Seberapa sering kamu mendiamkanku, seberapa sering juga aku mengoceh dihadapanmu. Semakin sering kamu memasang raut datar, semakin sering juga aku tersenyum padamu. Itu aku lakukan, agar saat diriku tak ada, kau akan merindukan hadirku.
......
Baju lengan panjang berbahan wol dengan bawahan celana panjang jeans berwarna hitam serta sepatu flatshoes hitam membungkus kaki putihnya adalah pilihan terakhir Kinan. Setelah dua puluh menit terkuras hanya untuk memilih setelan yang pas guna dia pakai ke kampus hari ini. Sebenarnya, Kinan ingin mengenakan dress longgar selutut yang dia beli beberapa hari lalu. Tapi, mengingat dia harus menemui salah satu dosen Ekonominya-pak Broto, Kinan mengurungkan niat.
Dia segan. Meskipun dress-nya itu tidak ada seksi-seksinya, sama saja. Kinan merasa malu dan tidak enak. Apalagi dosen yang ingin dia temui adalah dosen pria.
Kinan mematut penampilannya di cermin besar di sudut kamar. Rambut panjangnya, dia biarkan tergerai indah dengan sentuhan bergelombang di bagian bawahnya. Menamburkan bedak tipis ke seluruh wajahnya dan tak lupa memoleskan bibirnya dengan liptint.
Sudah sempurna. Kinan meraih tas slempangnya lalu turun ke lantai bawah. Menuruni anak tangga satu persatu. Maniknya memendar ke sepenjuru ruangan, tak mendapati papa tirinya di mana pun. Padahal dia ingin berpamitan.
Dia melangkahkan kakinya ke arah pintu utama. Setengah jam lagi, kelas mata kuliah Manajemen keuangan akan berlangsung dan Kinan harus buru-buru pergi sekarang agar tidak telat. Namun, begitu tangannya mencapai gagang pintu, suara berat dari arah belakangnya menginterupsi. Kinan buru-buru membalikkan badan.
"Kau mau ke mana?" Mr. Brown datang dari arah pintu samping, membawa segelas kopi di tangannya kemudian duduk di sofa ruang tamu. Pria setengah baya itu memandang Kinan datar.
"Aku mau ke kampus, Tuan," cicit Kinan pelan.
"Dengan pakaian seperti itu?" ada nada mengejek terselip di kata-katanya. Brown meneliti Kinan dari atas sampai bawah. Dia berdecih.
Kinan ikut melihat penampilannya. Baginya, tak ada masalah. Ya, meskipun seleranya tak terlalu tinggi, paling tidak nyaman dia pakai. Itu yang penting.
"Aku suka berpakaian simple dan tidak terlalu ribet."
Brown menyesap kopinya dan meletakkan gelasnya ke atas meja, "Ya. lagi pula kau tak pantas memakai barang-barang mahal," Ucapnya santai.
Kinan diam, tak membalas lagi.
"Jangan lupa selepas kuliah kau langsung ke klub. Bantu para pelayan yang lain. Seseorang telah menyewa tempatku untuk merayakan hari ulang tahunnya. Kau jangan sampai telat atau aku akan menghukummu," Brown memperingati.
Kinan mengangguk patuh, "Aku tidak akan telat. Kalau begitu aku permisi,Tuan."
Selesai berpamitan, Kinan langsung keluar rumah. Berjalan kira-kira sampai depan komplek karena taksi tidak ada yang melewati depan rumahnya. Untungnya, jarak dari rumah ke depan sana tidak jauh. Jadi, Kinan tidak perlu berlari.
Disetopnya taksi begitu dia sampai ke jalanan depan. Kinan masuk ke dalamnya dan memberitahu alamat tujuan pada sang supir. Kinan mengatur napasnya yang tersenggal. Tubuhnya bersandar pada sandaran kursi. Pandangannya menjelajahi setiap emperan toko dari kaca mobil sebelah kirinya. Kaca mobil dia buka setengah agar angin membelai keningnya yang berpeluh keringat.
Pikirannya melayang. Perasaan was-was itu muncul.
Semoga saja nanti malam tidak akan ada masalah yang terjadi padanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Last Letter To You
RomanceKisah ini tentang sebuah kepahitan hidup, tentang pengorbanan yang sengaja diabaikan dan tentang surat-surat cinta yang dibiarkan teronggok mengenaskan tanpa ada satupun yang terbalaskan.