencetuskan leksikal tersebut dalam posisi menangis. Padahal oknum yang paling bersalah adalah Yoongi, tetapi yang lebih banyak menguntai maaf justru Reiha. Seakan-akan dialah yang menggerus hidup Yoongi, bukan malah sebaliknya. Jadi, alih-alih menerima balasan berupa, "Aku memaafkanmu.", Yoongi mesti mengantongi, "Paman maafkan aku.", beserta air mata Reiha yang susah payah dia hentikan.

Iris Yoongi jatuh persis di buku atas tangan kanan. Ada bercak lebam kecil di sana, dan Yoongi yakin bahwa hidung Jihoon tidak akan tidak apa-apa. Barangkali tidak sampai patah atau merusak sistem pernapasan, tetapi Yoongi berani bertaruh kalau jejak peninggalannya cukup memberi pemuda sialan tersebut siksaan. Tinggal tunggu saja bonus tambahan yang akan Yoongi kirim usai memberi Kim Taehyung pelajaran.

Mengingat pasal Reiha, bagaimana gadis itu sekarang? Apa sudah baikan?

Itulah tanda tanya besar dalam rasio Yoongi di samping fragmentasi kemelut sialan terjadi belakangan yang ada korelasinya dengan gadis keturunan Park. Mengingat tatkala Yoongi telah kerahkan usaha guna mengecap secercah pengetahuan, gadis itu tidak menyapa. Artinya, Reiha mengabsenkan sosoknya pada Yoongi, bahkan Jimin sekalipun sejak terakhir bahu kecil dan gemetarnya terangkum di bening mata. Kang Suha bilang, Reiha izin tidak bekerja. Sementara pesan yang Yoongi kirim, tidak satu pun teracuhkan.

Sambil merebahkan perpotongan tubuh ke punggung sofa, mendongak sehingga kepala pun turut bertumpu, dia mengatup mata. Menyesapi semrawut yang berlatar belakang kegulitaan di kandung diri. Yoongi sama sekali tidak suka dipaksa memelihara kegelisahan di kala dia sudah cukup lelah dengan tetek bengek kehidupan.

Resonasi pintu dibuka sebenarnya tidak akan jadi permasalahan, andaikan si pelaku tersebut tidak lupa menyertakan etika. Mengakibatkan alis Yoongi berjengit sengit, biarpun masih di keadaan saling merapat. Tidak terindikasi secuil niat membebaskan netra, karena otaknya sudah impulsif menjustifikasi siapa orang tersebut. "Untuk permintaan sesederhana itu, kupikir kau mengerti, Nona Hong."

sérendipitéTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang