TLLTY [32]

1.2K 119 52
                                    

Seseorang yang benar-benar baik dan tulus adalah seseorang yang mengesampingkan kebahagiaannya demi kebahagiaan orang lain.

......

Langkah Kinan menggantung di depan pintu ruang perpustakaan saat maniknya bertemu dengan manik Nathan yang berdiri tidak jauh darinya dengan ponsel tertempel di telinga kirinya. Berupaya untuk tetap bergeming meski ponselnya yang tersimpan di saku celananya terus bergetar pertanda ada telepon masuk.

Kinan sangat yakin jika itu adalah Nathan. Keyakinannya terbukti saat Nathan menurunkan ponselnya, getaran yang dirasakannya pun ikut berhenti. Kinan mendengus lalu berganti haluan menuju kemana saja asal tidak bertemu dengan Nathan dan menunda keinginannya meminjam buku.

"Kinan!"

Panggilan Nathan diabaikan oleh Kinan dan dia secepat mungkin menjauh dari keramaian, menghindari beberapa pasang mata yang menatap ke arahnya. Walaupun menjadi pusat perhatian sudah biasa baginya, sebab dahulu sewaktu mengejar Agra, para mahasiswa yang berlalu lalang disekitarnya, secara terang-terangan memandangnya. Bahkan ada satu diantaranya mengatakan jika Kinan perempuan tidak tahu malu. Kinan tidak peduli. Toh, ini hidupnya, terserah dia mau ngapain.

Namun, kali ini rasanya berbeda drastis. Kinan merasa malu ketika penghuni kampus meniliknya intens, seakan dirinya hama yang harus segera dibrantas sebab di belakang sana, Nathan memanggil-manggil namanya. Urat malunya yang dulunya putus mungkin sudah lama tersambung lagi karena sekarang Kinan resmi berpacaran dengan Agra. Agra pun berubah menjadi lebih baik dan menghargai perasaannya.

Mengambil jalan kanan, Kinan bergegas keluar gerbang, tapi Nathan tampaknya lebih tangkas menarik pergelangan tangannya sehingga mau tidak mau Kinan membalikkan badannya, menghadap Nathan dengan raut tak senang seraya mengurai pegangan itu.

"Ada apa ya, Pak?" tanya Kinan berekspresi datar. Menganggap figur Nathan sama seperti dosennya yang lain. Sebisanya Kinan berucap sopan.

"Plis, jangan terus-terusan menghindar dari aku, Baby," Nathan memohon. Mukanya pucat seperti mayat hidup dan jelas itu karena Kinan, "Cukup di rumah aja kamu kayak gini. Enggak untuk di kampus."

Kinan memaksakan senyum terbit di ujung bibirnya walau sulit, "Koreksi, Pak. Nama saya Kinan bukan Baby. Bapak salah orang." ujarnya dingin.

Nathan menggeleng, "Enggak. Aku nggak salah. Aku memang lagi ngomong sama Kinan yang sering aku panggil Baby. Perempuan yang aku cintai. Tolong jangan membuat pembatas diantara kita berdua, Baby. Kamu tau, aku butuh kamu. Aku terbiasa ada kamu."

Mendengar kata cinta yang terucap dari mulut Nathan, seketika Kinan berang. Maniknya menajam disertai dengusan kasar bak seorang pyschopath.

"Kamu benar-benar nggak punya malu, Nath? Menyatakan perasaan pada Adikmu sendiri dan parahnya ditolak tapi masih gigih mengejar?" Kinan tersenyum kecut. Perkataannya barusan tentu menamparnya telak, menyindirnya bahwa dirinya pernah berada di posisi itu. Menjadi sosok Nathan, dihadapan Agra. Sama halnya, Agra menolak perasaannya mentah-mentah, Kinan tak gentar menyerah.

"Buang perasaan kamu! Sampai kapanpun kamu nggak akan bisa mendapat balasanku! Aku nggak cinta sama kamu! Harus berapa kali lagi aku ingatkan?!" Kinan mengepalkan tangan erat-erat. Sesak di dadanya terasa menyakitkan.

Pria itu menggeleng sekali lagi. Gelengannya melemah menandakan dia tidak berdaya saat ini. Bahkan jauh sebelum hari ini tiba.

"Aku nggak apa-apa mencintai kamu sendirian. Kamu ada di sisi aku aja, aku bersyukur banget tanpa perlu kamu cintai balik. Aku tahu cinta nggak bisa dipaksakan. Tapi disini aku nggak memaksa kamu untuk terima perasaan aku. Aku cuma mau kamu tahu kalau aku mencintai kamu."

The Last Letter To YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang