Semester pertama, kelas VI. Seminggu setelahnya, aku berenang bareng adikku dan Encus, ya dia itu adik kelas sekaligus tetanggaku sekaligus teman adikku. Waktu iu Encus datang ke rumah dia mengajak adikku berenang. Karena aku juga ada jadi, sekalian aku di ajak juga.
Bersenang-senang terlebih dahulu sebelum perang dimulai. Aku sudah kelas VI jadi tidak ada waktu untuk main-main lagi! Karena mumpung ini baru awal semester, aku akan berpuas-puas terlebih dahulu.
Cuaca hari ini tidak begitu terik mungkin ini masih pagi juga. Aku mengambil tas, memasukkan baju ganti dan minta uang buat bayar karcis sama jajan. Setelah selesai aku mengambil sepeda. Sebelum berangkat aku berpamitan terlebih dahulu kepada Mamak.
Jalan setapak menuju tempat berenang naik turun dan banyak kelok. Maklum namanya juga jalan pedesaan.
“Lewat jalan pintas aja ya!” ajak Encus.
“Jalan mana?” tanyaku.
“Ikuti aku!” pintanya.
Aku dan adikku mengikuti jalan sepeda Encus. Jalan pintas yang dimaksud malah lebih rumit dan cukup memakan banyak tenaga. Karena, jalannya lebih banyak tanjakanya dan jalannya juga sempit.
Hal yang ada dipikiranku saat itu adalah jangan sampai ketinggal soalnya aku juga tidak begitu paham jalannya. Walaupun bukan pertama kali lewat jalan seperti ini tapi, ada rasa was-was karena belum menguasai medan juga. Bukan aku, kalau naik sepedanya tidak ngebut. Jangan salahkan aku jika nanti akan bayak orang yang kaget mendengar suara sepedaku yang kemlotak.
Sesampainya di tempat berenang, kita membeli tiga tiket dan menyewa 1 ban pelampung. Kita masuk ke dalam dan menaruh tas yang berisi baju ganti di rak yang terletak dipinggir kolam. Aku masuk ke kamar mandi untuk membasahi badanku dengan air keran, berbeda dengan Encus dan adikku mereka langsung nyemplung ke dalam kolam. Disana ada beberapa kolam, ada yang buat anak kecil yang baru mulai berenang tingginya itu sekitar 20 cm, terus ada yang tingginya sepinggang orang dewasa, seleher orang dewasa dan 2 meter lebih yang letaknya di selatan kolam yang lainnya. Aku belum pernah mencoba yang paling dalam karena bayarnya juga berbeda. Kalau yang lain itu cuma Rp 3000 yang paling dalam Rp 5000.
Aku mencoba masuk ke dalam kolam yang tidak terlalu dalam dan memasukkan kepalaku ke dalam air. Mulai kugerakkan tangan dan kakiku. Aku memang tidak terlalu mahir berenang. Walaupun dulu sering bareng Atik berenang tapi, tak ada kemajuannya dalam berenang. Paling enggak, bisa bertahan di dalam air selama semenit itu lebih baik. Oh iya! Pelampungnya tadi sudah dibawa masuk ke dalam air oleh adikku.
Agak lama aku berendam dan kemudian langsung menghapiri adikku.
“Dek, bannya!”
Karena masih dipakai pelampungnya sama adikku dan Encus, aku menunggu sampai pada gilirankau memakainya. Sebenarnya aku menyewa pelampung biar ngambang aja di air. Kan kalau sudah capek berenang bisa duduk di ban pelampung dan santai.
Aku tak banyak ingat tapi, waktu aku sedang pakai pelampung itu ada anak laki-laki yang tidak kukenali mendekatiku.
“Boleh pinjam pelampungnya?”
Aku turun dan memegangi pelampungku di dalam air, “nggak! Sana pergi nyewa sendiri!” kataku.
Dia memang pergi meninggalkan saat aku berkata seperti itu, tapi tidak kusangka saat dia berbalik, “pelit!” sindirnya padaku.
Menyebalkan sekali, emosiku agak tersulut oleh perkataannya. Aku cuma nggak mau seperti yang lalu-lalu, dipinjemi pelampung tapi saat diminta nanti-nanti. Karena aku sudah agak jengkel sama dia, aku langsung menghampirinya dan menampar air di depannya sehingga cipratan air itu mengenai wajahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Aku dan Bully [SELESAI]
Teen FictionSiapa sih yang suka dibully? Yang jelas semua orang tidak mau dibully. Tapi kita hidup di circle, bahwa bully itu wajar. Wajar kalo kelebihan dan kekurangan seseorang pantas untuk dirundung. Perundungan yang amat menaikkan derajat si perundung, sert...