23

11 3 0
                                    

Pagi ini rasa takut masih menyertaiku. Kejadian kemarin yang masih berbekas sampai hari ini. Rasa malas untuk berangkat sekolahpun ada. Tapi, inilah resikonya. Aku harus siap menanggung apa yang telah aku perbuat.

Entah kenapa juga, sabtu-sabtu ini aku malah berangkat lebih pagi dari biasanya. Walaupun aku memang setiap harinya berangkat pagi. Tapi ini masih sepi, pintu kelas juga belum di buka. Ini itu aku yang jalannya yang kecepetan atau memang masih sangat pagi hingga pada belum berangkat.

Karena pintu kelas belum di buka jadinya aku menunggu di depan kelas sampai pintu kelas di buka oleh tukang kebun sekolah. Tidak berapa lama datanglah tukang kebun sekolah dan akhirnya pintu kelas di buka. Aku menaruh tas di dalam dan keluar lagi, menunggu kedatagan Atik. Aku sangat khawatir apa mungkin terjadi sesuatu padanya, soalnya setelah itu kita tidak tahu nasib masing-masing.

Sampai hampir jam pelajaran akan di mulai, ku lihat Atik masuk dari pintu gerbang. Aku sangat lega melihatnya tidak kenapa-napa. Mungkin jika hari ini tidak masuk ke sekolah aku akan sangat merasa bersalah padanya, karena tidak mengantarnya pulang. Tapi, jika aku mengantar pulang. Aku akan semakin lama lagi sampai di rumah.

Karena jam pelajaran pertama akan di mulai, aku mengurungkan untuk bertanya soal kemarin. Jadi ditunda sampai jam istirahat. Pelajaran hari ini menjadi tak karu-karuan karena ku tidak begitu memerhatikan karena pikiranku terbagi dengan apa yang ingin kutanyakan dengan Atik. Dan waktu hari ini berjalan lebih lambat dari biasanya, keringat dingin banyak mengucur di wajahku. Sampai-sampai kerudung yang kukenakan agak basah karena, kugunakan untuk mengelap keringat di wajahku.

Oh Tuhan, kapan istirahatnya, aku sudah tidak kuat lagi! Batinku.

Akhirnya setelah dua jam pelajaran selesai, waktunya istirahat. Aku menunggu kelas ini sepi dan kurasa Atik juga mengerti kalau aku hari ini akan bicara dengannya. Saat memang sudah tidak ada orang di kelas dan tinggal kita berdua, aku menghampiri ke meja Atik.

“Tik gimana kemarin, aman kan!” aku agak berbisik, takut ada yang dengar.

“Ya begitulah. Kemarin itu aku ketemu kakak kelas yang rumahnya dekat denganku itu.”

“Oh iya? Terus gimana, kamu dimarahikah?” tanyaku.

“Ya enggaklah, orangnya mah biasa aja gitu.”

“Heh kog bisa?” aku yang keheranan.

“Aku juga nggak tahu, penting ya udah sampe rumah dan paginya bisa berangkat sekolah.”

“Eh Tik, aku minta maaf ya. Gara-gara aku, kamu jadi kena masalah juga.”

“Yaelah sante aja. Buat pengalaman.”

“Tapi kan..”

“Sebenarnya aku juga males sih berangkat pramuka. Makanya waktu kamu bilang mau ngerjain PR bareng aku malah seneng. Jadi santai aja, jangan dipermasalahin lagi dan nggak perlu minta maaf juga kali. Kan kita bikin salahnya bareng-bareng jadi kita nanggungnya bareng-barenglah.”

Aku takjub dengan perkataan Atik, “Tik,, sebijak banget kamu tuh. Okeh minggu depan kita harus berangkat pramuka dan kita kalau main harus menghindari kalau pramuka ndak kejadian seperti ini terulang lagi.”

“Oke siip.” Sambil mengacungkan jempol tangan.

Karena sudah mulai berdatangan yang masuk ke kelas aku kembali ke tempat duduk dengan hati yang lebih tenang. Tidak ada hukuman juga, ya mungkin ini masih jadi peringatan. Maka dari itu dengan kejadian ini menjadi suatu pelajaran yang sangat berharga bagiku. Aku tidak akan pernah tahu lagi jika tidak ada kejadian seperti ini mungkin aku akan sangat puas-puas bolosnya. Dampak positifnya aku jadi semakin rajin buat berangkat pramuka.

***

Ada suatu kejadian yang mungkin bisa dibilang masih membekas saat ini. Aku dan Atik itu bersahabat, bahkan sangat dekat. Semua rahasia dan aib dibagi bersama, waktu kelas V kita bahkan punya hobi yang sama. Entah sejak kapan dan siapa yang pertama kali mengajak!? Kita mempunyai hobi berenang, bukan masalah juga. Tapi, hampir setiap minggu kita berenang. Tempat berenangnya memang tidak terlalu jauh, cuma jalannya itu yang naik turun! Bikin capek sekali.

Aku sadar kalau hobiku ini membawa dampak agak buruk, ya.. nilaiku memang stabil tapi tidak naik-naik. Susah kalau disuruh untuk mendapat nilai naik terus, dan aku selalu mendapat banyak tekanan dari teman-teman yang tidak suka denganku. Hobiku dilain sisi cuma agar aku tidak terlalu ambil pusing dengan tekanan yang diberikan padaku. Aku senang, menjalaninya karena aku punya Atik yang selalu menganggapku dan menghargaiku.

Kita saat pergi berenang hanya naik sepeda ya kita boncengan. Aku membonceng di sepeda Atik. Karena aku pakai sepedanya Atik. Bukannya aku tidak mau memboncengkan Atik, masalahnya aku tidak terlalu pandai memboncengkan orang. Salah-salah nanti malah menjadi hal yang tidak diinginkan.

Aku percaya bahwa persahabatan kita akan selalu dan selalu sampai suatu saat maut memisahkan kita. Banyak cobaan yang kita lalui, dengan mudah kita melewatinya. Persahabatan yang kita jalani sekarang penuh dengan kepercayaan. Ada masa dimana kita marahan dan kita tidak saling sapa. Aku tidak tahan dan aku berusaha untuk mencoba memperbaikinya. Ya, dengan mudah kita kembali bersahabat.

Tak banyak hal yang menarik saat kita pergi main atau sekedar memenuhi hobi kita. Tapi semua terasa menyenangkan. Baru kali ini aku membuat kenangan yang sangat-sangat berkesan. Berkeringat saat mendorong sepeda, ngecengin orang di jalan, tiba-tiba ada orang yang dikenal terus lari ngumpet. Meninggalkan sepeda di tengah jalan itu adalah hal yang paling bodoh yang pernah kita lakukan. Entahlah rasanya baru kemarin aku pulang berenang sama Atik dan waktu di jalan kita meninggalkan sepeda di tengah jalan.

Rasanya sakit sekali saat kutahu bahwa masa sekarang kita sudah tidak bersahabat lagi. Aku tak tahu harus bagaimana lagi, kurasa sudah tidak bisa diperbaiki lagi. Dia sudah terbang jauh meninggalkanku. Dan aku masih tersangkut diranting yang sama. Aku tidak menyesal aku kehilangan sahabat yang pertama kali kumiliki yang kusesali adalah aku yang terlalu lama untuk tahu bahwa aku memang tidak pantas untuk menjadi sahabatnya Atik.

***

Aku dan Bully [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang