34# Usaha Seorang Istri

707 74 13
                                    

"Egoiskah aku jika aku memaksakan hakku untuk mendapatkan buah cinta kita?"

***

⚠⚠⚠
Hari ini sudah baca Al Qur'an?
Ingat, utamakan baca Al Qur'an dulu sebelum baca part ini. Kalau kamu udah buka part ini, tapi hari ini belum sedikitpun membaca Al Qur'an langsung tekan 'back' ya.
⚠⚠⚠

Warning! 20+

***

Aku tersenyum bahagia dalam pelukan suamiku, napasnya tampak teratur dengan tangan yang memelukku erat. Aku bahkan bisa merasakan deru napasnya.

Aku merasa berhasil menggoda Mas Azril kembali setelah dia cukup lama menolakku. Semoga Allah meridhoinya dan kelak benih Mas Azril segera tumbuh dalam rahimku.

Sejujurnya aku ingin bertanya pada suamiku tentang apa yang dilalukan suamiku selama ini, tapi aku urungkan. Apalagi setiap kali aku mau mulai mengarah ke hal itu, dia seperti menghindar.

Mungkin dia memang masih trauma dengan kepergian Mbak Niken, jadi dia tidak ingin aku hamil dulu. Meskipun aku kecewa, tapi aku selalu menekankan bahwa ridho Allah adalah ridho suamiku--jadi aku tidak pernah menanyakannya.

Sepulang dari rumah ibu kemarin dia selalu terlihat melamun, bahkan saat dia pamit kerja di depan laptop. Bukan laptop yang dia pandang, tapi dia malah memandangi jendela dengan tatapan... Entahlah, sulit ku artikan. Dia juga tidak pernah meminta jatahnya lagi.

Sedih, tapi aku harus bisa menjadi istri yang cerdas. Bukan malah semakin memperberat beban suamiku dengan ngambek-ngambek tidak jelas. Beban suamiku sudah cukup berat, aku yakin dia pasti tengah berdebat antara ego dan hatinya. Sepertinya dia juga berusaha untuk menghilangkan traumanya.

Hingga akhirnya, aku konsultasi dengan mama mertuaku. Ya, setelah aku bujuk mama bersedia membantuku. Dia juga meminta maaf karena memojokkanku, bahkan dia juga meminta maaf karena anaknya sudah menyakitiku.

Atas saran mama aku selalu mencoba menggoda Mas Azril. Berharap dia mau kembali memadu kasih denganku. Kata mama, tidak ada salahnya jika istri meminta jatah terlebih dahulu pada suami. Malah nantinya dia bisa mendapat pahala yang besar. Awalnya Mas Azril selalu mengabaikanku, tapi aku tak pernah menyerah.

Aku tahu sebenarnya dia tergoda, tapi dia berusaha menahannya. Bahkan dia lebih memilih mandi dari pada harus beradegan panas denganku. Pedih rasanya hati ini, tapi aku harus tetap tegar.

Hingga runtuh sudah pertahanannya setelah melihatku memakai lingerie berwarna merah menyala. Jangan tanya ini ide siapa, yang jelas bukan ideku. Tapi aku bersyukur akhirnya ini berhasil. Dia bahkan lupa membuat minuman terlebih dahulu, itu artinya sudah lumayan lama aku tidak minum pil KB. Qadarullah ini masa suburku juga, semoga ya Allah.

Aku memeluknya begitu erat saat dia hendak mencapai pelepasannya, dan akhirnya .... Ya Allah semoga benih ini kelak menjadi janin yang akan ku lahirkan dengan selamat.

Semoga langkah ini bisa membantu Mas Azril juga untuk sembuh dari trauma. Seseorang yang melahirkan memang bertaruh dengan nyawa, banyak yang meninggal--tapi bukankah lebih banyak juga yang berhasil melahirkan dengan lancar?

***

Saat mendengar sayup-sayup adzan subuh aku langsung bergegas mensucikan diriku. Setelahnya aku langsung membangunkan Mas Azril.

"Mas, bangun. Sudah subuh."

Mas Azril menggeliat, "Mas...," panggilku sekali lagi.

Akhirnya Mas Azril membuka matanya, lalu dia menguceknya, "Jam berapa?"

"Setengah lima, Mas," jawabku.

"Astaghfirullah, aku lupa nggak tahajud." Dia langsung bergegas bangun, setelah posisinya duduk dia terdiam sejenak. Dia seperti tengah memikirkan sesuatu, kemudian dia segera bergegas ke kamar mandi tanpa sepatah katapun.

"Aku tunggu buat shalat subuh berjamaah ya, Mas?"

Dia tetap saja melenggang masuk ke kamar mandi tanpa mengiyakan permintaanku. Sekitar lima belas menit kemudian Mas Azril keluar dari kamar mandi dengan rambut basah dan handuk yang melilit tubuhnya.

Aku sudah memberesi tempat tidur kami, aku juga sudah menyiapkan pakaian shalat untuk Mas Azril. Hatiku mencelos kala Mas Azril malah membuka lemari dan memilih pakaiannya sendiri.

"Mas, aku udah siapin...."

Kata-kataku tertahan ketika Mas Azril kembali masuk ke kamar mandi. Dia bahkan tidak menghiraukanku. Apa aku melakukan kesalahan?

"Kamu shalat sendiri aja, aku mau ke masjid," titahnya setelah berpakaian lengkap. Dia tengah menyisir rambutnya yang masih sedikit basah.

Baru saja aku mau protes, tapi dia langsung keluar kamar. "Mas...," lirihku.

Aku tahu Mas Azril mendengarnya, tapi dia memilih melanjutkan langkahnya. Bahkan tanpa mengucapkan salam seperti biasanya.

Ya Allah, aku takut Mas Azril tidak ridho....

***

Akhirnya bisa upload lagi, trimakasih yang sudah menunggu

Selamat Eid Mubarak ya, jadi udah masak apa aja nih?

Satenya apa kabar?

Yogyakarta, 2 Agustus 2020
-MERINDU SURGA-

MERINDU SURGATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang