"Haruskah aku mengorbankan anak kita agar engkau ridha?"
--Wafiq--
***
Semarah apapun Mas Azril padaku, dia tidak pernah membuatku menunggu lama pesan balasan darinya. Bahkan ini sudah lewat dua jam dari saat aku mengiriminya pesan. Aku khawatir karena sampai jam sepuluh malam Mas Azril belum juga memberi kabar.
Aku khawatir, Mas. Aku mencoba meneleponnya, tidak ada jawaban. Berkali-kali aku mencoba menghubunginya lagi, tapi tetap saja tidak ada jawaban. Aku semakin khawatir.
Wafiq Arhaburrizqi : Mas, aku khawatir. Pulanglah. Aku minta maaf kalau banyak salah.
Sent! Setelah mengirimkan pesan untuk Mas Azril, aku beranjak ke kamar Rayhan untuk mengeceknya. Untungnya jagoanku itu tidur dengan nyenyak setelah aku bacakan salah satu kisah sahabat Nabi, dia paling suka kisahnya Sa'ad bin Abi Waqash yang ketika berdoa selalu dikabulkan.
Selimutnya sedikit tersingkap, aku mendekati ranjangnya lalu menarik selimut itu agar menutup tubuhnya sampai leher. Akhir-akhir ini nyamuknya lagi bandel, bahkan aku sering menemukan bentol merah di lengan Rayhan. Kukecup kening Rayhan dengan sayang, lalu aku kembali menuju ruang tamu, menunggu suamiku pulang.
Dalam hatiku merapalkan do'a, semoga di manapun Mas Azril berada, Allah selalu melindunginya. Aku menyandarkan kepalaku di punggung sofa sembari menguap.
***
Samar-samar suara adzan terdengar di telingaku. Seperti biasanya, aku meraba kasur sebelahku hendak membangunkan Mas Azril. Namun di samping tempat tidurku ternyata kosong.
Tunggu! Bukankah semalam aku di sofa ruang tamu, haish aku ketiduran. Terus siapa dong yang bawa aku ke kamar. Jangan-jangan Mas Azril sudah pulang?
Aku langsung menyingkap selimutku, dengan pandangan yang masih sedikit buram aku menuju kamar Rayhan. Lega rasanya saat melihat Mas Azril memeluk Rayhan.
Aku menghampirinya, "Bi, bangun...."
Mas Azril menggeliat, lalu perlahan membuka matanya, "Lima menit lagi," katanya.
Ku anggukkan kepalaku, lalu aku beralih membangunkan Rayhan. Anakku itu mudah sekali dibangunkan, bahkan dia langsung duduk menghadap Mas Azril dan menggoyangkan tubuhnya. "Bi, bangun! Ke masjid yuk!"
Setelah Mas Azril bangun dari tidurnya, aku duduk di sampingnya, "Abi semalam pulang jam berapa?"
"Jam sebelas, maaf membuat Ummi menunggu."
Aku menggeleng, "Nggak papa. Semalam yang gendong Ummi ke kamar, Abi?"
Ku lihat Mas Azril berdecak, "Siapa lagi? Rayhan?"
"Tunggu Rayhan besar, Mi. Rayhan pasti kuat gendong Ummi." Rayhan mengatakannya sembari memamerkan kedua otot lengannya yang masih kecil itu. Aku terkekeh melihat tingkahnya.
Lalu Mas Azril dan Rayhan segera bergegas untuk ke masjid agar tidak ketinggalan shalat fajar terlebih dahulu. Aku ingin ikut ke masjid tapi Mas Azril melarangku karena tiba-tiba aku muntah di kamar mandi saat hendak wudhu. Dia menyuruhku shalat di rumah dan segera istirahat saja.
KAMU SEDANG MEMBACA
MERINDU SURGA
Fiksi RemajaKetika kamu meninggalkan sesuatu karena Allah, niscaya Allah akan memberikan ganti yang lebih baik. Wafiq percaya itu. Sejak hidayah Allah menyapanya, ia mulai merindukan surga. Ujian demi ujian semakin menguatkannya. Hingga Allah hadirkan kembali f...