Aku dan dia ibarat menggenggam setangkai bunga mawar yang sama. Aku mendapat bagian tangkainya yang berduri, sedangkan dia mendapat bagian bunganya yang indah. Aku sakit sementara dia tersenyum merekah.
•••
Kinan mengigit bibir bagian bawahnya ketika tidak satu pun dia dapati pesannya terbalaskan. Dua jam, Kinan menunggu-nunggu ponselnya menyala. Matanya terus menyorot layar persegi panjang yang tampak gelap itu. Tidak ada tanda-tanda Agra membalasnya. Bibir tipisnya, mencebik sedih. Berakhir menenggelamkan kepalanya di lipatan tangan.
"Nggak ada acara cepika-cepikian nih sama gue?" di samping Kinan, Zerina menopang dagu, memperhatikan tingkah sahabatnya yang tak seperti biasanya, ceria.
Ngomong-ngomong soal Zerina, sudah lebih dari seminggu dia tak kelihatan bersama Kinan, sebab Zerina mendadak pergi ke Singapore, urusan keluarga. Tadi pagi baru sampai dan langsung berangkat ke kampus demi menghapus segala kerinduannya pada sahabat tersayangnya, Kinan. Zerina pikir, setelah Kinan melihat dirinya, sahabat manisnya itu akan lari ke arahnya dengan senyuman lebar. Nyatanya di luar dugaan, justru Kinan lesu dan tidak bersemangat. Dia hanya duduk di pojokan kelas sambil meratapi benda persegi miliknya terus-menerus. Zerina jadi penasaran tapi takut bertanya.
"Gue baru balik loh, Nan, dari negara tetangga. Barang kali lo kangen terus pingin meluk gue, gitu?" Zerina memancing pergerakan bibir Kinan agar terbuka, setidaknya menanyakan kabarnya. Lagi, lagi, Kinan bungkam.
"Lo marah soal gue tiba-tiba ngilang?" kursi yang di duduki Zerina sudah berpindah posisi menjadi berhadapan dengan kursi Kinan. Hari ini Dosen mata kuliah Pengantar Akuntansi mereka berhalangan hadir. Zerina merasa aman semisal keduanya membuka sesi curhat tanpa takut kepergok.
Tidak ada niatan mengucap sepatah kata, Kinan semakin larut dalam kegalauannya. Satu hal yang membuatnya uring-uringan, kedekatan Agra dengan Adira. Malam itu, malam di mana kesucian yang selama ini Kinan jaga, nyaris di renggut pria bejat bernama Alex, Kinan sangat berharap Agra mengangkat panggilannya, berharap Agra, sosok yang amat dia cintai, datang menjadi malaikat tanpa sayapnya, melindunginya, menjaganya dan mendekap erat tubuhnya. Semua hanyalah angan belaka. Kinan hanya bisa tersenyum miris menelan fakta bahwa sampai kapanpun dirinya bukanlah prioritas Agra, melainkan Adira--sahabat lelaki itu.
Justru seseorang yang tidak pernah Kinan harapkan, muncul mengepakkan sayapnya, bersedia memeluknya erat, menyeka air matanya tanpa Kinan minta sekali pun. Kinan bersyukur adanya kehadiran Cakra. Ucapan terima kasih saja tidak cukup membalas pertolongan Cakra padanya.
Andai Agra seperti itu, Kinan pasti sangat beruntung memilikinya di sisinya.
"Nan, ngomong dong. Berhenti nyuekin gue," Zerina memelas dengan menggoyang-goyangkan lengan Kinan, pelan. Perbuatan Zerina lantas di respon Kinan dengan mengangkat kepalanya, menampakkan kedua mata sayunya. Kantung hitam setia menghiasi bawah matanya. Kinan tidak tidur setelah Cakra mengantarkannya pulang.
Kinan mengulas senyum tipis sambil merentangkan tangannya, meminta sebuah pelukan. Paham, Zerina langsung memeluk Kinan, mengelus punggung sahabatnya dengan sayang, "Maafin gue ya, Nan. Gue tau, gue ini bukan sahabat yang baik buat lo. Gue udah ninggalin lo gitu aja tanpa ngasih kabar. Semuanya bener-bener serba mendadak," sesalnya.
"Saat gue mau ngirim kabar ke lo, hape gue ketinggalan di rumah, sementara posisi gue udah di bandara dan nggak punya banyak waktu lagi untuk balik. Dengan terpaksa, gue terbang tanpa megang hape. Sialnya, gue lupa ngasih tau ke lo soal keberangkatan gue. Maaf banget."
Mengurai pelukan, Kinan menatap Zerina lekat, "Lo itu sahabat terbaik gue, Na. Jadi jangan pernah bilang kalau lo gak baik buat gue. Lo mau bersahabat sama gue sampai saat ini aja gue bersyukur banget. Masalah lo tiba-tiba ngilang, gue ngertiin kok. Dan yang paling penting lo udah ada di sini bareng gue."
KAMU SEDANG MEMBACA
The Last Letter To You
RomantikKisah ini tentang sebuah kepahitan hidup, tentang pengorbanan yang sengaja diabaikan dan tentang surat-surat cinta yang dibiarkan teronggok mengenaskan tanpa ada satupun yang terbalaskan.