TLLTY [14]

1.6K 196 147
                                    

Jangan membuatku terbang, jika tak ada niatan bertanggung jawab.

......

Selama di perjalanan, baik Agra maupun Kinan, sama-sama terdiam. Mereka berdua larut dalam pikiran masing-masing. Dengan kecepatan sedang, Agra melajukan motornya, menuju alamat yang sudah Kinan beritahukan sebelum mereka gerak. Siang yang cukup panas, menghasilkan peluh keringat di dahi Kinan. Kinan mengelapnya dengan tisu yang baru saja dia ambil di saku celananya.

Dari pantulan kaca spion kiri, Agra memperhatikan Kinan yang tengah menghapus keringat. Detik itu juga akalnya bekerja dan hatinya berteriak, mengapa dengan gampangnya, tubuhnya menghampiri Kinan kembali saat dilihatnya Cakra menarik paksa Kinan, tadi.

Seolah hatinya memberontak untuk segera menjauhkan Kinan dari Cakra. Agra benar-benar tidak mengerti mengapa reaksi tubuhnya mendadak susah untuk dia kontrol sendiri. Bahkan hari ini dia kembali melanggar larangan yang dia buat untuk dirinya sendiri. Agra ikut campur ke dalam urusan Kinan dengan Cakra dan terlihat begitu peduli pada Kinan.

Entahlah. Agra benar-benar tak percaya atas dirinya. Untuk saat ini, Agra hanya mengikuti apa reaksi tubuhnya. Tapi, tetap saja, dia tidak akan membuka hatinya untuk Kinan.

"Agra kan nggak mau, kenapa tadi balik lagi?" tanya Kinan setengah berteriak karena posisinya mereka sedang di jalan raya. Suara kendaraan lebih besar daripada suaranya.

Agra dengar tetapi dia memilih tidak bersuara.

"Agra nggak suka kalau Cakra gangguin aku ya? makanya muncul lagi?" lagi-lagi Kinan bertanya. Selama laki-laki itu, Agra, banyak omong adalah hobi Kinan.

"Jawab dong, Agra. Jangan diem terus," Kinan menarik-narik kecil jaket hitam yang dikenakan Agra.

"Cemburu ya sama Cakra?" Kinan menyerongkan kepalanya. Agar dapat melihat wajah Agra, meski hanya bisa dari samping. Ekspresi Agra datar. Laki-laki tampan itu tetap fokus pada jalanan. Sama sekali tidak melirik Kinan.

"Kalau Agra nggak dateng, mungkin sekarang ini yang boncengin aku bukan Agra, tapi Cakra," Kinan berkata dengan suara pelan, namun mampu Agra tangkap sebab suara kendaraan tidak terlalu bising seperti tadi.

"Jangan pernah pergi bareng dia," cicit Agra sangat pelan.

Kinan kembali mencondongkan kepalanya, "Hah? Apa Agra? Barusan Agra ngomong apa? Aku nggak denger."

"Nggak ada. Cepetan turun! Udah sampai!" sentak Agra lalu menghentikan motornya. Memarkirkannya di tempat khusus parkir. Dengan berat hati Kinan turun, padahal tadi jelas-jelas kalau Agra ada bilang sesuatu.

"Mau apa lo ke gedung ini?" tiba-tiba Agra bertanya. Dia sudah berdiri di samping Kinan tanpa melepas jaketnya. Wajahnya terlihat bingung sekaligus penasaran.

"Ada perlu, Agra. Ayo kita ke dalam," Kinan berjalan lebih dulu. Agra mengikutinya. Kinan mengamati interior kantor rekan bisnis Mr. Brown. Kinan terpukau akan desain yang begitu elegan. Bersih dan benar-benar nyaman. Dia sempat berpikiran bahwa siapapun yang berhasil mendapatkan kesempatan bekerja di sini, pasti gajinya sangat besar. Lihat saja gedung kantornya sangat tinggi dan luas.

Mereka memasuki lift, Kinan menekan tombol 30. Kinan sempat dikasih tahu oleh Brown, di mana letak ruangan Mr. Albert dan ada di lantai berapa. Makanya, dia tidak bertanya lagi pada resepsionis. Melupakan sejenak keindahan bangunan ini, Kinan mendadak terserang kegugupan serta ketakutan. Sebentar lagi, dia akan bertemu Tuan Albert, pria yang sekurang ajarnya mengajaknya bermalam di hotel dan ternyata adalah salah satu rekan Mr. Brown.

Sungguh, Kinan benar-benar gugup. Kinan mengepalkan tangannya erat agar gemetar yang dia rasakan dapat berkurang. Namun sia-sia. Dan semua keanehan Kinan, tidak satu pun yang terlewatkan oleh Agra. Agra diam-diam memperhatikan setiap kelakuan Kinan, gerak-gerik tubuhnya membuat Agra mati penasaran.

The Last Letter To YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang