TLLTY [54]

998 86 3
                                    

Nggak ada bakat nulis, sukanya mengkhayal doang. Jadilah ketiga karyaku. Salah satunya cerita TLLTY ini. Maklumi kalau kurang ngena ceritanya di kalian, karena aku masih sangat-sangat pemula.

Ps: Beberapa part menuju ending.

~~~

Agra terperangah diikuti manik yang melebar saat dengan santainya Adira menciumnya tepat di bibir. Melumatnya sedikit rakus dan tanpa disadarinya tangan perempuan itu sudah melingkari lehernya.

Serangannya begitu tiba-tiba. Agra dibuat tak berkutik sampai di detik berikutnya dia mendorong pelan bahu Adira hingga punggungnya mentok ke dinding. Tubuhnya ambruk di lantai karena terlalu mabuk.

Agra terpaku, memandangnya getir. Dinginnya bibir Adira entah kenapa menyentil hati kecilnya. Sepertinya, apa yang telah menimpa perempuan itu terlampau berat. Tidak menyangka jika Adira yang dia kenal sejak kecil, sangat dekat dengan dirinya, sosok yang sangat benci mabuk-mabukkan, ternyata menyentuh minuman laknat yang paling tidak Agra sukai.

Pikirannya melayang, menerka-nerka sesuatu yang sudah dengan lancang mengguncang perasaan Adira. Tapi, sebelum terlalu jauh berpikir, Agra bergerak membopong Adira menuju kamarnya. Membaringkannya di ranjang kemudian menyelimutinya sampai sebatas perut. Agra duduk di pinggir ranjang, mengamati setiap lekuk wajah sembab sehabis menangis itu. Ada luka yang tak bisa Agra tembus saat dia menyorotnya dalam.

Tangannya tergerak mengusap peluh keringat yang membanjiri kening Adira lalu naik ke atas, beralih menghalau sejumput anak rambut yang menutupi mata perempuan itu.

"Apa yang udah terjadi sama lo, Ra? Kenapa lo sekacau ini?" tanya Agra sendu walau dia tahu Adira tak bisa mendengarnya, "Lo tahu... gue merasa gagal jagain lo."

"Gue keterlaluan, ya, Ra? Bisa-bisanya gue nggak memikirkan lo sama sekali sementara gue malah enak-enakan pacaran?" ucap Agra lagi yang diluputi rasa bersalah, "Maafin gue, Ra. Gue sahabat nggak berguna."

Lelaki itu tertunduk lesu sembari meraih satu tangan yang terasa dingin itu dan mungkin akan menghangat bila dia genggam.

Melupakan sosok yang sejak setengah jam lalu menunggunya tanpa kepastian. Saat ini, sedih bercampur khawatir tengah Kinan rasakan.

Terdengar suara detakan jarum jam memenuhi seisi ruangan. Selama kurang lebih lima menit Agra menikmati kedamaiannya, sebelum ingatannya pulih. Kinan masih berada di apartemennya.

"Shit!! Gue benar-benar lupa!"

Berlari menaiki tangga darurat adalah jalan tercepat yang Agra ambil. Menemukan Kinan mondar-mandir di depan pintu apartemennya. Kehadiran Agra di ujung lorong, membuat hal-hal negatif yang bersarang di benaknya menguap begitu saja. Kinan mengambil langkah lebar untuk memeluk erat lelaki itu seakan malam ini perpisahan terakhir mereka.

Tangisnya pecah detik itu juga. Mungkin akan terlihat lebay bagi Agra tapi tidak untuk Kinan. Kekhawatirannya begitu besar sampai otaknya serasa ingin pecah.

"Maafin aku udah ninggalin kamu sendirian," Agra balas memeluknya, "Kamu nggak kenapa-napa kan selama aku pergi?"

Kinan menggeleng lemah di pelukannya, "Nggak pa-pa kok. Justru pertanyaan itu pantasnya buat kamu. Kamu nggak kenapa-napa, kan? Aku takut banget sesuatu yang buruk terjadi sama kamu."

Perkataan Kinan membuat Agra terdiam sejenak. Di saat dengan teganya dia meninggalkan perempuan itu seorang diri tanpa sebuah pamit bahkan penjelasan apapun, lihatlah sekarang. Kinan lebih peduli pada keadaannya. Lebih mementingkan ketakutannya pada orang lain daripada ketakutannya sendiri. Agra tahu bagaimana takutnya perempuan itu melihat dari pancaran matanya saja, Agra bisa menebaknya.

The Last Letter To YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang