3# Pendamping

1.2K 88 6
                                        

Menjadi pendamping wisuda belum tentu menjadi pendamping hidup. Tapi, bolehkah aku berdo'a agar kelak dirimu lah yang akan menjadi pendamping hidupku juga?

~ Wafiq ~

🍁🍁🍁

"Dek, bisa kan besok Sabtu kamu ijin dulu?"

Aku menatap Mas Elang yang tengah duduk di sofa ruang tamu, dia bela-belain datang ke rumah ternyata hanya meminta diriku menjadi pendamping wisuda. Kenapa tidak memintaku untuk menjadi pendamping hidupnya sekalian sih?

"Dek," panggilnya lagi.

"Eh, iya Mas," jawabku gugup.

"Gimana? Bisa ya? Sekali ini aja," pintanya dengan wajah memelas.

Aku tersenyum, lalu mengangguk. Sedetik kemudian langsung ku lihat raut wajahnya menjadi sumringah. Tangannya naik ke atas puncak kepalaku lalu mengusap ujung jilbabku dengan lembut. Ah, aku paling suka diperlakukan begini olehnya.

"Kamu ikut dari pagi sekalian aja ya? Nanti aku jemput deh, sama Ibu juga," katanya setelah menurunkan tangannya dari puncak kepalaku.

"Pakai mobil?" tanyaku.

Ku lihat dia mengangguk. Seketika itu aku langsung menggeleng. "Nggak ah, aku mabuk kalau pakai mobil Mas."

"Minum antimo dulu, biasanya juga gitu kan?"

"Tapi..."

Belum sempat aku menyelesaikan ucapanku, lagi-lagi Mas Elang sudah menyelanya. "Pokonya besok jam enam aku jemput, harus sudah siap!"

Matanya menatapku tajam, aku tahu dia ingin menegaskan kalau apa yang dia ucapkan barusan tidak ingin menerima penolakan. Akhirnya aku menyetujuinya. "Iya deh, tapi sediain kresek ya Mas? Takut muntah di jalan."

Mas Elang tersenyum puas. "Siap komandan."

Mas Elang benar-benar menepati janjinya, saat hari wisudanya dia bahkan datang sebelum jam enam. Katanya takut jalannya macet mengingat memerlukan perjalanan tiga puluh menit untuk sampai ke kampusnya. "Dek, buruan gih!"

"Ya Allah, sabar kali Mas. Tunggu aja di ruang tamu." Aku yang baru saja mengenakan jilbab merasa risih karena Mas Elang terus mengetuk pintu kamarku. Ini juga bunda kenapa biarin Mas Elang masuk sih?

"Cepetan ya? Maaf aku lancang, tadi numpang ke kamar mandi," jelasnya seakan tahu apa yang aku pikirkan.

Setelah mematutkan diriku di depan cermin, aku memoles wajahku dengan bedak dan lipstik berwarna maroon. Tidak terlalu tebal, yang penting bisa membuatku sedikit lebih cantik. Biar nantinya Mas Elang tidak malu membawaku sebagai pendampingnya.

"Aku sudah siap Mas," kataku setelah tiba di ruang tamu.

Di sana ku lihat orangtuaku tengah berbincang dengan kedua orangtua Mas Elang. Entahlah apa yang mereka bicarakan, tapi Mas Elang lebih memilih ngobrol dengan adikku Toni.

Semua perhatian langsung berpindah padaku. "MasyaAllah, Wafiq cantik banget pakai gamis begini," ucap Ibunya Mas Elang takjub.

MERINDU SURGATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang