Seharusnya Cakra menutup mata atas apa yang telah dia lihat. Seharusnya Cakra tak perlu berlagak menjadi pahlawan kesiangan. Seharusnya dia tak mencampuri masalah Kinan. Seharusnya dia tak usah mempedulikan perempuan itu dengan memasuki dunianya yang sudah berantakan.
Seharusnya, Cakra melakukan semua itu. Namun lagi-lagi hatinya terlampau lemah hanya karena melihat wajahnya. Wajah yang senantiasa tersenyum di luar, menangis di dalam.
Meski berekspresi biasa sekalipun, Cakra sangat tahu Kinan tidak baik-baik saja. Hidupnya begitu kelam dan menyedihkan. Cakra bisa merasakannya. Perempuan itu menginginkan cinta dan kasih sayang seseorang. Kinan butuh seseorang yang memahami kerapuhannya. Kinan membutuhkan sosok yang bisa membuatnya merasakan apa arti kebahagiaan sesungguhnya. Sayangnya, apa yang Kinan inginkan takkan pernah dia dapatkan.
Tak heran jika Kinan terus mengejar Agra walau ditolak beribu kalipun. Sebab Agra adalah sumber kebahagiaannya. Agra yang mampu menutupi kekurangan Kinan. Melengkapi serta menghapus luka dihati perempuan itu.
Cakra tidak pernah jatuh cinta sebegitu gilanya. Tapi Cakra cukup mengerti dalam sekali lihat. Ada cinta dan ketulusan yang besar di mata Kinan. Cakra berbohong mengatakan bila dia sudah mengikhlaskan Kinan untuk Agra. Nyatanya, Cakra mati-matian menahan diri, mengesampingkan egonya untuk tidak bersikap jahat pada Kinan dengan memaksakan kehendaknya.
Berpikiran merebut Kinan dari Agra atau pula merusak hubungan mereka pernah terancang di kepalanya. Dan pikiran itu Cakra buang jauh-jauh, mengingat apa yang dia rencanakan bisa menyakiti Kinan nantinya.
Cakra masih ingat seberengsek apa dirinya saat pertama kali bertemu Kinan. Perkataannya yang terlalu kasar benar-benar Cakra sesali. Sampai-sampai perempuan itu ketakutan berhadapan dengannya.
Lambat laun dirinya berubah. Lebih tepatnya perasaannya. Entah apa yang Kinan lakukan padanya sampai Cakra begitu menyukainya. Ada dorongan kuat dari dalam dirinya sehingga menjauh pun Cakra tak sanggup melakukannya.
"Arghhh!!!" Cakra mengacak-acak rambutnya frustasi.
Sial! Sial! Sial!
Kenapa wajah Kinan terus membayanginya?!
Bahkan musik yang menyentak kuat gendang telinganya pun tak urung mengenyahkan Kinan dari pikirannya.
Sekali gerakan rambutnya kembali teracak-acak sebelum Cakra melampiaskannya dengan menegak cairan bening di hadapannya.
"Berikan aku empat gelas lagi!" Cakra mengeraskan suaranya agar mudah di dengar lawan bicaranya. Seorang bartender pria memberikan minuman itu sesuai pesanannya. Hitungan sepuluh detik, lima gelas kaca tersusun sembarang di atas meja. Cakra menghabisinya dalam sekejap.
Kepulan asap rokok membumbung di udara. Pekatnya bau alkohol memenuhi ruangan luas dengan berpenerangan minim itu. Cakra memilih bergabung bersama lautan manusia yang tengah meliuk-liukkan tubuhnya di lantai dansa. Pusing yang mendera tak dijadikannya alasan untuk tetap berdiam. Cakra terus menggoyangkan tubuhnya, membiarkan seorang wanita berpakaian minim memepetkan diri dengannya. Cakra yang kesadarannya direnggut oleh minuman laknat, semakin buas. Satu tangannya merengkuh pinggang sang wanita dan tangan lainnya menekan kepala belakangnya lalu Cakra membenamkan wajahnya di caruk leher wanita itu dan menghisapnya penuh nafsu. Kemudian mengendus-endus lehernya beringas layaknya anjing yang sedang mencari makanan.
Tampaknya wanita itu juga dipengaruhi alkohol. Keseimbangan tubuhnya terlihat mulai goyah. Setelah selesai menyantap makanan lezatnya, dengan sisa-sisa kesadaran yang ada, lantas Cakra menarik diri dari kerumunan. Meninggalkan si wanita yang kini diambil ahli pria lain.
~~~
Jam tujuh malam Kinan sudah berada di klub. Rekor tercepat sepanjang dia bekerja di sana. Tanpa mengulur waktu lebih lama, Kinan menyeret kakinya menuju ruang ganti.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Last Letter To You
RomanceKisah ini tentang sebuah kepahitan hidup, tentang pengorbanan yang sengaja diabaikan dan tentang surat-surat cinta yang dibiarkan teronggok mengenaskan tanpa ada satupun yang terbalaskan.