28# Destiny

364 68 153
                                        


Akhirnya aku up lagi chinggudeul. Lama banget yah? atau b aja? Hehe.
Sudah mulai sibuk di dunia nyata guys. Dan sangat sulit membagi waktu sekarang. Satu part aja aku nyicil ngetiknya lama banget. Biasanya sehari aja selesai. Semoga kalian gk kabur yah dari ceritaku ini karena mulai slow update.

Oke deh, kita mulai aja bacanya
Semoga terhibur...

.
.
.
.
.
.

Takdir memang tak pernah bisa ditebak. Karena sejak napas berhembus ke dunia, setiap insan telah menanggung takdirnya masing-masing yang masih bersifat misteri. Terkadang takdir membawa kita bertemu orang yang sangat berarti bagi kita. Berbahagia bersama. Menulis kisah dalam satu buku kehidupan. Namun, tak semua takdir berjalan lancar. Takdir juga bisa memisahkan kita. Menorehkan luka.

Saat takdir memaksa berpisah, entah terpisah jarak, waktu ataupun dunia. Hati kita akan terus berharap untuk menemukan titik temu kembali. Harapan yang menarik dua titik variabel kehidupan dalam satu garis pertemuan. Bahkan saat jarak itu terlampau jauh, kemungkinan bertemu akan tetap ada, selama hati belum berhenti berharap.
Dan kini, garis pertemuan itu telah sampai pada takdirnya.

Langkahnya terburu melangkah dengan kecepatan degup jantung yang terus menderu. Sejak kakinya menginjakkan diri di rumah sakit ini, Taehyung terus berharap apa yang diucapkan Jimin bukanlah dusta belaka.

Flashback on

"Tae... aku.."

"Kenapa?"

"Aku melihatnya. Hanna."

Saat kalimat itu terucap, yang ada di pikiran Taehyung adalah apakah Jimin juga indigo? Karena tak mungkin bagi Jimin melihat Hanna jika tidak mempunyai kelebihan itu.

"Kau bisa melihat hantu?"

"Hantu? aku tidak bisa melihat hantu. Tunggu-tunggu, maksudmu Hanna jadi hantu?"

"Ani—maksudku—tidak mungkin kau bisa melihat Hanna. Dia sudah meninggal di London."

Jimin mulai bingung dengan yang dikatakan Taehyung. Hantu? meninggal? di London? kalau seperti itu, siapa gadis yang terbaring di rumah sakit? "Apa kau sudah memastikannya? apa kau sudah mengunjungi makamnya?"

"Ya! kau tahu sendiri jadwal kita seperti apa. Tidak mungkin untukku mengunjunginya," ucap Taehyung lirih.

"Lalu dari mana kau mengambil kesimpulan kalau dia telah meninggal?"

Tidak. Tidak mungkin bagi Taehyung untuk mengatakan kalau dia melihat roh Hanna. Karena Jimin pasti akan langsung menyebut dirinya gila dan berhalusinasi tinggi. Ia pun hanya bisa terdiam, mengerutkan kembali alisnya seraya berpikir kata yang tepat untuk menjawab pertanyaan Jimin.

"Aku tahu dari..."

"Dia belum meninggal Tae. Aku melihatnya."

Taehyung membulatkan maniknya, "Mwo?"

"Hanna belum meninggal dan berada di Seoul."

"Kau yakin itu Hanna?"

"Eoh. Sangat yakin."

Flashback off

Disinilah akhirnya Taehyung berada. Di depan pintu kamar pasien dengan sejuta perasaan yang tak menentu. Antara percaya dan tidak, antara sedih dan bahagia. Sangat sulit untuk mendeskripsikannya sekarang. Akhirnya satu tarikan napas terhembus untuk mengawali pertemuan ini. Digenggamnya ganggang pintu tersebut. Digesernya perlahan lalu.......

Bip.
Bip.
Bip.

Suara alat deteksi detak jantung mendominasi ruangan itu. Aroma bunga Lily menyeruak ke dalam indra penciumannya saat pribadinya semakin dekat pada vas bunga yang terletak tepat di sisi tempat tidur sang pasien. Detak jantungnya meningkat kembali. Maniknya berkaca-kaca. Pipinya sedikit bergetar, sebab tangis yang tertahan.

MEMORY || KTH [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang