"Kerap kali Allah membungkus keberkahan dengan berbagai macam ujian. Bukan untuk menyiksa hamba-Nya, tapi untuk menunjukkan bahwa setelah kesulitan selalu ada kemudahan bagi yang bersabar."
🍁🍁🍁
Belum terbayang olehku kalau harus menjalani Ramadhan yang berbeda dari biasanya. Namun, inilah yang harus aku dan semua orang Indonesia hadapi. Bulan Ramadhan di tengah masa pandemi.
Yah, ternyata Allah belum mengabulkan do'aku kemarin. Kasus positif corona yang awalnya hanya dua orang saja, ternyata semakin menyebar ke semua penjuru; termasuk Malang. Hingga kita harus merelakan Ramadhan dengan stay di rumah aja.
Tidak ada pengajian menjelang buka puasa. Tidak ada shalat tarawih berjamaah. Tidak ada kajian bakda subuh. Tidak ada tadarus bersama. Allahu, hatiku begitu sesak saat harus menghadapi kenyataan ini. Apa benar kita sudah memasuki fase akhir zaman?
"Tenang Mi, ini sudah qadarullah."
Suara Mas Azril mengembalikan diriku dari kegiatan melamun. Aku menatapnya sebentar, kemudian menunduk lagi. "Sedih Bi, padahal Ummi sudah buat planning untuk Ramadhan kali ini."
"Nggak papa, insyaa Allah sudah dicatat oleh Allah," katanya seraya mengusap khimarku.
"Aamiin," jeda sesaat, "tapi Bi, Ramadhan kali ini jadi terasa biasa aja ya?" cicitku.
"Siapa bilang biasa? Justru Ramadhan ini istimewa, Mi."
Aku mendongak menatapnya, mulai tertarik dengan apa yang akan disampaikan Mas Azril berikutnya.
"Ramadhan kali ini ujiannya lebih berat dan insyaa Allah pahalanya juga akan lebih banyak."
Aku mengangguk, membenarkan setiap ucapan yang keluar dari bibir Mas Azril. Mungkin mindset ku harus diubah, ramadhan kali ini bukan berbeda, tapi justru lebih istimewa. Banyak keluarga yang dulunya sulit ngumpul, kini bisa bersama-sama setiap waktu.
Termasuk Mas Azril, sejak dua minggu menjelang Ramadhan kemarin, Mas Azril sudah di rumah aja. Ada sekitar lima seminar yang sengaja di batalkan karena mengingat kita harus menjaga jarak satu sama lain. Begitu pun denganku, kantorku kini work from home sudah sekitar semingguan, terhitung sejak awal Ramadhan.
"Mi, udah ganteng belum?"
Rayhan yang sudah siap dengan koko putih kesayangannya tiba-tiba muncul dan menabrakkan badannya padaku. Aku terkesiap, kemudian berusaha menarik kedua sudut bibirku untuk menyambutnya. "Coba lepas dulu pelukannya, Ummi mau lihat."
Sesaat kemudian dia langsung mundur beberapa langkah, lalu ia berputar-putar agar aku bisa melihat keseluruhan penampilannya. Baju koko putihnya itu dia padukan dengan sarung batik berwarna hitam, tak lupa di kepalanya ada peci putih bordir. Masyaa Allah, jagoanku tampan sekali.
"Rayhan ganteng banget, sini peluk lagi," kataku seraya melebarkan kedua tanganku untuk memeluknya.
"Yeeaayyy!"
Setelah puas memeluknya, aku melonggarkan pelukanku. "Abi mana?"
"Abi tadi...," belum sempat Rayhan menyelesaikan kalimatnya, tiba-tiba Mas Azril muncul dengan baju koko yang masih berantakan.
"Mi, peci Abi di mana ya?" tanyanya. Wajahnya menyiratkan keputusasaan. "Abi udah nyari di tempat biasa kok nggak ada ya?"
Aku terkekeh melihat penampilannya. "Sayang, Ummi benerin Abi dulu ya."
Rayhan mengangguk.
"Udah tua, masih aja berantakan!"
Ku lihat Mas Azril menarik kedua sudut bibirnya. Tatapan matanya menjurus ke arahku selama aku membantunya mengancingkan baju koko. Aku tetap fokus meskipun jantungku menggedor-gedor ingin keluar saat ditatap olehnya. Aku tersenyum, kenapa aku kayak ABG aja sih?
KAMU SEDANG MEMBACA
MERINDU SURGA
Fiksi RemajaKetika kamu meninggalkan sesuatu karena Allah, niscaya Allah akan memberikan ganti yang lebih baik. Wafiq percaya itu. Sejak hidayah Allah menyapanya, ia mulai merindukan surga. Ujian demi ujian semakin menguatkannya. Hingga Allah hadirkan kembali f...