"Aku tetaplah laki-laki biasa yang tidak ingin merasakan sakitnya kehilangan. Tapi melihat seseorang yang ku cintai tersiksa, nyatanya lebih menyakitkan dari sekedar kehilangan."
- Azril -
***
Bukan hanya sekali ini Azril melihat istrinya itu melamun. Tanpa bertanya pun dia sudah tahu apa yang membuat istrinya tampak begitu sedih? Apalagi, tentu saja perihal kabar kehamilan istrinya yang belum juga datang.
Azril menarik napas panjang, lalu menghembuskannya lewat mulut. Dengan hati-hati dia mendekati istrinya, lalu mengusap bahunya dengan lembut. "Sayang."
Wafiq mendongak kaget menemukan suaminya ada di sampingnya, apa dia terlalu asyik melamun? "Kenapa, Bi?"
"Kamu melamun lagi, hm?"
Wafiq tersenyum lalu menggeleng, "Enggak, Bi. Cuman kepikiran sesuatu."
"Ck, sama aja. Rayhan mana?"
"Tadi sih pamit main bola, dia sekarang rajin banget main sama tetangga sebelah," ceritanya. Wafiq menghadapkan tubuhnya pada suaminya, "Rayhan cepat sekali tumbuh ya Bi," lanjutnya.
Azril mengangguk, dia tahu akhirnya ini akan mengarah ke mana. Maka dari itu dia ingin mengajak istrinya mengunjungi ibunya, biar sedikit mengurangi kesedihannya. "Gimana kalau kita ke rumah Mama?"
"Serius? Mau, Bi. Aku kangen masak bareng mama," ucap Wafiq semangat.
Tiba-tiba dalam sekejab semangat itu kembali luruh, "tapi, nanti aku takut kecewain Mama. Pasti Mama bakal nanyain cucu," lirihnya sedih.
Jujur, hati Azril juga ikut sedih. Namun, dia lebih takut kehilangan istrinya itu. Jadi dengan menebalkan egonya dia berkata. "Nggak bakalan, tenang aja. Biar nanti Mama, Abi yang handle."
Selanjutnya Wafiq mengangguk, ah dia sudah tidak sabar mau belajar masak kue. Mama mertuanya itu paling jago masak aneka kue.
***
"Kamu jangan egois, Zril!!"
Setelah memotong kue bolu kukus yang ku buat bersama mama selama hampir dua jam, aku mengeluarkannya dari cetakan. Lalu aku memotongnya dan menghidangkannya di ruang makan. Tadinya aku hendak bilang pada mama kalau bolunya sudah siap dimakan.
Namun yang ku dengar justru bentakan Mama yang menurutku begitu keras. Aku urung mengetuk pintu kamarnya. Baru saja aku hendak kembali ke ruang makan, tapi lagi-lagi aku mendengar suara Mama.
"Apa? Jadi selama ini kamu nggak membuahi istrimu? Bagaimana mungkin kamu diam-diam selalu memberikan pil KB padanya? Astaghfurullah, Mama nggak habis pikir, Zril!"
Aku membekap mulutku dengan kedua tanganku, apa aku tidak salah dengar? Jadi, selama ini? Astaghfirullah.
"Tapi, Ma. Azril nggak mau kehilangan Wafiq seperti Azril kehilangan Niken."
"Astaghfirullah, Mama nggak tahu harus bilang apa. Mama benar-benar nggak nyangka. Kamu egois, Zril."
"Maa.... Azril salah ya?"
"Kamu ini tahu agama Zril, tapi kenapa hal seperti ini bisa terjadi?" jeda beberapa saat, "astaghfirullah, Mama jadi merasa bersalah sama istrimu. Selama ini Mama mojokin dia, padahal anak mama sendiri yang nggak becus jadi suami."

KAMU SEDANG MEMBACA
MERINDU SURGA
Teen FictionKetika kamu meninggalkan sesuatu karena Allah, niscaya Allah akan memberikan ganti yang lebih baik. Wafiq percaya itu. Sejak hidayah Allah menyapanya, ia mulai merindukan surga. Ujian demi ujian semakin menguatkannya. Hingga Allah hadirkan kembali f...