15# Bertemu Rayhan

1K 84 12
                                    

Kalau masalah hati, kamu sudah sreg. Masalah restu, tinggal sejauh mana dia mau berjuang?

-MERINDU SURGA-

🍁🍁🍁

Akhir-akhir ini aku lagi seneng banget dengerin podcast, seperti saat ini aku lagi setia mendengarkan podcast Kak Fuadh Naim. Tentang konsep kebahagiaan yang seringkali dilupakan oleh manusia-termasuk aku. Konsep kebahagiaan yang terlihat sederhana tapi bisa berakibat fatal, we have nothing.

"Ada konsep kebahagiaan lagi dalam Islam yang kalau kita pakai ini menarik banget, yaitu semua punya Allah. Semua punya Allah. Gue punya siapa? Punya Allah. Tangan kita? Punya Allah. Mata kita? Punya Allah. Hati kita? Punya Allah. Negeri kita? Punya Allah. Semua punya Allah. Kalau semua punya Allah, maka kita nggak mungkin jadi orang yang berhak bangga akan sesuatu-karena itu punya Allah-bukan punya kita."

Aku semakin tertarik dengan podcast ini, ku tajamkan lagi pendengaranku agar bisa mendengar dengan seksama isi keseluruhannya. Seakan-akan aku tidak ingin kehilangan satu poin pun.

"Kita pun nggak mungkin stress akan sesuatu karena itu punya Allah. Jadi ini menarik deh temen-teman, coba bayangkan betapa banyak dari kita yang ketika kehilangan sesuatu-stres. Kita diambil milik kita, kita stres-padahal sejatinya itu adalah milik Allah subhanahu wa ta'ala. Kita hanya dititipin itu oleh Allah."

Benar juga ya. Ini yang seringkali dilupakan oleh manusia, merasa memiliki padahal itu semua hanya titipan. Termasuk jodoh. Ia juga hanya titipan, bisa diambil kapan saja oleh pemiliknya-bahkan sebelum sempat dimiliki sekalipun.

Ralat, kalau sebelum sempat dimiliki sudah hilang ataupun pergi meninggalkan-itu mungkin memang bukan jodohnya.

Seperti Mas Azril dan Rayhan.

Memang salahku sendiri, sudah berharap pada sesuatu yang belum pasti. Entahlah, aku sudah membayangkan hidup bahagia dengan mereka berdua. Menurutku, mereka berdua adalah figur suami dan anak yang sesuai dengan bayangan wanita pada umumnya.

"Masak apa? Tumben."

Suara Bunda menarikku dari kegiatan melamun yang baru sekejap ku arungi. "Eh Bunda, mau masak cumi balado nih."

"Emang bisa?" tanya Bunda. Bibirnya tersenyum miring.

"Bisa," jawabku asal. Sebenarnya aku belum pernah masak balado, hanya saja beberapa hari yang lalu aku lihat status Whatsapp temanku yang jualan cumi. Aku jadi pengen bikin sendiri.

Bunda manggut-manggut kemudian mengacungkan kedua ibu jarinya. "Ya udah, Bunda tinggal ya. Lanjutin gih, nanti Bunda tinggal nyicip aja."

Aku semakin antusias mendengar Bunda bersedia nyicipin masakanku, "Siap komandan," balasku semangat.

Bermodalkan resep yang ku dapat dari google, aku melanjutkan kegiatanku mengupas bawang merah dan bawang putih. Cukup delapan siung bawang merah serta dua siung bawah putih untuk memasak setengah kilogram cumi.

"Pakai jahe juga ternyata," ujarku sambil mencari jahe di tempat Bunda biasa menyimpan bumbu. Namun tak satupun ku temukan jahe di sana, yang ku temukan malah kencur.

Keningku berkerut, mencoba berpikir-apakah harus keluar beli jahe dulu atau masak tanpa jahe. Akhirnya aku memutuskan untuk cari resep lain, yang tak perlu pakai jahe. Tapi bukannya menemukan titik terang, aku malah dibuat bingung dengan berbagai resep yang ada.

"Aduh, pakai resep yang mana ya?"

Tiba-tiba ada seseorang yang masuk ke dapur. Ah, Bunda!

Ku anggap ini adalah jawaban dari Allah atas kebingunganku. Aku memutar otak, mencari kata-kata yang tepat untuk menanyakan resep pada Bunda-biar tidak kelihatan bodoh-bodoh amat kalau masak.

MERINDU SURGATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang