Prolog

322 18 1
                                    

But when we first meetI got so nervous i couldn't speakIn that very mommentI found the one and,My life have found it's missing pieceSo as long as i live i love youWill have and hold youYou look so beautiful in white

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

But when we first meet
I got so nervous i couldn't speak
In that very momment
I found the one and,
My life have found it's missing piece
So as long as i live i love you
Will have and hold you
You look so beautiful in white.

(Shane Filan- Beautiful in White)

☁☁☁

Happy reading!

Gadis itu mengikat rambut sebahunya dengan ikat rambut berwarna biru muda. Ia tersenyum didepan cermin, melihat pantulan dirinya yang sederhana. Ia segera membuka pintu kamarnya dan menghampiri bundanya yang baru saja memasukkan satu loyang kue kedalam oven.

"Pagi, bunda," Saffa mencium pipi Merisa--bundanya sekilas, lalu mengambil sepotong roti dengan selai bluberi kesukaanya yang sudah tersaji diatas meja. Gadis itu memakan lahap rotinya dan sesekali meneguk segelas susu putih.

"Pagi sayang, adikmu udah bangun?" tanya Merisa, tangannya masih sibuk dengan adonan kue brownis yang sudah teraduk rata.

"Udah, dia katanya gak bareng aku berangkatnya. Bareng temennya kata dia."
"Kamu mau berangkat kapan, sayang? Udah jam enam loh,"

Saffa melirik jam tangan berwarna biru tosca di pergelangan tangannya, matanya mendelik ketika jam sudah menunjukan pukul enam tepat. Ia langsung meneguk susu putihnya hingga setengah, dan memakai tas kebahunya dengan segera.

"Saffa berangkat dulu, bunda." gadis itu hendak mencium punggung tangan ibunya, namun Merisa mencegahnya,

"Tangan bunda kotor, langsung berangkat aja, ya? Hati-hati." Merisa mencium kening anaknya dengan sayang, Saffa mengangguk semangat lantas langsung berlari menuju motornya yang sudah terparkir rapi didepan toko kue milik ibunya.

Saffa mengendarai motor dengan kecepatan rata-rata, karena Saffa masih patuh akan lalu lintas dan lagi, Saffa takut mengendarai motor dengan kecepatan tinggi. Ia sudah membayangkan yang tidak-tidak jika ia mengendarai motor dengan cepat.

Matanya menangkap seorang nenek yang hendak menyebrang, namun tidak bisa karena banyaknya kendaraan yang tidak mau memberikan kesempatan bagi si nenek untuk menyebrang, hati Saffa tergerak untuk menolong sang nenek tersebut. Saffa memberhentikan motornya, lalu turun dari kendaraan beroda dua itu dan menghampiri sang nenek.

"Nenek mau nyebrang?" tanya Saffa, kepalanya sedikit menunduk karena sang nenek yang sudah membungkuk.

"Iya neng, tapi susah dari tadi gak ada yang ngalah buat ngasih nenek nyebrang," ujar si nenek,

"Aku bantu ya, nek?"
"Boleh neng, hayu,"

Saffa merangkul nenek tua itu untuk menyebrang, tangannya terangkat mengisyaratkan para pengemudi jalanan untuk memelankan laju kendaraanya karena ia dan sang nenek hendak menyebrang. Salah satu pengendara dengan seragam sekolah yang serupa dengan Saffa berhenti, mempersilahkan dua orang itu menyebrang, Saffa tersenyum tanda mengucapkan terimakasih. Lalu mengajak sang nenek menyebrang hingga sampai di sebrang jalanan.

Di balik helm full face hitam itu ia tersenyum, melihat kebaikan gadis pujaannya. Tempat ini, ya, tempat dimana mereka pertama kali bertemu. Tapi tak saling memberi nama, hanya melempar senyuman. Namun ia ingat dengan jelas nama sang gadis, yang tertera di kemeja putih SMPnya dulu. Saffa Keenan Aleyski. Tak banyak yang berubah dari gadis itu, terutama senyumannya yang indah, membuat siapapun yang melihatnya ikut tersenyum merekah.

Suara klakson mobil membuyarkan lamunannya, ia melihat kearah Saffa yang sedang tersenyum karena telah di puji sang nenek, ia ikut tersenyum lalu menancapkan gas motornya dan kembali melaju menuju sekolah.

-Asa-

Terimakasih sudah membaca cerita "Asa" semoga kalian menyukai cerita aku ini ya? Gimana prolognya? Eheheheheeh penasaran, kan?

Jangan lupa vote & comment ya!

See you in next chapter!😁

AsaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang