TLLTY [62]

866 88 40
                                    

Aku kembali lagi nih.
Btw lewat dari perkiraan, tllty tamat gak di part 60.
Kalo lupa alur bisa baca beberapa part terakhir okey😚

~~~

Mata tajam Agra tak lepas menyorot ke arah di mana Adira tengah tertidur pulas di atas ranjangnya. Lebih dari setengah jam dirinya menunggu sadarnya Adira dan selama itupula Agra betah dalam duduknya. Mengabaikan puluhan pesan yang masuk ke ponselnya yang dia tebak pasti Kinan.

Kinan?

Seketika Agra teringat sesuatu. Ah, astaga, Agra lupa. Perempuan itu kan tadi datang ke pesta Abyan bersama Cakra.

Ya, Agra ingat sekarang. Gara-gara panik melihat Adira pingsan dia jadi lupa tujuan awalnya yang hendak menghantamkan pukulan telak di wajah Cakra karena sudah lancang mendekati Kinan apalagi Kinan mengenakan gaun terbuka yang ingin sekali dia robek sampai tak berbentuk lagi.

Perempuan itu tidak mendengarkan ucapannya. Peringatannya untuk tidak dekat-dekat dengan Cakra, Kinan abaikan. Agra akan menghukumnya. Pasti. Lihat saja nanti. Saat ini keadaan Adira yang paling terpenting baginya.

Lenguhan panjang menyapa seiring kedua mata Adira yang lamat-lamat terangkat disusul erangan pelan. Butuh satu atau dua menit memulihkan pandangannya sebelum tatapannya jatuh pada sosok Agra yang tetap di tempatnya.

"Masih pusing?" tanya Agra.

"Sedikit." Adira mencoba bersandar di kepala ranjang dan Agra hanya melihat tanpa mau membantunya. Adira menggerutu dalam hati.

"Dari kapan lo mualnya?"

"Semingguan gitu lah, gue pun gak terlalu ingat persisnya kapan. Yang jelas perut gue suka gak nyaman. Bawaannya mual terus." Adira berusaha mengingat tapi segitu saja yang dia tahu. Entahlah, kenapa dia jadi pikun begini. Adira malas membahasnya lagi.

Agra diam setelahnya. Tatapannya menghunus tajam tepat di manik Adira membuat perempuan itu mengernyit bingung. Sepertinya Agra tidak mempercayai kata-katanya. Ah, masa bodo. Untuk apa memikirkannya. Cukup lama diisi keheningan, perut Adira terasa bergejolak dan kali ini Adira tidak bisa menahannya dengan sapuan minyak kayu putih di ujung hidungnya. Adira buru-buru berlari ke arah wastafel yang terletak tak jauh dari ranjang. Adira kembali memuntahkan isi perutnya. Adira merasa ada kejanggalan. Mengapa muntahnya hanya berupa cairan bening? Adira baru menyadarinya.

Apa jangan-jangan.....

Adira segera membekap mulutnya rapat-rapat saat teriakannya hendak lolos. Tubuhnya mendadak oyong. Tembok satu-satunya yang bisa menjaganya agar tidak limbung ke lantai.

"Gak, gue gak mungkin hamil! Gak mungkin!" Adira menjambak rambutnya sembari geleng-geleng tak ingin percaya pada kesimpulan yang dirinya ambil, "Gue ngelakuinnya cuma sekali, gak mungkin langsung berhasil. Pokoknya gak boleh terjadi!"

Atas pengaruh alkohol, tentu Adira tidak mengingat bahwa saat malam panas itu berlangsung, pria yang menidurinya, berkali-kali mendapat pelepasan dan mengeluarkannya di dalam tanpa menggunakan pengaman. Mereka sama-sama terpedaya oleh minuman laknat itu.

"Gue gak mau punya anak! Gue masih muda! Gue pingin hidup bebas! Gue gak mau ngurus anak! Gak mau!" Adira teriak dan dia tidak peduli jika Agra mendengarnya. Mentalnya jatuh. Pikirannya melayang-layang. Kalau memang benar dirinya hamil, Adira harus apa?

Apa dia gugurkan saja? Ah, ya, jalan terbaiknya hanya itu.

"Gue gak mau janin ini ada di dalam perut gue! Gue harus cepat-cepat menggugurkannya sebelum Agra tau," tekad Adira sangat bulat sampai dia tidak sadar jika di belakangnya, Agra tengah memperingatinya melalui sorotan matanya yang menyalang. Adira mendongak, bermaksud melirik penampilannya di cermin. Tapi kehadiran Agra seakan merampas pasokan udara di sekelilingnya. Tenggorokannya tercekat. Rasanya Adira ingin lenyap dari peredaran.

The Last Letter To YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang