25

12 3 0
                                    

Kejadian kemarin tak henti-hentinya membuat aku memikirkannya. Okay! Bisa dibilang ini adalah pertama kalinya aku suka dengan orang. Aku malu untuk mengakuinya tapi, memang benar adanya seperti itu. Di sekolahpun aku tak memerhatikan sekelilingku bahkan anak yang selalu menggangguku aku tak peduli. Aku punya hal lain yang ada dan terus terpikirkan.

Kelas telah usai. Waktunya pulang, aku sangat senang. Hingga aku menarik tangan Atik dan membawanya untuk mendengarkan ceritaku.

"Tik, ikut aku! aku mau cerita. Pokoknya hiihh..." sampai kutak bisa berkata-kata saking excited banget.

"Mau cerita apa! Tapi jangan tarik-tarik, sakit nih.." matanya menuju ke tanganku yang mencengkeram kuat tangannya.

Reflek aku melepaskan genggamanku, "maaf-maaf, ehehe.."

Kita sudah keluar dari sekolah dan berada di timur sekolah, aku mengajaknya ke sana. Biar lebih enak bicaranya. Aku nggak ke gardu soalnya takutnya nanti akan ada yang mengintip dan tahu apa yang aku bicarakan dengan Atik.

"Ayo-ayo gek cerita! Enggak cuma cengar-cengir.."

"Hiihh... bentar. Aku napas dulu huhhh haaahh..! udah." Aku yang menyiapkan kekuatan agar dapat cerita ke Atik.

Aku mulai bercerita dan Atik memperhatikan dengan seksama seperti seorang murid mendengarkan guru mengajar. Semua yang terjadi kuceritakan ke Atik sampai ke detail-detailnya. Bahkan aku tak peduli jika Atik saat itu tak mendengarkanku yang terpenting saat itu aku hanya ingin bercerita.

"...dan masalahnya aku nggak tahu namanya. Nyesek banget nggak itu."

"Hahaha.. aneh-aneh aja, padahal ceritanya bagus tapi, endingnya nggak tahu namanya."

"Iya. Tapi, aku yakin aku bakal ketemu lagi. Pasti! Kalau ketemu aku bakal tanya namanya."

"Yakin!?" dengan nada meragukan.

"Yakin. Kalau ketemu."

"Kalau enggak gimana?"

"Ya sudah. Nggak apa-apa tapi, bakal nyesel banget."

"Iya tahu. Hahaha.."

"Tik, janji ya jangan bilang sama siapa-siapa. Apalagi sama si Riri, aku nggak mau dia tahu. Kan nggak seru jika dia tahu."

"Iya-iya."

Habis itu kita melakukan janji kelingking, kita sama-sama mengaitkan jari kelingking kanan kita. "Janji!" kataku.

"Janji."

"Ya udah aku pulang dulu!"

"Iya-iya hati-hati."

"Kamu juga, cepet pulang jangan mampir-mampir." Kataku.

"Yee.. yang ngajak mampir-mampir itu kamu tauk."

"Siapa suruh mau! Weekkk.." sambil menjulurkan lidah ke Atik.

"Dasar!"

Entah kenapa setelah aku pergi meninggalkan Atik. Selepas cerita aku merasa tak yakin dengan apa yang telah kulakukan, yaitu bercerita kepada Atik. Aku merasa ada keraguan bahwa Atik tidak akan memegang janji ini. Tapi semua pikiran burukku tentang Atik kutampik karena, Atik itu sahabatku. Orang yang paling kupercaya dari siapapun.

***

Beberapa hari aku selalu bercerita tentang ini dengan Atik, bahkan sampai aku bermimpi tentangnya di mimpiku. Benar ini nyata, aku sampai memimpikan dia di mimpiku. Walaupun aku tak begitu ingat jelas mimpinya seperti apa tapi, aku selalu antusias saat aku bercerita dengan Atik.

Aku dan Bully [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang