14

28 6 10
                                    

Aku nggak tahu apa yang terjadi dengan teman sekelasku. Entah kenapa saat aku berangkat mereka memberiku senyuman dan menyapaku. Biasanya saja selalu cuek bahkan tersenyum kepadaku juga tidak, apalagi sampai menyapa. Mungkin doa'ku dikabulkan kali ya.

Bahkan bukan hanya itu, mereka mengajak aku ngobrol juga. Aku suka, senang sekali diperlakukan seperti itu. Oh mereka pasti sudah berubah, mereka sudah membiarkan aku turut bergabung dalam kehidupan mereka. Sampai-sampai aku tak bisa membedakan apakah mereka benar-benar menganggapku ataupun hanya entahlah. Yang penting aku senang aku sudah diperlakukan seperti ini.

Mereka juga menganggapku sebagai manusia. Tidak seperti dulu ya.. aku bahagia mereka mau bertanya denganku dan main juga. Tapi yang paling mencolok itu si Riri menyebalkannya sudah hilang raut wajahnya yang nyebelin kalau liat aku juga sudah hilang pula.

Riripun juga sering bertanya soal pelajaran yang tidak bisa kepadaku, “Ann ini gimana kog aku nggak ketemu jawabannya!”

“Ini tuh dikali dulu baru ditambahkan.”

“Kalau yang ini gimana?” menunjukkan soalnya padaku.

“Sama kaya yang tadi.”

“Kog aku ngak paham ya. Aku lihat punyamu deh!”

“Ya udah ini.” Aku menyerahkan jawabanku ke Riri.

Riri langsung menyalin semua jawaban yang telah selesai aku kerjakan. Dia memperhatikan setiap cara yang aku gunakan dalam mengerjakannya itu. Ya berlangsung beberapa hari tetap begitu mereka bersikap ramah terhadapku.

“Ann ayo ke kantin!”

“Ayo jajan bareng!”

“Ayo keluar main!”

“Ayo ke sana ke pohon beringin!”

“Ann, Ann, Ann..” mereka memanggilku dan mengajakku ke kantin dan kemanapun mereka berada. Sampai-sampai aku nggak pernah punya waktu sendiri. Mereka semua menemaniku dihari-hari seperti ini. Bahkan kalau pulangpun kita bisa pulang bareng jalan samaan kalau yang jalan kaki. Tapi biasanya Riri naik sepeda jadi jarang banget kalau pulang bareng yang aku pada waktu itu berangkat pulang masih jalan kaki. Di jalanpun kita asik bercengkrama dan sampai lupa rasa sakit ini. Seperti lenyap begitu saja. Aku senang sekali bahkan nggak bisa aku ungkapkan dengan kata-kata.

Wajah mendungku sekarang sudah menjadi cerah kembali. Seperti habis hujan dan pelangipun datang. Mungkin seperti itulah yang kurasakan senang, bahagia.

Dengan Mbak Momo aku jarang banget bisa bicara dengannya kalau nggak waktu pergi ngaji. Tapi saat itupun ada kejadian kurang menyenangkan antara aku dan Mbak Momo. Yah, kita menjadi seperti bermusuhan begitu. Saling menjauh, aku nggak tahu penyebabnya aku sudah lupa itu karena apa. Tapi kita bermusuhan, aku nggak tahu harus gimana lagi caranya untuk bisa berbaikan dengannya. Saat ngajipun begitu dia terlihat tidak senang denganku bahkan memberi tatapan yang kurang menyenangkan padaku. Aku tanya dengan teman sekelas Mbak Momo yang sama-sama ngaji di tempatku, mereka bilang kalau Mbak Momo emang suka begitu. Aku disuruh untuk membiarkan saja. Tapi.. aku merasa itu bukan cara yang terbaik.

Sehari setelah kejadian kurang meyenangkan dengan Mbak Momo, paginya saat aku berangkat sekolah di depan kelas terdapat kertas yang membungkus sebuah batu. Aku penasaran dan membukanya. Saat itu aku berangkat masih sepi kelas. Isinya yaitu surat ancaman atau lebih tepatnya surat teror untukku.

To: Anna Selfana

Sombong sekarang ya, buat kamu anna yang cuma berani kalau ada temennya kalau sendiri cuma bisanya diem aja.
Kamu itu cuma anak cupu yang pemalu jangan sok ya kamu. Emang kalau udah banyak temen udah bisa sombong gitu. Kalau sendiri mah bisa apa.

From: Musuhmu.

Sekarang hidupku tak bisa tenang. Aku merasa ada yang salah. Kenapa aku yang diteror seperti ini. Setelah kubaca aku langsung menyobeknya dan membuangnya ke tempat sampah.

“Ann ngapain di situ?” tiba-tiba Tara sudah ada di depanku.

Aku terkejut dengan kedatangan Tara yang tiba-tiba seperti itu, “ehh- nggaak kog. Ini buang sampah.”

“Ya sudah ayo masuk taruh tas ke dalem!”

“Iya ayo.”

“Kamu berangkatnya pagi banget ya!”

“Ehehe kan udah biasanya.”

Aku nggak bisa cerita soal ini pada siapapun. Menurutku ini masalahku dan aku harus bisa memecahkan masalah ini sendiri tanpa melibatkan orang lain. Tapi apakah aku bisa. Baru pertama kali aku diteror.

Setelah ku lihat-lihat tulisan tangan itu mirip tulisannya Mbak Momo. Apa mungkin ini yang melakukannya Mbak Momo. Aku nggak boleh asal nuduh kalau nggak ada bukti. Jadi mungkin besok sudah tidak ada teror lagi. Apa mungkin ada yang iri denganku.

Aku cuma heran kenapa bisa sampai menulis seperti itu padaku. Maksudnya apa coba? Kalau aku sendiri terlihat apa, kalau banyak temen jadi terihat gimana. Aku memang suka menyendiri beberapa waktu lalu sebelum aku bisa berteman dengan temanku sekelas tapi apa masalahnya. Kita kan juga sering ketawa bareng tapi kenapa ada yang nggak suka. Huhhh tidak perlu dipikirkan besok pasti sudah kembali seperti semula.

***

Aku dan Bully [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang