TLLTY [31]

1.3K 138 55
                                    

Takdir seolah lebih gesit mempertemukan kita kembali.

......

Cinta hadir seiring berjalannya waktu.

Kinan tahu kalimat itu sering terjadi di antara dua orang yang sebelumnya tak pernah saling kenal, di antara sepasang sahabat berbeda jenis, sesama teman dekat, dan parahnya sesama anggota keluarga sendiri.

Omong-omong soal itu, sampai saat ini Kinan tidak habis pikir bagaimana bisa Nathan dengan mudahnya menaruh hati pada Adiknya sendiri. Kinan belum bisa menerima kenyataan aneh itu. Perkataan Nathan tempo hari benar-benar membuatnya pusing.

Ya, sejak Nathan jujur akan perasaannya, Kinan perlahan-lahan menjauhi Nathan. Kinan tidak ingin seperti perempuan pemberi harapan palsu untuk rasa yang tak bisa dia balas. Makanya itu, Kinan memilih menjaga jarak dari Nathan. Pria yang dulunya menjadi tempat dirinya berlindung dan berkeluh kesah, kini sebatas orang asing yang tak lagi bertegur sapa.

Mengenyahkan segala pikiran yang berkecamuk di otaknya, Kinan buru-buru keluar dari kamar mandi setelah mengenakan baju kaus bertangan panjang serta bawahan celana jeans pendek selutut. Kinan duduk di depan meja rias, menaburkan sedikit bedak ke area wajahnya agar tidak kelihatan pucat.

Kinan sakit. Sudah dua hari dan tidak ada yang tahu tentang itu. Baik Agra maupun orang-orang di rumahnya. Kinan sengaja tidak memberi tahu siapa-siapa karena takut membuat mereka khawatir. Lagipula, hubungannya dengan Nathan sedang dalam kondisi buruk. Mana mungkin mereka berbicara satu sama lain.

Drtt!! Drtt!! Drtt!!

Getaran ponselnya yang tergeletak di atas nakas, mengalihkan fokusnya. Kinan meraihnya dan mengeceknya. Sebuah pesan beruntun dari Cakra dia dapatkan.

Cakra

Plis, dengerin penjelasan gue, Nan.

Ketemuan ya?

Kebetulan gue lagi di kafe dekat kampus. Gue nunggu lo di sini. Plis, dateng, ya.

Apapun yang lo ingin ketahui tentang masa lalu gue dan Agra, gue siap jawab dengan sejujur-jujurnya.

Sungguh, laki-laki itu keras kepala. Seberapa keras Kinan mencoba menjauhkan diri, Cakra tetap tak gentar mendekatinya, mengajaknya bicara walau sebenarnya dia ingin sekali membalas perlakuan Cakra yang terkesan menjaganya dengan baik. Layaknya dia seorang adik.

Pantaskah Kinan memperlakukan Cakra dengan jahat sementara ketika dirinya bersedih, lelaki itu selalu ada untuknya, menghiburnya hanya dengan menggunakan sebungkus tisu dua ribuan?

Dan masih banyak lagi yang Cakra lakukan untuk dirinya. Kinan belum sempat membalas kebaikannya. Kinan merasa tidak tahu diri mengingat dia malah menghindar, bukannya balas budi.

Tanpa memperdulikan nasib Cakra di sana, Kinan melempar benda pipih itu ke atas bantal bersamaan Nathan yang masuk ke kamarnya dengan tampang kusut. Kinan menyibukkan diri, menyapu rambutnya pakai vitamin agar wangi dan halus. Dia menganggap seolah-olah Nathan tidak ada.

"Sampai kapan kamu mendiamkanku?" Nathan bertanya lesu. Kemeja putihnya tergulung sampai sikut. Permukaannya kucel seperti habis di bawa tidur. Saat ini dia duduk tepat di belakang punggung kecil Kinan. Duduk lemas di atas kasur. Matanya lurus menatap rambut panjang terurai itu. Rambut yang dulunya sering Nathan elus, sekarang tinggal aromanya saja yang terhirup tanpa bisa menyentuhnya lagi.

"Apa kamu tidak kasihan padaku sama sekali?" lanjut Nathan, "Lihatlah keadaanku. Aku kacau dan penyebabnya itu kamu. Kamu bertingkah seakan-akan teramat membenciku. Hatiku hancur, Kinan."

The Last Letter To YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang