Kamu pandai menjatuhkan diriku. Selepas itu, menerbangkanku setinggi mungkin. Aku terlena.
......
Cakra masih ingat awal pertemuannya dengan Kinan. Siang itu dia tidak tahu alasan di balik Kinan menjejakkan kaki di lantai dua karena ingin mencari keberadaan kelas Agra. Tak lain dan tak bukan, laki-laki yang sudah membuat Kinan menangis sebegitu pilunya. Pertama bertemu, Cakra mengakui jika dirinya brengsek kala dia menjatuhkan sebuah lontaran menyakitkan pada Kinan. Cakra mengingatnya dengan jelas.
"Gue terpesona sama lo. Apalagi lo itu punya tubuh yang aduhay. Dan gue berniat membuat lo tunduk di bawah kaki gue."
"Nyari target buat di kencani terus di kuras habis-habisan uangnya? Kira-kira, kayak gue ini masuk kriteria lo nggak?"
Sungguh, Cakra hanya main-main saja mengatakannya. Memang, perkataannya menyentil harga diri Kinan secara tidak langsung. Tapi, ketahuilah, Cakra bercanda. Meski candaannya kelewat batas dan bisa disebut keterlaluan, Cakra menyesalinya. Dan tamparan Kinan waktu itu merupakan ganjaran untuknya. Namun, tidak cukup dengan satu tamparan, Cakra menginginkan lebih agar rasa sesalnya sedikit demi sedikit memudar. Satu sisi, Cakra bersyukur adanya insiden itu sebab dari situlah Cakra bisa semakin dekat dengan Kinan. Mengenalnya luar dalam. Baik hati maupun sifat dan tingkah lakunya.
Kalau saja saat ini Cakra bisa menarik kembali kata-katanya, Cakra rasa Kinan sudah bahagia dalam dekapannya. Tanpa berlinang air mata bukti kesedihannya. Tidak harus tersakiti, terabaikan, terasingkan, hingga dirinya sangat rapuh karena sosok Agra.
Terlambat. Agra lebih dulu menumbuhkan benih-benih cinta di hati Kinan. Begitu besar sampai satu kesalahan yang Agra lakukan, semudah membalikkan telapak tangan, Kinan memaafkannya. Kinan sangat baik. Agra tidak pantas bersamanya.
Nyatanya, kebrengsekan Agra lebih parah darinya.
Cakra mengacak-acak rambutnya secara brutal. Emosinya membawanya terbang ke masa lalu, saat-saat di mana pertengkaran pertamanya dengan Agra di mulai. Agra yang saat itu berstatus sahabat dekatnya, perlahan menjauhinya dan menganggapnya musuh. Penyebabnya adalah Ana. Wanita yang amat Agra cintai, mengaku jika dia tengah hamil anak Cakra dan mengakhiri hubungannya dengan Agra. Merasa sangat-sangat kecewa pada Cakra, Agra memutuskan hubungan mereka dan pergi sejauh mungkin. Melupakan kedua orang yang telah mematikan diri aslinya. Dulu, Agra tidak sedatar dan secuek sekarang. Malah dia tipe laki-laki humble. Keadaanlah yang telah mengubahnya.
Di mana Ana?
Itulah, Cakra tidak tahu di mana keberadaannya. Setelah memutuskan hubungan, Ana ikutan pergi, entah ke mana. Cakra kehilangan jejaknya. Seluruh tempat-tempat kesukaan Ana, sudah dia datangi. Nihil. Tidak membuahkan hasil. Ana tidak ada.
"Gue tau lo di sini," Cakra meredam sisa amarahnya ketika maniknya menangkap siluet Kinan di pojokan ruangan, terkena pancaran sinar matahari dari balik celah gorden. Kinan berada di ruangan paling pojok di lantai empat. Tempat yang sama dia singgahi untuk menangisi Agra. Kedua kalinya air matanya tumpah di sini.
Cakra menghampiri Kinan, berjongkok di depannya. Tangannya terulur menyeka aliran sungai kecil di pipi mulusnya. Cakra tersenyum pedih, betapa rapuhnya perempuan di hadapannya ini, "Jangan nangis, Kinan. Sudah cukup menangisi hal yang sama."
Isakannya memecah kesunyian. Kinan langsung menutup matanya dengan kedua telapak tangan selepas Cakra menjauhkan tangannya dari wajahnya. Bahunya bergetar hebat. Dia menangis tersedu-sedu.
Tidak di anggap ada, sungguh menyakitkan. Parahnya, diabaikan.
Terhela napas lelah dari bibirnya, Cakra membelai pelan surai hitam Kinan. Menyalurkan ketenangan lewat sentuhannya, "Konsekuensi dalam mencintai, jatuhnya ada dua kemungkinan. Bahagia atau menderita. Mungkin untuk sekarang lo kedapetan menderitanya agar lo tahu kalau Agra bukan laki-laki baik buat lo. Gue yakin suatu saat nanti lo bisa merasakan kebahagiaan yang lo idamkan dan pastinya bersama orang lain."
KAMU SEDANG MEMBACA
The Last Letter To You
Storie d'amoreKisah ini tentang sebuah kepahitan hidup, tentang pengorbanan yang sengaja diabaikan dan tentang surat-surat cinta yang dibiarkan teronggok mengenaskan tanpa ada satupun yang terbalaskan.