4# Tersesat

1K 87 3
                                    

Gelap dan sunyi, dua hal yang terkadang bisa membuat suasana menjadi menakutkan. Terlebih lagi ketika kamu menyadari, tak ada seorang pun yang bisa menolongmu selain dirimu sendiri.

-MERINDU SURGA-

🍁🍁🍁

Mataku membulat tak percaya setelah hampir satu menit kepalaku celingak-celinguk menatap lingkungan sekitar. Ada di mana aku? Gelap, apa sedang mati listrik? Sunyi, ke mana semua orang?

Tunggu, sepertinya ini bukan area sekitar rumahku. Suasananya tampak mencekam dari pada di rumah saat mati listrik. Apa aku tersesat? Tapi bukankah tadi aku berbaring di kamarku siap untuk tidur. Bulu kudukku merinding, nyaliku menciut.

Ingin aku bertanya pada seseorang, tapi di sini tidak ada seorang pun. Kerudungku tertiup angin yang cukup kencang dari samping kananku. Di sana ada pohon lebat yang ku perkirakan itu adalah pohon bambu.

"Di mana ini?" gumamku lirih.

Dengan terseok-seok ku langkahkan kakiku mencari jalan terang. Tapi aku harus ke mana? Semuanya gelap. Aku ingin menangis.

Aku terus berjalan ke depan mengikuti ke mana kaki akan membawaku. Bunda di mana? Ayah di mana? Toni di mana? Apa mereka tidak mencari ku? Bagaimana pun aku bertanya, tidak ada yang menjawabku.

Lelah, itulah yang ku rasakan setelah cukup lama aku berjalan. Tapi aku harus kuat, di sini tidak ada satu pun yang ku kenal. Aku baru sadar, di saat-saat seperti ini tidak ada yang bisa menolongku selain diriku sendiri.

Aku sudah berjalan sejauh ini tapi aku tak kunjung menemukan seorang pun. Akhirnya air mataku tumpah juga. Kakiku mulai terasa pegal, tubuhku lemas. "Ya Allah."

Ku sebut asma Allah di akhir perjuanganku, kenapa aku merasa ajalku sudah dekat? Ya Allah, ampunilah dosa-dosa hamba. Begitu banyaknya dosa yang ku lakukan selama ini. Semuanya berputar begitu saja diingatanku seperti kaset rusak.

Tiba-tiba Mas Elang muncul di pikiranku. Bukan karena aku merindukannya, tapi karena memikirkan statusku dengannya. Pacaran, itulah status kami.

Pernah mendengar pacaran itu haram? Terkadang sesuatu yang dilarang itu malah memancing seseorang untuk mencobanya. Bahkan, diriku sendiri sudah terjerat oleh candunya.

Aku tahu kalau pacaran itu haram dan termasuk dalam golongan mendekati zina. Itu sudah jelas tercantum dalam QS. Al Isra ayat 32.

وَلاَ تَقْرَبُواْ الزِّنَى إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاء سَبِيلاً

"Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk." (QS.Al Isra ayat 32)

Tapi entah setan apa yang menutupi telingaku. Telinga ini seakan tuli dan tak menghiraukan larangan Allah. Terlebih lagi ketika laki-laki yang sudah membuat jantung ku berdetak tak karuan itu datang untuk menyatakan perasaannya.

Ternyata cintaku tidak bertepuk sebelah tangan. Tak bohong saat itu hatiku merasa senang hingga rasanya aku ingin berteriak. Bisa kebayang kan bagaimana rasanya jika seseorang yang sudah lama kamu kagumi tiba-tiba datang menyatakan perasaannya?

Sosok Mas Elang yang dewasa dan humoris mampu membuatku rela mendekati zina. Zina pikiran karena memikirkannya, zina mata karena melihatnya, zina tangan karena bersentuhan dengannya, dan zina telinga karena mendengarkan suaranya.

"Astaghfirullah hal adzim." Bibirku terus beristighfar. Berharap Allah akan mengampuni dosaku yang sangat berlimpah.

Tiba-tiba aku jatuh tersungkur, tubuhku sudah terlalu lemas untuk berjalan. Sepertinya sebentar lagi aku akan pingsan. Saat pandangan mataku mulai kabur, tiba-tiba ku lihat matahari mulai menampakkan sinarnya.

"Mbak, ngapain duduk di sini?" tanya seorang Ibu yang tiba-tiba di sampingku.

"Hah?" Otakku mencoba menangkap apa yang diucapkan ibu itu.

Ku lihat dia tersenyum begitu manis. Wajahnya masih terlihat kencang dan terawat. Giginya putih, sepertinya ibu itu rajin gosok gigi. "Berjalanlah ke depan, kamu akan menemukan apa yang kamu cari. Kamu akan menemukan jawaban dari semua pertanyaan kamu."

Otakku mencerna setiap kata yang ibu itu lontarkan. Katanya tadi aku akan menemukan apa yang ku cari, memangnya aku sedang mencari apa? Baru saja aku mendongak ingin bertanya, tapi ibu itu sudah hilang entah ke mana.

Aku bangkit dengan sisa-sisa tenagaku, terus berjalan seperti yang ibu tadi bilang. Semoga saja ada jalan terang. Semoga di sana aku bisa menemukan keluargaku kembali.

Setelah sekitar sepuluh menit aku berjalan, sampailah aku pada sebuah desa yang terang. Lampu menyala di mana-mana, bahkan matahari yang tadi sinarnya masih malu-malu kini ia bersinar dengan begitu terang.

"Di mana ini?"

Ku lihat lalu-lalang wanita dan laki-laki yang sibuk akan kesehariannya. Ada yang sedang mengantarkan anaknya sekolah, ada yang sedang berbelanja, ada juga yang sedang sibuk menyiram bunga di depan rumahnya.

Satu hal yang membuatku takjub, semua wanita di sini mengenakan gamis longgar dengan khimar menjulur hingga menutup pantat. Tak hanya itu, ada beberapa wanita yang bahkan memakai cadar.

Tak ada wanita yang memakai pakaian seperti diriku. Celana jeans ketat, kaos ketat, dan jilbab paris. Bahkan pakaianku itu masih memperlihatkan lekuk tubuhku.

Hembusan angin pagi begitu terasa di tubuhku. Dingin, hingga tulang-tulangku ikut berteriak meminta diselimuti. Kepalaku menunduk berusaha melihat penampilanku. Apa bajuku terlalu tipis atau bagaimana sehingga angin saja terasa begitu menusuk tulang?

Mataku membola melihat penampilanku. Tak ada satu kain pun yang membalut tubuhku. Aku meraba kepalaku, tak ada lagi jilbab yang menutupi kepalaku. Bukankah aku tadi memakai jilbab dan pakaian lengkap? Lalu ke mana hilangnya pakaian juga jilbabku?

"Astaghfirullah, ampunilah hamba mu yang penuh dosa ini Ya Allah."

Aku jadi ingat tentang istilah wanita yang berpakaian tapi telanjang. Ya Allah, inikah jawaban dari semua pertanyaan dan kebingunganku?

🍁🍁🍁

Jazakumullahu khairan sudah membaca, memberi vote, dan komentar. Jangan lupa tinggalkan jejak di sini juga biar chapter selanjutnya lebih cepet upnya :')

Yogyakarta, 3 Februari 2019

MERINDU SURGATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang