[17]

1.4K 288 19
                                    

Yoongi paling ingat momen ia diselubungi kekalutan seolah tanpa akhir sampai serasa ruh sudah di ujung tanduk itu ketika Park Jihyun meninggalkannya. Dan detik ini, Yoongi dipaksa untuk merasakan kembali tiap jengkal dari situasi tersebut dengan titik tolak yang berbeda. Min Jimin, putra kesayangannya adalah penyebabnya.

Langkah yang biasanya terlihat santai, kini diseret berkali-kali lipat lebih gesit. Penampilan kurang ideal bersama peluh di sekujur wajah dan leher. Embusan napas sengau. Air muka dan gestur yang sebenarnya lelah, tetapi harus dipaksakan. Yoongi memang sesemrawut itu. Kendati harapan berentet mengekori, tujuan Yoongi tetap satu, temui bangsal mana tempat Jimin di rawat sesegera mungkin. Karena dia sudah tersiksa sejak kabar Jimin dilarikan ke Rumah Sakit sampai tepat di telinga.

Tidak. Yoongi tidak akan sekacau ini, jika bukan suara parau diiringi tangisan milik Reiha yang menyampaikan kabar tersebut. Melalui sambungan, gadis itu tersendat hebat, dan secara impusif hati Yoongi ikut mencelos. Yoongi yang masih memiliki jadwal kerja di luar pun lekas mengambil penerbangan dari Hongkong ke Korea. Persetan proyek besar, Jimin lebih penting. Bocah itu semestanya. Apa jadinya Yoongi tanpa Jimin ketika dirinya sendiri pun sudah timpang?

Penantian dari perjalanan Yoongi yang menguras emosi akhirnya tinggal di pangkal mata. Presensi gadis begitu amikal menyeruak. Duduk dengan kepala menunduk dalam, seakan menyimpan wajah agar tidak dilumati oleh mata antek-antek kehidupan.

"Reiha!" panggil Yoongi menyeru. Resonasinya bergetar lantaran pernapasan yang kurang ideal.

Gadis itu lantas mendongak. Bersama wajah sembab didominasi kemerahan. "Paman?" Hidung Reiha berkedut. "Jimin di dalam," ungkapnya tanpa tunggu Yoongi melayangkan pertanyaan yang telah di ujung lidah.

"Bagaimana keadaannya?"

"Kata Dokter, Jimin akan baik-baik saja. Dia, dia sedang istirahat."

Pria Min mengangguk paham. Ketika Yoongi beringsut masuk ke ruangan, ujung jasnya tertahan. Ia menoleh, dan sekonyong-konyong tercenung menyaksikan bagaimana bibir dan bahu gadis Park itu bergetar.

"Maaf, Paman. Maafkan aku. Gara-gara ketidakbecusanku, Jimin jadi sakit." Serta bagaimana suatu lelehan bening meluncur bebas membelah pipinya. "Maafkan aku."

Dengan daksa berbalik sempurna, Yoongi taruh sebelah tangannya di tengkuk Reiha kemudian menariknya perlahan supaya masuk dalam sebuah kungkungan. Menenangkan sebelum ditenangkan. Yoongi rasa, ia perlu lakukan itu.[]

sérendipitéTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang