TLLTY [35]

1.1K 124 86
                                    

Harapan yang tak sesuai cenderung membuat kita lebih cepat menyerah dalam berjuang

......

"Keyla kangen. Keyla sayang Papa."

Ana dibuat termangu ketika kalimat itu meluncur dengan lancarnya dari bibir mungil si kecil, Keyla, yang baru berusia empat tahun. Berjalan saja masih belum lihai, tapi pikirannya begitu dewasa. Keyla anak yang bijak dan pengertian. Ana sendiri sebagai ibunya, tidak merasa pernah mengajarkan Keyla sebagaimana harus bersikap selain mengajarkannya membaca, mewarnai dan berbicara dalam bahasa Inggris.

Sekarang ini, dimata Ana, Keyla bukanlah seperti anak balita pada umumnya.

Bisa dibilang, Nathan adalah satu-satunya manusia yang paling kaget di ruangan itu. Bahkan saat dekapan di kakinya semakin mengerat seiring mata teduh si kecil yang menatapnya penuh binar dan kepolosan, Nathan tidak bereaksi apapun.

Keyla mengedip lucu dengan senyum lembut terpahat di wajah imutnya, "Papa kenapa diem?"

"Papa nggak kangen Key?"

Nathan diam. Ini terlalu membingungkan baginya.

"I micuu, Papa," cadelnya. Keyla tak urung menyurutkan senyuman.

Tidak ada balasan dari Nathan. Justru malah suara isakan pelan seseorang mulai terdengar. Siapa lagi orangnya kalau bukan Ana. Ana terharu mendengar tiga kata yang Keyla ucapkan beberapa detik lalu. Ana teringat saat dia memberi sedikit pelajaran dasar berbahasa inggris kepada puterinya itu.

Contoh paling sederhana; good morning, good afternoon, good night, thank you, how are you, i love you, i miss you.

Dan Ana tidak menyangka bahwa Keyla masih mengingat apa yang dia ajarkan. Katanya sih, anak kecil punya daya ingat yang kuat. Memang benar adanya.

"Mama, mama," mengurai pelukan di kaki Nathan, Keyla berlari tertatih-tatih menghampiri Ana lalu menarik-narik celana longgarnya dengan raut bete.

Ana setengah membungkuk, menatap gemas puterinya yang tingginya hampir sebatas pahanya seraya mengukir senyum lembut, khas seorang Ibu, "Iya, kenapa sayang? Keyla haus, ya? Atau laper?"

Menggeleng, tangan Keyla terlihat melingkari leher Ana, pipi mereka saling bersentuhan kemudian dengan manja Keyla menciuminya, "Papa ndak bisa ngomong ya, Ma? Papa bicu, ya?"

Ana menaikkan sebelah alisnya heran, "Loh, kamu kenapa tiba-tiba nanya begitu, sayang? Emang siapa yang bilang kalau Papa Key bisu?"

"Papa diem aja. Belalti Papa bicu," balas Keyla lirih.

Sekarang, Ana benar-benar bingung membalas perkataan Keyla. Di satu sisi Ana tidak bisa memaksakan Nathan membalas ocehan puterinya karena Ana tahu Nathan terkejut saat anak kecil datang padanya dan menyebutnya dengan sebutan Papa. Dan selang beberapa detik, gantian Ana yang dibuat terkejut oleh kata-kata Nathan.

"Keyla, sini sama Papa," Nathan sudah berjongkok sembari merentangkan kedua tangannya lebar-lebar, menunggu tubuh mungil itu masuk dalam pelukannya dengan bibir tersungging.

Keyla langsung menoleh dan dengan mata berbinar dia berlari, menubruk Nathan. Nathan dengan sigap memeluknya kemudian berdiri, memutar-mutarkan tubuhnya hingga Keyla tertawa riang. Tawanya yang sekejap menyebarkan virus kepada siapapun yang melihatnya. Termasuk Ana dan Cakra. Cakra turut merasakan kebahagiaan Keyla meski hatinya sendiri terasa hampa tanpa sosok peneman hidup.

"Papa juga sayang Keyla."

......

Sehabis acara peluk-pelukan, Nathan membawa Keyla ke taman belakang rumah sakit. Rumput hijau membentang rapi beralaskan kain menjadi tempat Nathan dan juga Keyla berbagi kehangatan antara ayah dan anak.

The Last Letter To YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang