37

20 3 0
                                    

“Kalau iya gimana?” diam sejenak, “ya tinggal minta kunci sama satpamlah!” lanjutku.

Sampai pintu gerbang sekolah yang tertutup ternyata tidak terkunci. Aku mencoba membukanya. Aku dan Par mencoba menarik gerbang itu bersama-sama karena kalau aku sendiri nggak kuat. Terlihat Ibu kantin juga ingin keluar dengan motornya mungkin mau menjemput anaknya dari sekolah. Jadi ku buka lebih lebar lagi gerbangnya, agar muat untuk Ibu kantin itu keluar. Setelah Ibu kantin keluar selanjutnya aku dan Par masuk ke dalam dan dengan segera menutup kembali gerbang itu seperti semula.

Sebenarnya aku ingin kembali ke kelas aja tapi ku urungkan niat itu. Aku dan Par mengira telah selesai jumatan, dan waktu istirahat akan segera berakhir dan aku juga belum solat dzuhur. Lalu Par melihat anak cowok yang duduk-duduk di selasar kemudian Par menyimpulkan bahwa belum dilaksanakan jumatan. Lega juga akhirnya bisa istirahat.

Aku dan Par langsung duduk-duduk di bawah pohon ketepeng depan kelasku dan berhadapan langsung dengan kamar mandi. Di tengahnya selokan. Sambil mencari angin, soalnya gerah banget.

“Ternyata belum mulai. Tahu gitu pelan-pelan aja tadi.” Kataku sambil terengah-engah.

“Iya.” Par bangkit dari duduknya, “sekalian ambil mukena biar langsung solat kalau udah pada selesai jumatannya.” Sarannya.

“Iya.” Aku berdiri dan langsung ke kelas mengambil mukena.

Aku keluar lagi, tak kutemui Par. Langsung kududuk di tempat semula. Menunggu Par datang kembali. Ku taruh mukenaku di bangku bawah pohon ketepeng.

Tak lama Par muncul dengan membawa mukena hijaunya. Ku ambil mukenaku yang ada di bangku dan kupangku. Selanjutnya Par duduk bersebelahan denganku.

***

Setelah kegiatan belajar mengajar usai, dilanjut dengan PMA. Runi diam saja. Marah dia. Aku tak apa, biarkan saja. Hess.. gampang banget ngambekan. Tolonglah, ngapain ngambek juga. Mbok dewasalah udah gede juga.

Selama PMA dia mendiamkan aku, Sifa, dan Resa. Seakan kita nggak pernah ada. Sampai selesai gitu terus. Dan sampai tiba waktunya untuk foto BTS.

Kurasai kelas sudah mulai sepi dari penghuni cowok. Dan panitia foto BTS yang cewek dari kelas 12 sudah banyak mengangkut kursi yang ada di kelasku. Sudah saatnya aku segera ganti kerudung. Sebelumnya aku dihentikan oleh seruan Nina, “heyy An! Kamu nggak pake kerudung hitam kan?”

“Pakai aku. Soalnya aku udah capek-capek minjem kerudung di rumah saudaraku.”

“Nggak usah aja! Aku juga nggak pakai kog.” Ajaknya.

“Yah..” diam sejenak. “Kalau tahu kamu nggak bawa, aku nggak jadi pinjem kerudung di rumah saudaraku. Kamu telat sih ngomongnya. Aku nggak tahu kalau ada temennya yang nggak pake kerudung hitam.” 

Setelah ganti kerudung, kulihat Runi yang sedang dandan dengan menornya. Menurutku kalau sekolah itu dandannya nggak usah berlebihan gitu. Pipi dimerah-merahin, bibir juga dimerah-merahin terus mukanya juga diputih-putihin. Nggak pantes dandan seperti itu di sekolah. Kalau cuma bedak sama liptint itu masih wajar, tapi kalau sampai bawa peralatan make up segambreng terus dipake semua udah kaya mau nikahan aja. Aku nggak iri dengannya, tapi emang begitu adanya kog. Nggak usah ditutup-tutupin dah kelihan juga.

Tak tahu aku ternyata, ada juga yang nggak pake kerudung hitam selain Nina. Dan mereka tetap ikut foto tapi dibagian pinggir mereka ditempatinnya. Yang masih kuherankan itu, waktu foto sebelumnya dan sekarang tetap saja sama posisinya. Dapat bagian di depan duduk bersimpuh. Sakit tahu lututku sampai basah karena rumput-rumput yang basah. Waktu berdiri kaki ini terasa keram karena saking lamanya duduk bersimpuh.

Aku dan Bully [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang