Sembari menyingsingkan lengan kemeja berwarna gading setelah turun kemudian menutup pintu mobil, kaki-kaki Yoongi melenggang masuk perkarangan Aurora. Pukul masih di puncak tertinggi dan terik pun mengimbangi, maka tandanya Yoongi kembali pulang lebih awal. Belakangan kerjaan Yoongi memang melonggar cekikannnya. Dan kala itu tersaji, seperti biasa, Yoongi akan senanantiasa memanfaatkan untuk menjemput Jimin.
Atas dasar informasi Reiha—yang tidak lagi kelewat gagap teknologi—mereka telah menunggu di kursi bawah lampu taman depan teras masuk gedung Aurora, Yoongi mempercayakan kinerja matanya supaya mencari lalu menangkap dua sosok tersebut. Lantaran kebetulan sudah dekat dan mata Yoongi pun masih terbilang sehat, ia dapatkan tujuannya. Namun, di sana tidak hanya dua presensi, melainkan empat; dua perempuan dewasa dan dua bocah lelaki, yang sedang berbincang dengan hebohnya—Yoongi terfokus dominasi Jimin dan si bocah lain, karena mereka memantul hebat sambil tertawa bersama.
"Oh, Jimin. Itu Ayah sudah datang."
Sayup suara Reiha terjerat jelas kala atensi mereka saling bertabrak. Lantas Jimin sudahi pegangan di tangan teman sebaya untuk membawa tubuh berisinya berlari temui Yoongi yang lekas melambai kecil.
Ada apa ini?
"Ayah!" Jimin berseru bersama wajah gembira yang malas luntur. Dia mengangkat sebelah tangan guna menggoyang benda persegi panjang bertabur warna di hadapan Yoongi. "Jimin mau datang ke sini, Ayah! Mau datang ke sini!"
Yoongi total mengernyit. Asli, dia tidak paham sama sekali maksudnya Jimin. Maka Yoongi berkata, "Apa? Memangnya itu apa, Jimin?"
"Undangan ulang tahun keponakanku," sela salah satu orang dewasa yang tadi menjadi teman bicara Reiha. Telunjuknya mengarah ke anak kecil di sebelahnya yang spontan mengangguk seraya mengakui kekonkretan fakta tersebut. "Karena waktu kami tidaklah banyak. Pesanku hanya, kau dan Jimin harus datang, Yoongi. Harus. Ah—" Adora menoleh cepat ke belakang. "Kau juga, Reiha-ssi. Datanglah bersama mereka, bilaperlu." Arah kepala Adora kembali posisi awal, ia menatap Yoongi dan Jimin sejenak kemudian tersenyum simpul. "Kalau begitu, sampai jumpa."
Adora dan keponakannya berlalu seperti memang tidak punya banyak waktu, bahkan untuk meladeni reaksi Yoongi dan Reiha, ataupun balasan salam dari Jimin. Katanya, "Dadah, Dino, Aunty."
Tentu. Berkat ketelatenan penuturan Yoongi yang ia usahakan sederhana tapi tepat sasaran waktu itu, Jimin tidak lagi asal cetus panggili Adora dengan sematan calon ibu tiap mereka bertatap muka—Aunty adalah panggilan permintaan Adora sendiri. Di lain sisi, Yoongi juga selipi tujuan dalam penjelasan, agar setiap kaum hawa yang ia temui terhindar dari labelisasi Min Jimin.
Sejatinya, Yoongi turut terenyuh tatkala mendengar kata ibu tercetus lewat belah bibir Jimin. Akan tetapi, apa boleh buat, Yoongi belum mau ambil langkah sejauh itu. Katakanlah dia pengecut karena memang itulah adanya. Dia masih stagnan di gelung bayang-bayang Jihyun yang telah tiada. Kendati kadang tak sadar, bahwa ada beberapa yang mencoba menembusnya.
Di bawah sana, Jimin bertanya sambil menarik pinggiran kemejanya, "Ayah, datang, ya?" Dengan memasang wajah penuh harap, dan kian berbinar kala kepala Yoongi naik-turun bersama kuluman senyum. Jimin melompat-lompat kegirangan, pamerkan undangan tersebut kepada langit, arkian teriak jika dia akan datang ke pesta.
Jimin selalu begitu. Kelewat antusias untuk sesuatu yang padahal tidak jarang ia hadiri. Namun, bisa jadi ini yang pertama buatnya hadir di pesta teman sebaya, karena sebelum itu Jimin hanya terlibat dalam pesta anak dari para pamannya saja.
Yoongi memindahi antesi pada gadis di dekatnya. Dia bertanya tanpa peduli yang namanya basa-basi, "Bagaimana denganmu, Rei? Mari datang bersama."
"Hm, sebetulnya aku akan ikut bersama rombongan Aurora. Tapi, baiklah," jawab Reiha enteng. Dia melepas salah satu pangkuan tangan untuk menutupi lingkupan mulut. Bahunya bergetar, dan berseling detik, timbullah kekehan sehingga membikin Yoongi kehabisan heran. "Baru kali ini aku pergi ke pesta ulang tahun anak orang kaya. Entah kenapa rasanya lucu sekali."
Mestinya Yoongi tidak heran, pasalnya Reiha memang begini; esentrik. "Memang belum pernah?" Tetapi Yoongi sempat-sempatnya mengimbangi.
"Belum." Reiha menggeleng sekali. Pandangannya terpancang pada Min Jimin yang enggan selesai dengan selebrasi. "Karena satu-satunya anak orang kaya yang rumahnya sering aku datangi belum berulang tahun," tambahnya tanpa menunggu pengajuan Yoongi pasal alasan.
"Oh iya, Rei." Yoongi yang mulanya turut arungi arus atensi untuk amati tingkah Jimin, beralih menyeret matanya bersama pertanyaan sebuah pertanyaan berdasarkan spontanitas yang menyertai, "Kapan ulang tahunmu?"
"Ulang tahunku?" Reiha mengulang. Didapati Yoongi yang berdeham—entah membenarkan atau tutupi kekikukan—Reiha mengangkat bahu. "Untuk tepatnya. Sayang sekali, Paman, aku tidak tahu. Namun, jika mengambil acuan dari panti tempatku diasuh, ya ... itu besok."
Seketika Yoongi membeliak. "Hah? Apa? Besok?"[]
KAMU SEDANG MEMBACA
sérendipité
Fanfiction[COMPLETED] [Side story of Marriage Contract With Jung Hoseok] Tanpa Min Yoongi minta, takdir menawarkan gadis muda bernama Park Reiha untuk menjadi penyangga dalam kehidupannya yang timpang. Start: 15 Januari 2019 Finish: 07 Desember 2019 ©suyomini...