Kata hati menuntunku melakukan hal bodoh. Bodoh karena terus mengejar sementara kamu menghindar
......
Raveena Café
Menurut Nathan, nama Raveena sangat tidak asing dipendengarannya. Padahal, dulu dia sering nongkrong di sini baik bersama teman-teman kuliahnya ataupun Kinan sebelum dia berangkat ke luar negeri. Saat itu, nama kafe ini sangat asing baginya. Tidak seperti sekarang, sangat tidak asing. Seperti nama seseorang yang dia kenal.
Tidak mau ambil pusing soal itu, Nathan mengalihkan pandangan yang semula mengamati dekorasi kafe, berganti memandang Kinan yang tengah kalem, memakan es krimnya. Tidak menyadari bahwa Nathan terus tersenyum padanya.
"Pelan-pelan makan es krimnya, Baby. Entar kena baju kamu," Nathan memperingati seraya memberi dua helai tisu pada Kinan dan diterima olehnya.
Dering ponsel Nathan tiba-tiba berbunyi. Nathan merogoh saku celananya dan langsung menekan tombol hijau pada layar, lalu menempelkannya di telinga kanannya. Sepuluh menit berlalu, Nathan selesai berbincang-bincang dengan si penelepon. Dia balik menatap kesayangannya dengan raut tak enak.
"Kamu nggak apa-apa aku tinggal sendiri?" pertanyaan yang keluar dari bibir Nathan, berhasil menghentikan kegiatan Kinan.
Kinan menghentikan kegiatannya dengan kening mengerut, "Emang kamu mau ke mana?"
"Temen lamaku ada di kantorku sekarang. Dia ingin membicarakan masalah pekerjaan. Kau tak apa kan aku tinggal sendirian?" dalam hati, Nathan mengutuk teman lamanya yang sudah menunggunya di kantor tanpa janjian padanya terlebih dulu.
Alhasil, Nathan harus meninggalkan Kinan tanpa ada siapa-siapa yang menjaga perempuan manis itu. Nathan khawatir bahaya mendekati perempuan kesayangannya.
Tersenyum lembut, Kinan menganggukkan kepalanya, "Iya, nggak apa-apa kok. Yauda kamu cepetan ke kantor gih, keburu temen kamu lama nungguinnya."
"Iya, Baby. Kalau ada yang macem-macem sama kamu, kamu hubungin aku secepatnya, ngerti?"
Sebenarnya Nathan tak rela jika harus pergi di saat dia belum lama menghabiskan waktunya dengan Kinan, tapi dia juga tak bisa menolak dan mengusir temannya begitu saja. Bagaimana pun Nathan sudah lama tidak berjumpa dengan teman kuliahnya.
"Iya, Nathan."
"Begitu es kamu habis, langsung pulang ke rumah ya Baby. Jangan kemana-mana lagi. Aktifin terus ponsel kamu biar aku bisa telepon kamu buat tau kamu udah di mana."
"Siap Bos!"
Nathan nyerocos lagi. Kayak ibu-ibu yang takut anak kecilnya tidak pulang ke rumah, "Ingat, jangan nyangkut ke tempat lain. Begitu aku pulang, kamu wajib udah ada di rumah."
Hembusan napas lelah terdengar, Kinan memutar bola matanya malas, "Mau berapa kali lagi kamu ngomong begitu terus, Nathan? Kamu tenang aja. Pokoknya pas kamu pulang, aku udah ada di rumah. Janji deh."
Si tampan tersenyum lega, "Maaf. Aku cuma nggak mau kamu kenapa-napa. Yauda, aku pergi dulu ya, Baby," pamit Nathan seraya mengecup pucuk kepala Kinan. Menyisakan Kinan seorang diri dengan Nathan yang sudah berlalu pergi.
"Makin bawel aja sih kamu Nat," gumamnya pelan. Mulai mengamati satu persatu pengunjung disekitarnya dan sesaat Kinan terpaku untuk waktu yang lumayan lama, melihat seseorang di salah satu meja tak jauh dari posisinya. Laki-laki itu sedang membaca buku.
"Itu Agra kan ya?" Kinan mengucek-ucek matanya, memastikan penglihatannya. Seketika maniknya berbinar cerah. Lantas Kinan bangkit, menghampiri Agra. Tidak lupa membawa tasnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Last Letter To You
RomansaKisah ini tentang sebuah kepahitan hidup, tentang pengorbanan yang sengaja diabaikan dan tentang surat-surat cinta yang dibiarkan teronggok mengenaskan tanpa ada satupun yang terbalaskan.