29

15 3 1
                                    

Saat pulang sekolah Riri selalu bercerita tentang hubungan dengan pacarnya. Walaupun akhirnya mereka putus. Aku bahkan hanya menjadi pendengar yang baik. Menurutku bukan urusanku soal pacar pacaran seperti itu, dan aku tak pandai memberi nasihat soal seperti itu. Cukup menjadi pendengar yang baik sudah cukup agar tak membuat masalah.

Aku baru tahu kalau Riri bersahabat dengan teman sekelasku. Dan waktu ada masalah soal Riri dengan teman sekelasku. Kenapa imbasnya aku dibawa-bawa. Saat aku duduk dibelakang bareng Ampis, Lis yang duduk di depanku berkata padaku.

“Kamu dengerkan? Kalau kamu denger jangan bilang ke Riri. Ini juga bukan urusanmu!” dengan nada yang tinggi mengancam.

Sebelumnya Lis memang bercerita kalau dia memacari mantan pacarnya Riri, lalu apa urusannya denganku. Menurutku aku juga ngapain ikut campur dengannya.

“Kalau kamu ngomong sama Riri soal ini awas aja! Kamu kan nggak tahu kan kalau Riri pernah bilang kalau kamu waktu SD sok galak biar banyak cowok-cowok yang deketin. Kamu tuh menang galaknya aja.” Tambahnya.

Saat aku mendengar itu dari Lis aku langsung hancur, seharusnya aku tak perlu begitu sesakit ini. Mungkin aku salah telah menjadikan Riri teman dan berbuat baik dengan Riri. Begitu sakit bukan? Ternyata memang dia tak pernah berubah.

“Ya siapa juga yang mau bilang. Kan bukan urusanku juga. Dan aku juga nggak peduli juga.”

“Ya baguslah. Kalau kamu sadar.” Dengar seringainya dia pergi meninggalkan aku dan Ampis.

Aku pura-pura tegar dihadapan Ampis padahal saat itu aku sedang buyar. Dan rasanya aku ingin nangis. Ampis juga diam, aku yakin dia tahu dengan apa yang kurasakan.

“An, sudah ngerjain yang ini?” Ampis membuka percakapan setelah aku terdiam lama.

“Ah,, belum. Hehe.” Aku yang menanggapi dengan senyum yang kupaksakan.

“Sudahlah, jangan dipikirkan lagi apa kata Lis.”

“Siapa? A-ku nggak mikirin kog. Aku juga udah nggak peduli lagi dengan mereka.”

“Jangan sok kuat begitu, aku tahu kog. Sekarang itu tergantung kamu sendiri apa yang kamu mau lakukan.”

Aku merasa ada kekuatan yang mengalir dalam tubuhku, “a-ku pengen marah aku pengen teriak.” Lirihku.

“Lakukanlah,, aku yakin itu akan membuatmu tenang.” Sarannya.

Aku menutup wajahku dengan kedua tanganku, “maka-sih, aku nggak tahu lagi harus apa tanpa kamu Pis.”

“Walaupun kamu An, nggak pernah cerita masa lalumu ke aku. Ketahuilah mungkin suatu hari nanti kamu akan menceritakan dan membagikan rasa sakitmu kepada temanmu ini.” Ampis menoleh kearahku dan memberikan senyumannya kepadaku.

Aku bisa melihat ketulusannya, tapi aku belum bisa menceritakan soal ini. Rasanya hatiku berhenti berdetak saat Ampis berkata seperti itu. Dia memang teman yang kucari selama ini.

“Iya. Suatu hari nanti. Sekarang aku harus menyelesaikan ini.”

“Jika, memang kamu An. Sudah tidak kuat lepaskan saja. Biarkan dia terbang mencari makan sendiri. Kamu tak perlu lagi menerima rasa sakit itu lagi.”

“Baiklah. Aku tak akan lagi mau membantunya lagi.”


