17:: Taruhan?

109 8 3
                                    

Sometimes i wonder when you sleep
Are you ever dreaming on me?
Sometimes when i look into your eyes
I pretend you're mine all the damn time.
'Cause i like you

(Taylor Swift- Delicate)

Happy reading!

Langit berubah warna menjadi jingga, tanda senja sudah menyapa. Gadis itu mengikat rambut sebahunya yang sudah mulai memanjang itu lalu menerima sebuah helm yang di berikan cowok di hadapannya. Motor birunya yang biasa setia menemaninya kemana-mana itu terpaksa ia tinggalkan mengingat tadi ayahnya yang sudah lama ia tidak jumpai itu datang dan memintanya untuk bicara di kafe.

"Naik, pelan-pelan." seru Aslan di balik helm full facenya. Aslan akan mengantarkan Saffa pulang, karena motor cewek itu telah terlebih dahulu sampai ke rumahnya, berkat orang suruhan Hamish--ayahnya Saffa.

"Lan, lo ada kacamata hitam, gak?" bukannya naik ke atas motor hitam besar Aslan, Saffa malah melempar sebuah pertanyaan yang membuat Aslan membuka helm-nya dan menatap gadis itu bingung.

"Buat apa?" tanya Aslan sambil melepas hoodie hitamnya dan mengikatkannya di pinggang Saffa, guna menutupi pahanya yang akan otomatis terekspos saat gadis itu menaiki motor besar Aslan.

"Gue nanya lo nanya balik. Jawab dulu!" seru gadis itu, rupanya ia tak sadar apa yang baru saja Aslan lakukan. Jadi dia tidak sama sekali memprotes.

"Iya ada, punya nyokap gue tapi, kemarin dia taruh di jok motor gue."

"Pinjem."

"Buat apa dulu?"

Saffa berdecak, Aslan menjadi banyak tanya padahal sedari tadi cowok itu hanya diam sambil merangkul bahu Saffa yang bergetar, "Buat di pake, lah. Takut kelilipan di jalan." jawabnya.

"Tumben," Aslan turun dari motornya, membuka jok kecil motor hitam itu dan benar saja di dalamnya ada sebuah kaca mata hitam. Jika saja suasana hati Saffa sedang baik pasti cewek itu akan habis-habisan mengejek Aslan.

Setelahnya kedua remaja itu melesat keluar dari kafe menuju rumah Saffa. Aslan mengatur letak spionnya agar ia bisa melihat gadis yang ia boncengi itu. Ternyata kedua bahu gadis itu berguncang, bibir bawahnya digigit, tangan gadis itu pun meremas kuat-kuat kemeja putih yang dikenakan Aslan, dan samar-samar terdengar sebuah isakkan.

Aslan tidak memberhentikan laju motornya, tak ingin mengganggu Saffa, mungkin gadis itu perlu mengeluarkan apa yang sedari tadi ia tahan, agar perasaannya jauh lebih tenang. Terkadang menangis membuat seseorang menjadi lebih rileks setelah menghadapi sebuah masalah.

Setelah perjalanan yang lumayan lama karena Aslan memelankan laju motornya, akhirnya dua orang itu sampai di depan sebuah rumah yang terdapat sebuah papan iklan yang bertuliskan 'Aleyski's Bakerry'. Aslan melirik ke kaca spionnya, jalur-jalur air mata yang tadi recetak di pipi putih gadis itu telah tiada. Saffa turun dari motor Aslan, melepaskan helm-nya dan memberikan benda itu pada Aslan.

"Lo kuat, lo hebat." seru Aslan seraya merapihkan rambut Saffa yang berantakan karena dibelai angin.

Gadis itu merespon dengan anggukan dan sebuah senyuman yang menular pada bibir merah muda milik Aslan. Saffa menarik nafas panjang lalu menghembuskannya. Ia melangkah masuk ke dalam rumahnya, disambut dengan pemandangan Najwa dan Merisa yang tengah menghitung hasil penjualan hari ini.

"Assalamualaikum, anak bunda Merisa yang paling cantik sedunia ini sudah pulang!!!" teriak Saffa sambil berjalan dan beloncat-loncat ria menghampiri Merisa lalu mencium punggung tangannya.

AsaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang