[08]

1.8K 342 10
                                    

Sejatinya, Yoongi telah selesaikan rapat empat menit sebelum jam istirahat memegang kuasa. Namun, Yoongi sengaja mengulur waktu sedikit lagi guna membahas serba-serbi yang perlu disinggungi dengan beberapa rekannya, tentu sesudah ia bubarkan rapat.

Sebab sesi itu final bersama anggukan pengertian, Yoongi akhirnya melajukan kaki ke ruangan pribadi. Lalu, ketika langkah hampir menuntun tangan Yoongi menggapai pintu, ia disela oleh cuitan Sekretaris Hong.

"Sepertinya Anda akan punya tamu siang ini, Sajang-nim."

Sontak Yoongi mengernyit, hendaknya dia membuang muka terlebih dahulu ke arah Sekretaris Hong mana tahu memperoleh kejelasan yang spesifik, tetapi kedatangan dua presensi dari arah berlawanan sudah sangat cukup memberi penegasan.

"Ayah!"

Min Jimin, anak tembam kesayangannya datang, dan tentu ditemani dengan orang yang belakangan ini membikin kekentalan relasi baru di kehidupan mereka—terkhusus Jimin.

"Saya permisi, Sajang-nim." Sekretaris Hong undur diri, dan Yoongi mengangguk sekali tanpa memberi atensi berarti—karena fokus Yoongi kepalang dirampas.

Tidak semacam lazim si bocah Jimin manakala bertemu Yoongi. Alih-alih lekas berlari supaya jatuhi diri di pelukan Yoongi, Jimin mulai menadah kepada Reiha yang sebelumnya hadiahkan Yoongi sebuah lambaian bersama tarikan di bibir dan di alis. Baik Jimin maupun Reiha, dua-duanya ekspresif menyambut. Seiring menghapus jarak, Yoongi mampu memastikan benda apa yang tersebunyi di balik tas jinjing berwarna oranye itu.

"Jimin bawa apa?" tanya Yoongi pura-pura heran saat Jimin menyerahi tentengannya.

Mata sempit Jimin hilang sempurna lantaran menyematkan cengiran lima jari. "Bekal untuk Ayah dari Jimin dan Rei-ssaem!"

Bentuk jawaban yang sungguh antusias, menggerakan Yoongi mengusap kepala Jimin sayang. "Oh, terima kasih kalau begitu." Lalu manik pekat Yoongi beralih pada Reiha yang kepalanya sontak berjengit. Dia bicara lagi, tapi di nada rendah, "Tumben sekali Aurora telah bubar di pukul sedini ini."

"Ah, tidak." Reiha menggeleng singkat. "Aku dan kemudian merangkaplah Jimin, izin sebentar."

Alis Yoongi naik satu.

"Hm, sebenarnya ada yang harus diinformasikan padamu, Paman," ungkap Reiha sekenanya.

"Baiklah. Ayo masuk." Yoongi menggiring dua sosok tersebut menyelinap di dalam rumah ketiganya, yang tentu tidak asing lagi bagi mereka. "Duduk," perintah Yoongi yang segera dipatuhi Reiha. Soal Jimin, anak itu tak perlu dititah juga sudah bergesit merayap manja di atas pangkuan Yoongi. "Sekarang katakan, informasi apa itu?"

"Jimin akan piknik!"

"Heh?"

Jelas bukan Reiha, melainkan Jimin. Min kecil itu merampas bagian Reiha, sehingga Min yang lebih tua mendadak melipat dahi.

"Sebentar, sebentar. Biar kujelaskan." Reiha menggeleparkan tangannya ke atas lalu ke bawah, dan Yoongi mulai pasang telinga baik-baik. "Akhir pekan nanti, Aurora akan mengadakan piknik bersama seluruh anggota, ya, termasuklah Jimin-ie ini. Dan sebagai walinya Jimin, kami harus tahu keputusan Paman, Jimin diizinkan ikut atau tidak?"

"Jimin mau ikut, Ayah. Ikut!"

Reiha memicing pada Jimin. "Ya, Ssaem juga ingin Jimin ikut, sih. Tapi masalahnya, bukan hanya soal izin saja, tiap anak juga mesti memiliki pendamping." Reiha angkat pandangan. "Akhir pekan nanti Paman ke luar kota, 'kan?"

Jimin mendongak, menatap Yoongi dengan sirat yang tanpa aba-aba menceloskan hatinya. "Benar, Ayah?"

Ya, apa yang dikatakan Reiha benar. Dia sudah bicarakan perihal ini ke Reiha, punya jadwal di luar pada waktu itu. Dan sekarang Yoongi bingung mesti membalas apa. Namun, sekonyong-koyong bunyi kulit yang tertampat menyela interaksi matanya dan Jimin.

"Astaga, bodohnya aku! Kan ada aku, ya, astaga! Sesederhana ini, padahal." Bersama raut masam, Reiha ulangi kembali tamparan di keningnya. "Izinkan saja, Paman. Masalah pendamping Jimin, biar aku yang mengurusnya. Paman tenang saja, oke?"

"Jimin maunya juga sama Ayah, tapi ... Oke, Ayah! Oke! Oke!"

Demi Tuhan, Min Jimin ini. Ayahnya bahkan belum sepenuhnya menyerap retorika Reiha dan kelakuan esentriknya. Membikin Yoongi mendengus pasrah saja.

"Ya sudah, oke. Puas?"

Keduanya serta-merta mengangguk kompak lalu bersorak, antusias pula. Menyaksikan fenomena tersebut, Yoongi tidak bisa apa-apa lagi selain tersenyum simpul.[]

sérendipitéTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang