SEMBILAN

34 11 0
                                    

Hari tenang telah kudapatkan karena sudah beberapa hari ini si Reza tidak mengangguku lagi. Aku sampai tidak percaya, apakah ini bisa bertahan lama? Walaupun aku sudah lama tidak mendapatkan waktu tenang seperti ini, entah kenapa aku merasa sesuatu ada yang hilang dan aku tidak tahu apa yang hilang itu. Tapi agak aneh juga sih. Oh iya soal syarat yang aku berikan kepadanya waktu itu. Memang sih dia banyak melakukannya, tapi entah kenapa aku kurang percaya, ya tahu sendirilah. Teman - teman 'perempuan' itu seperti membantu Reza supaya dapat menyelesaikan syarat dariku. Aku kira mereka mendukungku agar bisa jauh dengannya, tapi malah sebaliknya.

Bukan mau berprasangka buruk tapi kenyataannya memang seperti itu bukan? Pada dasarnya memang syarat itu masih tetap berlaku karena tidak memiliki batas waktu dan aku tidak diganggu tapi lama kelamaan sudah tidak berguna lagi. Ya beberapa minggu setelahnya si Reza kembali mengganggu tanpa menggubris syarat yang kuberikan padanya. Huhh! Sia - sia saja ada syarat seperti itu.

Kelakuannya juga semakin menjadi, aku semakin dekat dengan anak-anak cowok. Entah kenapa dan kapan itu terjadi akupun tidak menyadarinya soalnya itu terjadi begitu saja secara tiba - tiba. Tapi aku merasa aman karena di dekatku banyak anak cowok yang tidak suka dengan Reza, mungkin itu yang menyebabkan anak cowok mendekatiku atau lebih tepatnya beraliansi denganku untuk menyingkirkan Reza. Pada awalnya aku hanya berusaha mencari teman perempuan tapi pada akhirnya aku malah dekat dengan anak laki - laki. Itu tidak menggangguku sebenarnya, hanya saja aku kurang nyaman saja. Kupikir berteman itu tak memandang gender yang terpenting bisa membuat nyaman, aman dan senang saja sudah cukup.

Aku selalu penasaran dengan apa yang terjadi pada diriku sendiri, kadang aku sering bertanya - tanya adakah sesuatu yang salah pada diriku atau sisi mana dalam diriku yang tidak pernah kusadari malah membuat orang lain merasa tidak nyaman? Sisi dimana orang lain menyadarinya tapi aku tidak. Mengingat aku memang penuh dengan kepura - puraan yang tak pernah ada habisnya. Namun disaat waktu luangku ada hal aneh yang sering kulakukan yaitu aku sering banget memerhatikan teman-teman sekelas, walaupun aku tak pernah bisa mengerti satupun dari diri mereka. Aku hanya menilai dengan apa yang aku lihat dan bersikap senatural mungkin apa yang terjadi saat aku memperhatikan mereka sekaligus langsung memalingkan wajah ketika kepergok. Penilaianku hanya penilaian sepihak dariku sendiri karena mungkin saja dalam sudut pandang orang yang berbeda akupun diperhatikan seperti itu.

Kenapa anak laki - laki susah ditebak jalan pikirannya? Aku sering melihat anak laki - laki berantem bahkan sampai mengumpati satu sama lain, tapi dalam waktu singkat mereka yang tadinya bermusuhan bahkan masih dengan luka bonyok yang belum mengering keesokkan harinya mereka sudah berbaikan dan melupakan adu jotos yang membuat wajah mereka bonyok. Aku heran, aku melihat mereka bermusuhan sampai tonjok-tonjokan dan beberapa hari kemudian mereka rangkul-rangkulan seperti tidak terjadi apa-apa. Aku heran kenapa itu bisa terjadi? Berbeda dengan anak perempuan, pasti itu walaupun terlihat baik mereka selalu menyembunyikan sesuatu yang tidak menyenangkan. Bisa dibilang aku juga begitu. Tapi aku bisa dengan mudah memaafkan mereka saat itu juga. Anak-anak memang punya banyak misteri yang tak bisa dipecahkan dengan akal sehat. Atau sebenarnya anak perempuan yang membesar - besarkannya saja sehingga kotoran yang tak tampak menjadi sangat jelas walaupun tidak berada didekatnya.

***

Asin, amis lalu terasa seperti besi berkarat memenuhi rongga mulutku. Aku tak sengaja menggigit bagian dalam pipiku sampai berdarah saat sedang mengunyah bakso goreng yang terkenal saking kerasnya bahkan rasanya sepeti makan kerikil dalam versi lebih gurih saja. Bahkan saat kutahu memakannya hanya menambah penyakit buatku, tapi tetap saja chiki dengan bungkus plastik segitiga yang isinya tidak lebih dari enam buah bakso bulat sebesar kelereng itu menjadi makanan favorit dikala uang jajan menipis karena hanya dengan membayar 500 rupiah saja kamu dapat menikmatinya.  

Saat aku sedang menahan perih saat berkumur di luar kelas, ternyata ada kejadian yang telah terjadi dan sudah kulewatkan karena tidak akan ada siaran ulang. Kejadian yang bukan kejadian menggelikan atau sesuatu yang pantas melainkan berita buruk. Buruk untuk reputasi kelasku. Si Reza berulah lagi dan lagi malahan lebih parah walaupun dari pagi sampai pulang sekolah dia selalu seperti biasa menjengkelkan dan menggoda-godaku terus.

"Ih.. harusnya kamu lihat tadi! Masa cuma diejek begitu sampai mukul adek kelas, mana kancingnya sampai pada copot kasihan banget."

"Gak.. gak.. kasihan tahu. Sampai dibawa ke ruang guru, pasti habis ini mereka kena hukum. Atau engga langsung di suruh pulang."

"Ah... pengen pulang juga.." rengek kakak kelas yang berjalan beriringan sambil melewatiku berkumur di depan taman.

Dari pembicaraan mereka yang sekilas dapat disimpulkan saat bel masuk kelasku bakal kena semprot. Hanya menduga saja, tiada lengkap masalah kalau belum ditambah omelan. Bisa saja lebih parah.


Aku melongok di tempat kejadian perkara tadi berlangsung. Sepertinya barang bukti masih tertinggal, beberapa kancing seragam berhamburan di tanah. Ditambah lagi tanah yang ikut jadi saksi guling - gulingan kedua anak laki - laki itu. 

Pikirku ini hal yang cukup menarik, tak kusangka si Reza berani berbuat seperti ini di sekolah, bahkan status dia yang termasuk murid baru bukan jadi halangan untuk berbuat tidak nakal. Tapi kenapa harus bertengkar sampai seperti itu. Aku penasaran apa yang telah terjadi. Aku mulut seperti apa sampai membuat pertengkaran tiada arti ini terjadi.

Akibat keributan yang dibuat Reza, guru tidak masuk kelas dan kelasku makin menjadi. Karena bosan aku keluar kelas, sambil duduk - duduk di depan pintu. Tak berapa lama orang tua Reza datang ke sekolah untuk menjemputnya. Reza meminta Dion untuk mengambilkan barang - barangnya yang ada di kelas. Ibu dan anak itu berjalan meninggalkan sekolah. Melihat wajah Ibunya Reza itu terlihat akan kemarahan. Siapa juga sih yang mau melihat anaknya melakukan hal bandel seperti itu. Ditambah lagi sorak - sorak dari anak - anak mengiringi langkah mereka keluar dari sekolah bahkan sorak - sorak itu sudah tidak terdengar lagi setelah ibu dan anak itu benar - benar sudah tidak terlihat. Dan aku hanya melihatnya, kasihan.

Kelas juga tak berubah satupun tetap saja ramai walaupun nggak ada Reza tapi cukup terkondisikan. Kelasku ini semakin hari semakin jadi perbincangan oleh guru - guru dan bahkan kakak kelas serta adik kelas sepertinya. Banyak memberi contoh yang buruk. Banyak membuat banyak keonaran. Walaupun tidak dipungkiri anak umur segitu memang lagi bandel - bandelnya. Sebenarnya hanya beberapa saja yang membuat gaduh tapi semua kena semprot. Jadi mau tidak mau mereka yang awalnya bukan  pembuat onar akhirnya ikut - ikutan membuat keonaran. Paling tidak mereka tetap dimarahi tapi dengan perbuatan mereka.

Banyak guru yang mengeluh mengajar di kelasku. Bahkan sering dibuat bahan pembanding dengan kelas sebelah, bukannya membuat lebih baik tapi malah semakin banyak membuat keributan. Hanya saja, kelas sepi di kelasku cuma mitos. Tak ada yang tahu kapan kelasku tidak ramai, tidak menjadi konser rock n roll. Selama aku sekolah pasti kelas yang kutempati menjadi kelas yang banyak diperbincangkan banyak orang. Dari yang sepele hingga yang paling tidak bisa ditolelir.

***

Aku dan Bully [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang