[12]

1.5K 314 30
                                    

"Ayah!"

Senang sekali rasanya mendengar suara itu tanpa tedeng semacam speaker ponsel pintar, meski yang tadi sudah di urutan sekian.

Persis di kala sore, Yoongi selesaikan jadwal. Akhirnya, dia pulang, menangkap Jimin yang berlarian, mengangkat si lucu itu tinggi-tinggi, dan kemudian memeluknya dengan afeksi. Makhluk berpipi gempal itu pandai membikin Yoongi rindu sampai enggan jauh-jauh persis ketika ini.

Dalam manjaan pembaringan, Yoongi masih peluki Jimin yang berbalut piama putih garis kuning bergambar anjing—di lain sisi, Yoongi juga gunakan pakaian sama hanya beda warna dan gambar; kue kering yang punya kaki, tangan, mata, gigi satu, dan hidup.

"Apa?"

Mata sempit Jimin memandangi si Ayah sebegitunya; mengkilap-kilap. "Ternyata tidur bersama itu menyenangkan, ya."

Mendengar ungkapan super polos Min Jimin, bibir Yoongi implusif menyematkan senyum semringah. "Kan? Makanya Ayah selalu senang ketika Jimin mengajak Ayah tidur bersama."

"Jimin juga senang, tapi kali ini bukan sama Ayah."

"Heh? Terus?"

Kerjapan dan cengengesan lucu Jimin lekas mengobati kekecewaan kecil Yoongi. "Sama Rei-ssaem."

"Oh, Reiha-ssaem?" kata Yoongi berintonasi panjang di awal. Jujur saja, Yoongi tidak memiliki praduga bahwa yang Jimin maksud adalah Park Reiha.

"Iya." Kepala Jimin naik-turun, kemudian pandangan Jimin naik ke langit-langit kamar, pun senyumnya kian lebar. "Apa ini yang selalu dirasakan Honie-hyung, Heenie-noona, Jungkook-ie, Seokjoon-hyung, Lily, dan teman-teman Jimin yang lain, Ayah? Kalau iya, Jimin juga ingin terus merasakan."

Yoongi diam, menikmati untaian dari celah bibir Jimin dengan khidmat. Bocah itu pandai beretorika.

"Ayah!" lengking dan gerakan beranjak tiba-tiba Jimin menstimuluskan gelinjang implusif bagi tubuh Yoongi.

"Iya. Apa, apa?"

Dengan kemilau sukar ditampik, Jimin berujar, "Boleh Jimin minta Ibu?"

Min Jimin menginjak ranjau yang senantiasa Yoongi hindari.[]

sérendipitéTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang