SATU

224 8 0
                                    

Dimulai pada hari yang tak kuingat, beberapa minggu berlalu dan aku sudah menyesuaikan banyak hal. tidak terkecuali mencari teman sebangku. Nah, waktu itu tak disangka-sangka ada murid pindahan dari Jakarta. Entah dari SD mana, akupun tak peduli. Kalau aku sih biasa saja ya, soalnya kakak kelasku yang kelas IV ada juga murid pindahan juga. Anak salah satu guru yang mengajar di sekolahku, tapi pindahnya sudah awal tahun ajaran baru. Sekitar beberapa yminggu g lalu juga sih.

Sebenarnya aku malas untuk memperkenalkan anak pindahan di kelasku, tapi dia adalah salah satu yang membuat cerita ini akan berjalan. Anak laki - laki yang terlihat polos serta badan yang luarnya yang ringkih, bahkan lebih mirip ke anak perempuan. Berbeda dengan anak pindahan di kelas IV yang terlihat cukup tomboy.

Waktu anak pindahan masuk kelas, waktu itu belum jam masuk kelas jadi banyak anak cowok yang mengerubungi si anak baru berniat untuk kenalan. Dari semua anak cowok yang ada di kelasku, ternyata ada satu yang sudah kenal dengan anak pindahan itu soalnya rumahnya bersebelahan.

Aku waktu itu cuma lihat dari tempat dudukku yang jaraknya tidak lumayan jauh dari tempat si anak baru. Walaupun begitu obrolan mereka tetap terdengar dari tempat dudukku.

"Namamu siapa?" tanya Banu kepada anak pindahan itu.

"Namanya itu Reza. Dia tinggal di rumah Pak Dukuh. Cucunya Pak Dukuh. Dia tuh pindahnya sudah lama tapi berangkat sekolahnya baru sekarang," sambar Dion nyerocos menjawab pertanyaan Banu. Bahkan pertanyaan yang belum ada.

Koneksi semacam apa yang terjadi antara Dion dan Reza itu, sehingga setiap pertanyan yang terlontar untuk Reza selalu di jawab oleh Dion. Tapi setelah kulihat benar - benar, mungkin Reza adalah anak yang pemalu. Bahkan suaranya itu nyaring banget seperti perempuan. Atau mungkin Reza belum terbiasa mendengar aksen bahasa jawa dan terlebih lagi diapun belum menguasainya. Maklum dia baru pindah sekitar satu bulan, wajar saja, jika kosa kata bahasa jawanya masih sedikit. Walaupun begitu teman - teman juga senang membantu Reza berkomunikasi, tak terkecuali Dion yang terlampau antusias mengajari anak baru itu berbahasa jawa. Terlihat dari cara Dion mengajak Reza berkomunikasi.

"Kan aku tanya sama Dia kenapa kamu yang jawab?" Banu agak kesal sama Dion soalnya yang ditanya siapa yang jawab siapa. Dan hampir saja terjadi saling pukul yang niatnya hanya gurauan.

"Iya betul itu," anak - anak lain juga itu ikut-ikutan memojokan Dion.

"Ya nggak apa-apa. Jangan marahlah, hahaha.." sangkal Dion sambil ketawa disamping Reza. Soalnya Dion duduk sebangku dengan Reza, di bangku nomer dua samping kanan kedua dari depan.

Bel masuk telah berbunyi, bukan berarti langsung duduk manis di kelas. Sebelum guru benar - benar masuk ke kelas, hal yang selalu terjadi dan terus terjadi pada masa itu. Jiwa kanak - kanak mereka masih menempel, wajar saja umur kami yang bahkan belum menginjak sepuluh tahun. Ramai di kelas itu sudah menjadi makanan sehari - hari. Contohnya saja berbicara sambil teriak - teriak, apalagi konser dadakan di kelas yang di iringi gebrokan meja. Herannya, kalau waktu istirahat malah kebalikannya. Semua tenang dan kembali ke tempat masing-masing setelah guru datang. Pada jam pertama wali kelas sekaligus guru yang mengajar hampir semua mapel, kecuali bahasa inggris, PAI (Pendidikan Agama Islam), dan penjas.

Adegan yang cukup klise saat ada anak baru di kelas. Wali kelas menyuruh Reza untuk memperkenalkan diri. Sampai sekarang aku tak pernah lupa wajah yang malu-malu saat memperkenalkan diri itu. Wajahnya yang putih terlihat rona merah saat berdiri di depan sana. Juga dengan postur tubuh yang kecil dan tinggi, tapi masih tinggian aku.

Setelah dia selesai memperkenalkan diri dan kembali duduk, kita langsung memulai pelajaran hari ini.

***

Aku dan Bully [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang