Banyak hal mengerikan kerap terjadi dalam hidupnya dan malam ini yang terparah. Malam di mana dirinya tidak bisa lagi menghindar bahkan melarikan diri sekalipun. Yang Kinan bisa lakukan hanyalah memeluk tubuhnya sendiri bersama rasa ketakutannya, dikurung di sebuah kamar luas dengan lelaki mabuk.
Dan rasa ketakutan yang menyekapnya sampai rasanya bernapas dengan normal pun sulit, mendadak menjadi keterkejutan luar biasa.
Sumpah! Ini lebih mengejutkan daripada mengetahui Agra telah membohonginya dengan berpura-pura mencintainya.
"Ca-cakra?" panggilnya menyakinkan diri sendiri jika sosok itu beneran Cakra. Entah kenapa Kinan malah tergagap.
Rasa penasarannya semakin membuncah. Pasalnya, lelaki itu bungkam setelah menyebutkan namanya beberapa menit lalu.
Gelapnya ruangan, mengekang ruang geraknya untuk menemukan di mana letak sakelar. Kinan berusaha berdiri dengan menyeret punggung kecilnya yang menempel di dinding, ke atas secara perlahan serta kakinya yang lemas membantunya sebagai penyanggahnya dalam bergerak, saat dilihatnya figur lelaki itu berjalan sempoyongan ke arahnya, dia gemetaran. Tubuhnya kembali ambruk di lantai. Pandangannya menciut.
Semakin dekat dan dekat, Kinan memejamkan matanya, takut. Kinan tidak ingin tahu apalagi melihat wajah lelaki itu.
Lampu ruangan seketika menyala, terang benderang. Kinan menutup kedua telinganya begitu suara hantaman memasuki indera pendengarannya. Lamat-lamat kelopak matanya terbuka dan kian lebar begitu dilihatnya lelaki itu terjatuh sambil meringis, memegangi kepalanya.
Penerangan yang cukup membuatnya dengan cepat mengenalinya dan memang benar itu Cakra. Mendekati lelaki itu, keputusan tercepat yang Kinan ambil.
"Aku nggak nyangka ini kamu, Cakra." Perasaan Kinan melega meski jauh sebelumnya dia was-was. Sesaat, diperhatikannya lagi setiap lekuk wajah lelaki itu lalu setelahnya Kinan mencoba memapahnya untuk bangkit. Namun, erangan serta penolakan yang dilakukannya, berhasil menumbangkan Kinan. Kinan tidak sanggup mengangkat tubuh besar itu.
"Penampilan kamu kacau banget. Sebenarnya kamu ada masalah apa sih? Kenapa sampai mabuk gini?" sekali lagi Kinan mencoba dan lagi-lagi gagal.
Cakra merasa kepalanya semakin oyong. Tangan Kinan yang hendak menggapainya, terus dihalaukannya. Efek alkohol memperdaya kondisinya. Biasanya, minum sampai enam kali tegak, tak sampai menumbangkannya. Tapi entah kenapa malam ini respon tubuhnya berbeda. Sangat lemah.
"Ini aku, Kinan. Kamu dengar aku kan, Cak?" katanya sembari menepuk-nepuk pelan pipi Cakra. Cakra tampak menyipitkan mata. Tak ada acara penolakan lagi. Kinan memanfaatkan ketenangannya dengan memapah tubuhnya menuju ranjang. Kinan menidurkan Cakra di sana.
"Sampai kapan aku harus menahan diri?" Lelaki itu mulai hilang kendali. Gerakan melepas jaket yang Cakra kenakan, tertunda karena perkataannya. Kinan termangu sepersekian detik.
"Aku terluka, Kinan. Hatiku hancur." Cakra merancau tidak jelas. Telunjuk kanannya mengarah tepat di dadanya, "Kamu tau? Di sini, rasanya sangat sakit. Kamu menyakitiku."
"Pasti tadi kamu minumnya banyak banget? Omongan kamu jadi ngelantur kemana-mana." ujar Kinan buru-buru melanjutkan kegiatannya yang tertunda kemudian melempar jaket ke sembarangan tempat lalu bergantian melepas sepatunya.
Mereka bilang, perkataan seseorang yang sedang mabuk itu memang benar adanya. Sebuah kejujuran yang tak bisa disangkal lagi kebenarannya setelah terlepas dari pengaruh alkohol.
Kinan sungguh tidak mengerti kenapa Cakra mengatakan itu. Dan dia siapa yang Cakra maksudkan?
"Apa hebatnya Agra, hah? Dia sama-sama berengsek sepertiku. Kenapa kamu lebih memilih dia yang jelas tidak pernah mencintaimu ketimbang pria yang mencintaimu dengan tulus?"
KAMU SEDANG MEMBACA
The Last Letter To You
RomanceKisah ini tentang sebuah kepahitan hidup, tentang pengorbanan yang sengaja diabaikan dan tentang surat-surat cinta yang dibiarkan teronggok mengenaskan tanpa ada satupun yang terbalaskan.