[04]

2.3K 387 17
                                    

Seminimalnya satu kali seminggu, Min Yoongi menyempatkan diri menjemput si Jimin kecil di Aurora Day Care yang berjarak sepuluh menit dari rumah. Sebenarnya, Jimin tidak melulu Yoongi titipkan di sana. Kadang di rumah bersama Ibu atau tempat Ibu martua, tidak jarang di rumah Hoseok—sebab ada Yumi yang memang hanya menjadi ibu rumah tangga. Lagi pula, di sana ada si bocah kembar Jung. Namun, tatkala mereka kompak sibuknya, barulah Yoongi lancarkan. Park Jimin, adik iparnya juga sesekali ia suruh menjemput Jimin kecil.

Ayah satu anak itu memang sengaja tidak menyewa pengasuh. Sebab, belakangan marak kabar tentang kekerasan pada anak yang dilakukan oleh pengasuhnya sediri. Memang dasar tidak tahu malu, sih. Dan, ya, mumpung ada pasukan yang siap menjaga buah hati, mana mungkin Yoongi menolak. Pun ia tidak melembur di kantor—Yoongi bawa pulang seluruh pekerjaan yang belum tuntas.

Min Yoongi memang tidak seberuntung Jung Hoseok memiliki Kim Namjoon di sisinya, tetapi eksistensi sekretaris Hong takkan ia remehkan semudah kebiasaan Park Jimin; mengibas rambut; atau lelucon Kim Seokjin.

Pancar matahari yang memantul membuat kulit porselen Yoongi menjadi kelewat bersinar. Ia bahkan meringis-ringis lantaran terik ketika memasuki perkarangan Aurora yang mulai sepi. Sialan. Yoongi merutuki diri sendiri, karena bisa-bisanya ia telat menjemput Jimin lebih awal. Belum lagi, tadi ketiduran. Puas menyetori kata-kata buruk, Yoongi memanjat harapan, Min Jimin-nya masih menunggu di Aurora. Kalaupun sudah dijemput, semoga orang yang ia kenal.

"Ayah!" lengkingan Jimin merupakan salah satu nada yang Yoongi sukai dari segala nada ciptaannya. Secara implusif, Yoongi membungkuk kemudian merentangkan tangan upaya menangkap Jimin terbang dalam pelukan. "Ayah kenapa terlambat? Jimin jadi menunggu!" rutuk Jimin. Dengan pipi segempal itu ditambah bibir bulatnya mengerucut, Min Jimin tak pernah kehilangan kegemasan. Apa pun tingkahnya.

Yoongi mencolek dagu Jimin. "Maafkan Ayah, jagoan. Jangan merajuk begitu, nanti ada yang ingin memakan Jimin, bagaimana?"

"Ayah bohong, ya?"

Yoongi lupa ia membohongi siapa.

"Ingin mampir ke toko es krim? Nanti Ayah belikan semua es krim yang Jimin mau."

"Yang benar?"

Nah, si lucu ini terperangkap, 'kan?

Yoongi mengangguk puas. Senjata pamungkasnya, jika Jimin merajuk semacam tadi. Yoongi mengusap afeksi kepala putranya. "Jimin menunggu sendirian?"

"Ada aku, Paman."

Kepala Yoongi berotasi, sehingga terperangkap wujud seseorang di rongga penglihatannya. Lelaki Min tidak terkejut akan presensinya, tetapi lebih ke kenapa gadis yang selalu memanggilnya Paman itu ada di sini. []

sérendipitéTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang