.
.
.
.
.Helaan napas keluar dari rongga pernapasannya. Entah sudah yang ke berapa kalinya Jimin menghembuskan kasar napasnya. Pergelangan tangan tergeletak horizontal di atas wajah, menutupi dua kelopak mata yang sejak tadi enggan mengantuk.
Ini masih jam 9 malam. Pantas saja ia tidak mengantuk. Tapi Jimin punya alasan kenapa ia ingin segera tidur malam ini. Sejak sore tadi, Jimin mengurung dirinya di dalam kamar. Jika ada yang bertanya kenapa, ia hanya menjawab sedang tidak enak badan.
Sebenarnya bukan badannya, tapi hatinya. Hatinya terlampau lama menyimpan rasa suka dalam diam. Tidak. Sebenarnya tidak dalam diam, selama ini ia terus bertindak. Hanya saja si gadis yang tidak peka.
Antara dua sebenarnya. Antara si gadis memang tidak peka. Atau si gadis memang tidak mau peka. Tapi menurutnya kemungkinan kedualah yang lebih cocok. Mengingat bagaimana sikap gadis itu selama ini.
Jimin memang terlalu bodoh.
Mau saja menjadi pendengar setia gadis pujaan hatinya. Turut andil memberikan nasehat dan tak jarang memberikan sandaran bahu dan pelukan di saat gadis itu terisak karena lagi-lagi kecewa pada lelaki lain yang disukainya.
Dan kini, saat gadisnya telah berhasil mendapatkan lelaki itu, apakah Jimin masih diperlukan olehnya? Tentu saja tidak.
Buktinya, saat ia tiba-tiba keluar dari ruangan meninggalkan rapat dadakan itu, si gadis tak menanyakan apapun setelahnya. Tak ada ucapan khawatir atau setidaknya chat masuk yang menanyakan keadaannya.
Mengingat rapat itu, Jimin jadi terpikir kembali tentang obrolannya bersama Jungkook. Ia penasaran, apa yang sebenarnya terjadi.
Flashback on
"Ya! kenapa kau mengikutiku?"
"Aku khawatir kau akan pergi ke atap lalu terjun bebas," ucap Jungkook lengkap dengan gigi kelincinya yang terpampang nyata.
"Kau pikir aku gila?"
"Tidak. Kau tidak gila. Tapi patah hati. Haha."
"Maksudmu apa?"
"Haha. Kau pikir aku bodoh seperti Hoseok-hyung? Aku sudah tau. Kau selama ini menyukai Jisoo. Iya kan?"
Jimin masih berusaha stay cool tak ingin terpengaruh hingga kepergok menampilkan wajah canggungnya. Kini mereka sampai di ruang latihan. Kemudian Jimin berjalan ke ruang ganti. Ia mengganti pakaiannya menjadi celana training dan baju kaos tanpa lengan.
Jungkook masih menatapnya, bersender di ambang pintu dengan tangan bersedekap.
"Aku hanya khawatir padamu dan Taehyung-hyung."
"Haha. Apa aku tidak salah dengar. Seorang evil maknae mengkhawatirkan hyung nya." Jimin berlalu melewati Jungkook dengan sekilas menepuk jidat Jungkook dengan telapak tangannya.
Jungkook pun terlihat mengusap jidatnya yang tanpa aba-aba dihantam tangan haram Jimin itu.
"Aku serius hyung."
"Aku duarius," balas Jimin.
Bola mata Jungkook merotasi. "Baiklah. Mungkin ini akan membuatmu menggunakan otakmu itu berpikir sedikit," ucap Jungkook.
Jimin masih tak menghiraukan Jungkook. Ia mulai meregangkan otot-otot tubuhnya, melakukan pemanasan.
Jungkook berjalan ke arah pintu, lalu menguncinya. Ia ingin memastikan tidak ada yang mendengar obrolan mereka. "Tadi siang aku tidak sengaja mendengar Jisoo menelpon seseorang."
KAMU SEDANG MEMBACA
MEMORY || KTH [SUDAH TERBIT]
FanfictionROMANCE-FANTASY Kim Taehyung x Kim Sejeong Tidak ada yang pasti, nyata dan palsu. Semua hanya ilusi dan manipulasi. Kau takkan mempercayainya sampai melihatnya dengan mata kepala sendiri. Jika tak bisa, maka kau cukup berusaha mengingat kembali mem...