12# Suara

332 97 102
                                    

.
.
.
.
.
.
.

Hanna membuka matanya saat merasa mesin mobil telah mati dan sudah terparkir sempurna di depan sebuah rumah. "Oh, kita sudah sampai?" Taehyung tak menggubris pertanyaan Hanna. Ia justru keluar dari mobil dan Hanna pastinya mengikuti. Tidak mungkin tertinggal. Hanna mencoba bertanya lagi sambil memiringkan tubuhnya untuk melihat ekspresi Taehyung dari depan.

"Ini rumah siapa?"

Taehyung masih diam seribu bahasa. Seolah tak mendengar ocehan Hanna. Hanya tangannya yang bergerak untuk mengusir Hanna dari jalannya karena menghalangi langkahnya.

"Huh, seperti itu lagi dia," keluh Hanna sambil mengerutkan bibir dan berkacak pinggang. Tiba-tiba seorang wanita paruh baya keluar dari dalam rumah yang tidak besar dan tidak juga kecil ini.

"Nenek," teriak Taehyung berlari ke arah wanita itu. Suara Taehyung sangat renyah terdengar, saat mengucapkan kata nenek. Sang wanita itu pun menyambut kedatangan Taehyung dengan pelukan hangat.

"Aigoo. Si cucu durhaka ini sudah kembali," ucap wanita paruh baya tersebut.

"Ya! Bisa-bisanya cucu setampan ini disebut durhaka." Melepaskan pelukannya.

"Aigoo. Memang kau cucu durhaka," sambil memukul bahu kiri Taehyung.

"Kalau aku durhaka, aku tidak akan datang kesini lagi."

Sang nenek langsung memukul pantat Taehyung berkali-kali sambil mengucapkan kata cucu durhaka. Taehyung terlihat meringis dan menghindar beberapa kali.

"Aigoo. Aku lelah," ucap sang nenek. Taehyung hanya membalasnya dengan senyuman manis, lalu merangkul tangan nenek, mengajaknya masuk ke dalam rumah. Tak lupa Taehyung menyandarkan kepalanya di bahu kiri sang nenek, "Makanya kita masuk saja biar nenek tidak lelah."

Hanna tersenyum, melihat kehangatan dua insan yang lama tidak bertemu ini. Sangat manis. Terlihat jelas betapa mereka saling menyayangi. Taehyung pun sangat manis saat bersikap manja seperti itu. Lucunya, batin Hanna.

Dua detik setelahnya Hanna sadar dengan pikirannya. "Astaga, apa yang ku pikirkan. Tidak. Tidak. Dia tidak lucu, dia jahat," tolak Hanna sambil menggelengkan kepala untuk menepis pikiran sebelumnya. Baru tiga langkah Hanna berjalan untuk menyusul Taehyung, tubuhnya berhenti, kemudian berbalik.

Tidak bisa.

Tidak boleh.

Hanna memilih berkeliling di luar rumah saja. Ia tidak mau mengganggu momen bahagia Taehyung sekarang. Ia memang suka mengganggu Taehyung. Tapi sekarang rasanya kurang baik, jika ia melakukan hal kesukaannya itu. Ia pun memutuskan melangkah ke pekarangan rumah. Ia merasa rumah ini indah sekali, bernuansa tradisional. Seperti rumah di drama-drama kerajaan yang sering Hanna tonton saat bosan melanda. Lebih tepatnya saat tidak ada Taehyung di rumah. Karena tidak ada Taehyung sama dengan kebosanan. Tidak ada yang ia goda, tidak ada yang ia ganggu.

Pekarangan rumah ini banyak disuguhi oleh warna-warni bunga. Ada satu bunga yang sangat Hanna sukai. Bunga itu berwarna putih berada di sudut taman. Bunga lily.
Kenapa bunga ini sangat indah, padahal hanya berwarna putih. Berbeda sekali dengan bunga-bunga lainnya. "Kenapa aku menyukainya?"

Lalu Hanna berjalan menuju Gajebo. Direbahkan tubuhnya ke atas papan bercorak hitam kecoklatan itu. Kini matanya memandang lurus ke arah awan yang bergerak menghiasi langit biru. Kemudian tanpa sadar matanya terpejam untuk meresapi lebih dalam aroma angin yang bertiup. Dihirupnya kembali udara kota Daegu yang sangat menenangkan ini. Tangan kirinya terangkat ke atas. Lalu dipejamkannya sebelah matanya untuk mengintip sinar mentari dari celah jemari tangan.

MEMORY || KTH [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang