Menyendiri adalah caraku untuk menenangkan diriku tapi, tidak untuk yang melihatnya. Orang lain melihatku menyendiri membuat mereka risih. Entah apa yang mereka risihkan. Padahal aku sama sekali tidak mengganggu. Orang itu beda-beda ya, mana tahu isi hati orang lain. Bisa dibilang mereka tak suka dengan adanya orang yang menyendiri apalagi tak mau bergabung untuk sekadar berbicara atau melakukan hal bersama.
Banyak orang yang menilai menyendiri itu buruk tapi, tidak untuk sebagaian orang. Kehidupan seseorang tidak ditentukan oleh lisan orang lain terhadap kita. Kita hidup karena memang kita menginginkannya. Jika cuma dengan omongan orang bisa merubah duniamu maka kamu adalah orang yang tidak memiliki prinsip hidup.
Sudah jarang sekali aku ikut main dengan teman sekelasku, mengobrol juga sama jarangnya. Aku terlalu sibuk dengan pemikiranku dan sibuk mencari ketenangan sehingga aku kehilangan berbagai hal yang terjadi saat aku menyendiri. Apakah aku salah, yang pasti menurut mereka aku adalah sumber dari banyak kesalahan. Aku tak apa, biasa saja mau menganggap aku apa. Sampai-sampai aku lupa bagaimana cara memperlakukan diriku sendiri dengan baik.
Beberapa teman sekelasku datang menghampiriku ada Juna, Riri, Atik, Tara dan yang lainnya. Mereka memasang wajah kesal kepadaku. Aku yang sedang duduk di pinggir taman bingung melihatnya.
“Heh kamu jangan menyendiri begitu dong!” kata Juna padaku dengan nada yang tinggi, ya dia marah.
“…??” aku diam bingung.
“Kalau kamu menyendiri kaya begitu, kami yang jadi kena marah sama kakak kelas karena dikiranya kamu sedang dimusuhi oleh kami. Kamu harusnya tahu itu!” lanjut Juna sambil membentak.
“Lah kan aku nggak ngapa-ngapain!”
“Kamu emang nggak ngapa-ngapain, tapi kalau kamu menyendiri kek gitu kelihatan kami itu musuhin kamu. Kau tahu nggak sih An.” Tambah Riri.
Aku hanya menunduk dan membiarkan mereka mengoceh sampai puas, sampai mulut mereka berbusa pun tak apa. Bukannya pengecut untuk tidak berani menatapnya, tapi aku tahu sopan santun. Mereka sedang memarahiku dan aku tak seharusnya mencelanya dan aku harus tetap diam sampai mereka selesai.
Dan sekarang aku tahu alasan mereka mau berteman denganku. Apa yang selama ini aku pikirkan ternyata memang benar. Aku tahu memang ini pasti akan terjadi dan aku harus memilih hal yang menyakitkan ini. Terima kasih kasih untuk para kakak kelas yang telah memperhatikanku tapi, tak seharusnya mereka ikut campur urusanku. Aku tahu peduli tapi, ini tidak seperti yang aku harapkan. Mereka tidak memikirkan jangka panjang perbuatannya itu. Ya apa yang akan terjadi jika mereka lulus, dan aku tak lagi ada yang peduli. Aku akan sendiri lagi dan aku yang akan terus merasa sakit terus-terusan. Kebaikan mereka yang akan menghancurkanku.
Aku berbicara begitu karena aku tahu. Ingat soal Riri pernah curhat denganku soal Tara yang selalu dibela oleh Kakaknya supaya bisa duduk di depan. Pemikiran mereka tak beda jauh dengan Riri. Pasti akan seperti itu juga padaku. Tak ada pilihan seperti Tara, dan harus ikut dengan mereka. Aku tak membenci kakak kelas tapi, untuk masalahku jangan ikut campur tolong. Mungkin jika orang lain di bela oleh kakak kelas serasa berkuasa tapi tidak denganku. Aku takut, sangat takut, sangat takut sekali. Kalau cuma berbicara atau yang lainnya aku tak apa. Tapi, sampai sejauh ini T_T.
“Kamu ada masalah apa sih?” tanya Juna padaku.
“Masalah apa? Nggak ada masalah apa-apa.”
“Kalau nggak ada masalah ya jangan menyendiri kayak gitu! Pokoknya urusan kelas jangan sampe berurusan sama kakak kelas. Ngertikan An!” dengan mata yang melotot padaku.
“…”
“Pokoknya kamu jangan ngadu sama kakak kelas. Kalau sampai ngadu awas aja. Kamu tuh nggak pernah memikirkan kita apa?”
“Ya.” Siapa juga yang mau ngadu, dan siapa juga yang nggak memikirkan situ.
Aku yakin mereka sudah merencanakannya. Mereka juga nggak mungkin tidak menyiapkan apa yang ingin mereka ucapkan padaku. Aku melihat mereka datang ramai-ramai menunjukan bahwa mereka memang benar-benar pengecut. Kalau tidak pengecut kan bisa ngomong baik-baik dan tanpa marah-marah juga sambil bawa rombongan pula. Bisa dibilang mereka melabrakku. Walaupun yang begitu sering terjadi, walaupun bukan padaku. Aku sering melihatnya, yang biasanya dilakukan kakak kelas kepada adik kelas. Yah seperti itulah.
Mereka datang rombongan tapi yang ngomong padaku cuma Riri sama Juna saja. yang lain cuma diam termasuk Atik dan Tara. Yah mereka temanku aku tak menunjukkan pertemananku pada mereka semua. Yah sudah pernah kubilang kan kalau aku nggak mau mereka bernasib sepertiku. Dengan melihat mereka diam seperti itu semakin kuat perkiraanku kalau Atik dan Tara hanya disuruh ikut saja biar ramai.
Mereka begitu padaku dan aku hanya bisa diam tanpa menanggapi semua yang mereka lontarkan padaku. Daripada nggak selesai-selesai dan kalau ditanggapi juga mereka malah semakin menjadi jadi cara yang paling baik untuk menghadapi mereka ya, diam. Memang terkesan pengecut tapi lebih baik daripada menyulut emosi singa yang sedang kelaparan. Entahlah, mereka menghakimiku sampai bel masuk berbunyi dan istirahat sampai berakhir. Aku merasa lega mereka berhenti tapi, aku juga takut karena ini pasti tidak akan menjadi baik lagi. Semakin pusing aku dibuatnya. Ingin meledak rasanya kepalaku.
Sebelum masuk ke kelas masih ada satu hal lagi yang diucapkan padaku. Juna dengan suara yang meninggi dia memperingatkanku sekaligus mengancamku.
“Pokoknya kau jangan dekat-dekat dengan kakak kelas lagi. Kalau sampai iya, awas saja. Sama satu lagi kau jangan lagi-lagi menyendiri seperti ini lagi, apalagi sampai kelas lain pada tahu, kau bakal tahu akibatnya!”
Menyebalkan bukan? Aku hanya mengangguk saja. jawaban paling mudah bukan. Orang macam dia kalau diladenin bisa sampai guru masuk kelas diapun belum kelar ngoceh. Ahhh.. aku nggak bisa menenangkan diri lagi di sekolah. Tempat paling enak selamat tinggak T_T. Kejam sekali mereka, mungkin aku akan di kelas saja, daripada nanti tidak menyenangkan lagi. Selamat tinggal pohon beringin! Aku menyayangimu.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Aku dan Bully [SELESAI]
Fiksi RemajaSiapa sih yang suka dibully? Yang jelas semua orang tidak mau dibully. Tapi kita hidup di circle, bahwa bully itu wajar. Wajar kalo kelebihan dan kekurangan seseorang pantas untuk dirundung. Perundungan yang amat menaikkan derajat si perundung, sert...