***

Saat pulang sekolah sengaja ku sindir Riri. Entah dia tahu maksudku atau tidak. Yah namanya sindiran belum tentu tersampaikan juga kan. Paling tidak dia tak lagi bisa meminta bantuanku lagi. Aku sakit, tapi aku harus tetap pura-pura baik saja, aku tahu dan aku pura-pura tidak tahu.

“Ri menurutku, jika sudah putus. Kenapa tidak kau ikhlaskan saja dia dengan orang lain.” aku berbicara sambil menundukkan kepala.

“Ya, enggak bisalah. Kan dia merebutnya dariku.”

“Oh begitu. Ya sudah aku juga nggak tahu masalah seperti itu. Kan aku juga memberi saran.”

Dia meminta saran, aku kasih. Tapi dia bersikukuh dengan pendapat dirinya sendiri. Daripada harus berpisah dengan sahabatnya sendiri. Yah kalau itu maunya aku ya tidak perlu lagi bukan memberi saran lagi.

“Ri kayaknya mulai besok aku pulang sendiri, kau nggak usah nunggu aku lagi dan sebaliknya. Soalnya aku juga capek harus nuntun sepeda biar menyamakan langkah kakimu. Jika kunaiki sepeda aku lebih cepat sampai di rumah dan aku bisa mengerjakan PR sekalian istirahat.”

“Ya sudah nggak papa.”

Aku juga kesal karena dia selalu pulang jalan kaki padahal dulu awal-awal dia suka naik sepeda. Kalau aku jadi pusing. Seperti tak ada gunanya aku bawa sepeda kalau pada akhirnya hanya aku tuntun saja, ini sudah benar.

Kalau tidak seperti ini aku akan merasa terus sakit dan sakit. Dengan begini aku tak lagi mendengar apa yang Riri katakan lagi. Terdengar egois tapi menurutku ini yang paling benar jika aku harus melihat orang yang selalu menjahatiku. Bukan hanya menyiksa batinku tapi fisikku lama-lama akan hancur jika terus-terusan begini.

Saat Riri meminjam buku atau barangku aku selalu memberi alasan agar dia tidak jadi meminjam dariku. Bukan maksud pelit tapi, ini caraku agar dia bisa mikir kalau dimanfaatkan tidak akan enak. Aku juga bilang ke diriku sendiri untuk tidak peduli lagi dengannya.


***

Setelah aku tak lagi berhubungan dengan Riri lagi hidupku jadi lebih tenang dan lebih baik dari sebelumnya. Sudah kebuktikan bahwa kerikil itu bisa mencelakaiku tapi aku membuangnya bukan  menginjaknya. Agar tak lagi mencelakaiku lagi.

Ada hal yang lebih membahagiakanku adalah aku dan Ampis semakin dekat menjadi sahabat. Bahkan kita tak pernah bosen untuk duduk bersama sampai kelas 8 kita selalu duduk bersama. Aku yakin pasti kelas 9 juga akan duduk sebangku lagi.

Aku selalu menceritakan semuanya tentangku, sampai dimana aku menceritakan masa laluku. Dia orang baik kenapa? Bukannya memberiku solusi tapi dia menertawaiku. Yah menurutku itu bukan munafik. Yang benar-benar munafik adalah orang yang sok memberi solusi padahal dia saja tak pernah tahu apa yang kualami sebelumnya.

Ampis tidak kuceritai aku suka dengan siapa ataupun hubunganku dengan seseorang. Dia tahunya aku tidak peduli dengan hubungan sepertinya. Aku memang tak mau memberitahu karena belum ada kejelasan dengan hubunganku dengan seseorang ini. Aku menutupi tentang seperti itu karena, aku tidak mau sakit dan membaginya dengan temanku itu. Biar aku saja yang merasakan bahagianya suka dengan seseorang dan sakitnya suka dengan seseorang.


***

Aku dan Bully [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang