21:: Sebuah Senyuman

97 10 7
                                    

Sungguh, senyumanmu layaknya nikotin, membuatku candu.
Ya, walaupun bukan di peruntukkan untukku.

-Aslano Xavier-

🔸🔸🔶

Happy reading!

Suara bel berdering terdengar
nyaring, membuat seisi sekolah Cakra Bangsa ramai dengan serentaknya, para siswa berhamburan dari kelas mereka masing-masing. Enam orang siswa terlihat sedang bermain basket disana, sekumpulan siswi-siswi berdiri di pinggir lapangan, ada juga yang mengamati mereka lewat balkon lantai dua dan tiga, melihat kelihaian keenam orang itu memasukkan bola ke dalam ring. Sesekali terdengar teriakan ketika mereka mencetak skor pada permainan bola besar itu. Tak terkecuali dengan dua gadis yang sedang menikmati coklat batangan di balkon lantai dua. Saffa dan Natali memandang asyik ke bawah, ikut menontoni para siswa yang sedang bermain basket.

"Baik kan gue mau nemenin lo nunggu Rahman yang lagi rapat osis?" seru Saffa, lalu menggigit coklat yang didalamnya terdapat kacang almond itu.

"Lo baik kalo ada upahnya doang, males." Natali mencoba merebut coklat yang di pegang Saffa namun dengan gesit gadis itu tepis.

"It's mine!!!" ujarnya lalu menjurkan lidah, padahal coklat itu ingin Natali berikan pada Rahman, tadi ia meminta Saffa untuk menemaninya menunggu pacarnya itu, namun Saffa minta upah, dan alhasil coklat itu menjadi korbannya.

"Lo tadi istirahat kedua kemana sama kak Aslan?"

Pertanyaan Natali membuat Saffa mendengus sebal, lantaran ia telah di buat takut habis-habisan oleh cowok itu. Bahkan Saffa sempat di omeli oleh bu Pita--guru Biologinya karena ia izin ke kamar mandi berdua dengan Natali. Bu Pita tipe guru yang tidak mengizinkan siswanya ke toilet berdua, harus seorang diri.

"Nat, lo tau Nam Dok Mai?" tanya Saffa penasaran, ia jadi teringat ucapan Aslan saat cowok itu menyuruhnya untuk menanyakan hantu itu ke seluruh siswa sekolahnya.

Natali terbatuk-batuk, Saffa mengambil botol minumnya dari tas lalu memberikannya pada Natali, "Heh, lo kenapa?"

"Saffa lo gila, ya! Jangan sebut-sebut hantu pohon mangga itu,"

"Apaansih orang gue cuma nanya, emang beneran ada?"

"Iya ada, Rahman aja ngelarang gue main-main ke belakang perpus. Katanya 'dia' ada disana. Udahlah gak usah di bahas, lagian lo tumbenan nanya soal ginian, lo kan paling takut soal hantu." ujar Natali, gadis itu mengambil ponselnya dari saku dan memainkannya.

Saffa mendengus, Rahman melarang Natali untuk main-main ke belakang perpus, tapi Aslan malah mengajaknya kesana. Saffa berjanji pada semesta saat bertemu Aslan nanti ia akan mencubit habis tangan cowok itu.

Saffa menoleh ke arah Natali saat gadis berambut sebawah bahu itu memekik, ternyata Rahman sedang menjahili pacarnya itu dengan menutup matanya.

"Siapa sih?!" Natali meraba tangan besar yang menutupi matanya itu, Saffa memutar bola matanya jengah, pasti ia akan jadi nyamuk lagi.

"Pura-pura gak tahu deh lo, kutu!"

"Dih beneran gak tau gue!"

Rahman memberi kode pada Saffa untuk diam, namun dibalas tatapan jahil oleh gadis itu.

"Rahman, Nat."

Rahman melepas tangannya kemudian berdecak, "Ah, lemes banget sih?"

Saffa dan Natali tertawa terbahak melihat raut wajah masam dari ketua osis mereka itu.

AsaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang