Suara panik mulai mengisi lorong-lorong rumah sakit ketika mobil ambulance menurunkan pasien yang berlumuran darah. Suara tapak kaki terdengar tergesa-gesa membawa pasien menuju ruang UGD.
"Twi, kamu harus bertahan. Kamu harus betahan." Suara lirih Thomas yang mengiringi adiknya terdengar mengiris hati.
Setibanya didepan ruang UGD. Suster yang menangani Twi meminta agar Thomas tidak ikut untuk masuk. Tetapi Thomas yang begitu cemas mendadak emosi karena tidak diperbolehkan untuk menemani sang adik. Lie yang melihat kejadian itu mencoban mendekati Thomas dan membujuknya..
"Kak, biarkan dokter yang mengurus Twi. Kak Thomas gak perlu cemas, dia akan baik-baik saja kak." Lie mencoba menenangkan. Thomas menunduk setelah sadar akan kelakukannya yang kurang sopan.
Sebagai seorang kakak, wajar jika Thomas sangat cemas dengan keadaan sang adik saat ini. Ia pasti memikirkan bagaimana bisa seorang kakak hanya melihat adiknya berjuang sendiri sedangkan dia tidak bisa berbuat apa-apa.
Tak jauh dari sana, terlihat Erin hanya diam dengan menatap ke arah ruang UGD. Tatapannya kosong, dia masih shock dengan apa yang terjadi. Ditambah dengan bercak darah yang tertinggal bajunya.
Lie menatap sendu ke arah Erin yang terlihat masih shock. Dia tidak tahu jika ia datang terlambat dan hanya menyisahkan dua sahabatnya yang terluka. Disaat Lie tersadar dari lamunannya, Thomas mendekati Lie untuk meminta kejelasan.
"Lie, apa yang sebenarnya terjadi?" Thomas berkata lirih. Lie menarik nafas mendengar ucapan dari Thomas.
"Tolong kamu ceritakan semuanya, kenapa kalian bisa diserang oleh sekelompok orang yang tidak dikenal," ucap Thomas yang bersandar di dinding UGD.
Lie mengigit bibirnya dengan kuat, kali ini ia tidak bisa mengelak. "Ja-jadi kami diserang saat pulang dari sekolah. Ka-kami diikuti sekelompok orang itu kak, Erin sudah mencoba melawannya sedangkan aku dan Twi akan pergi untuk mencari bantuan, tapi disaat kami sudah ingin pergi—Twi mendadak meminta ku untuk pergi sendirian. Katanya dia ingin membantu Erin." Lie menjelaskan semuanya dengan rasa bersalah. Ia seharusnya tidak meninggalkan Twi dan Erin disana.
Thomas yang mendengarkan hanya mampu menahan air mata. Ia juga merasa tidak berdaya saat melihat adik kesayangannya tergeletak berlumuran darah.
Sesesaat waktu terasa berjalan begitu lambat. Dokter masih asik berkutik didalam ruangan tanpa sedikit pun member kepastian pada semua orang yang menunggu diluar. Mengapa seperti ada yang tidak beres dengan kejadian ini.
"Lie--" Erin bersuara pelan."Twi-Twila akan baik-baik sajakan." Suara tangis Erin pecah, ia tak kuat lagi menahan air mata yang sudah membendung.
Lie langsung membekap tubuh Erin dengan erat. "Dia akan baik-baik saja Rin, Twila tidak akan kenapa-napa. Kau tahu dia anak yang kuat." Lie mengelus tubuh Erin."Tapi mengapa sebelum dia jatuh pingsan dia bilang. Sampaikan pada kak Thomas jika dia sangat sayang padanya. Mengapa, Lie." Tangisnya kini terasa menyayat hati Lie.
"Rin, kamu tenang saja. Twi... dia akan baik-baik saja. Dia tidak akan pergi sebelum menuntaskan tugasnya," ucap Lie dengan yakin.
Lama menunggu, akhirnya dokter keluar dari ruangan UGD. Thomas yang melihat itu langsung mendatangi dokter dengan cepat."Bagaimana keadaan adik saya dok?" Thomas terlihat begitu cemas.
Dokter menghela nafas. "Luka tusuknya sangat dalam. Kepalanya juga terbentur keras mengenai batu, dan--" Dokter terlihat menggeleng pelan."Kenapa dok ?." Erin bangkit dari posisinya.
"Karena tusukannya sangat dalam dan juga benturan keras dikepalanya. Maaf.. saya tidak bisa memberi kepastian karena pasien sedang dalam keadaan yang kritis. Kita sama-sama berdo'a agar adikmu bisa melewati masa kritisnya malam ini atau--"
KAMU SEDANG MEMBACA
Lorong Waktu (Tamat)
FantasyPlagiat minggir!!! Awas ya jangan coba-coba, tuh dilihat Allah. ________ Perjalanan Twi dan kedua sahabatnya menjelajahi waktu akhirnya terbuka. Twila, nama sang tokoh utama yang mendapatkan hak istimewa untuk kembali ke masa lalu, namun bukan unt...