39# Ringkasan Cerita

13 2 0
                                    


Banyak yang bertanya mengapa lorong waktu bisa ada ditengah-tengah masyarakat tanpa diketahui oleh semua orang. Maka jawabannya adalah karena jalan untuk menembus waktu selalu dilakukan oleh orang gila terhadap kehausan dunia, yang artinya dia ingin tahu apa yang disembunyikan oleh dunia tanpa memandang kata-kata dari orang lain.

Sejauh ini belum diketahui apa motif yang sebenarnya dari perjalanan dari Twila dan teman-temannya, karena titik kunci terakhir ada pada seorang profesor yang sedang berada di hadapan Twi dan teman-temannya saat ini. Seorang laki-laki yang setengah sudah tidak punya rambut di kepalanya, ditambah rambutnya sudah memutih. Pria itu tersenyum saat melihat tiga orang gadis menatapnya seperti tidak bisa berkata-kata.

"Hei Twi, bukankah dia tampan meski sudah tua." Erin menyeletuk menoleh ke arah Twi yang sudah menatapnya datar.

"Ku rasa kali ini aku berpendapat sama dengan Erin, Twi." Lie ikut menoleh menatap Twi yang menghembuskan nafas berat.

Twila menoleh ke arah belakang Mr Zacky yang ternyata menyembunyikan seseorang. Twi menekuk alisnya seperti mengenal sosok itu.

"Hello Twi, walcome to my home." Pria usia sekitar tujuh puluh lebih itu bergerak turun dari tangga menuju tiga orang gadis tersebut.

"Akara," bisik Erin sedikit mendekat ke arah Twi yang menghembus nafas.

"Kalian tidak kesulitan menemukan rumah pria tua ini kan?" Mr Zacky tertawa kecil. Ternyata pria itu sama sekali tidak menakutkan malah Twi jadi teringat dengan mendiang kakeknya. "Akara, ajak mereka bertiga masuk." Laki-laki yang ada dibelakangnya menghela nafas lirih.

"Lazy," cetusnya memutar bola mata malas. Akara kemudian tersenyum lebar saat kakeknya tiba-tiba menoleh kebelakang. "Hallo teman-teman, kita bertemu lagi. Ayo masuk kalian harus beristirahat karena baru tiba." Akara tertawa kecil lalu membukakan pintu masuk.

"Ternyata dia penakut," bisik Erin kepada Lie yang mengangguk setuju.

Pria tua itu masuk ke dalam rumah melewati cucunya yang tersenyum manis. Akara menghembuskan nafas panjang menoleh pada Twi yang sejak tadi menatap ke arahnya tanpa berpindah posisi.

"Thomas bilang kalian akan datang sebab itulah aku di–" Twi bergerak menuju Akara menatap pria itu datar.

"Aku tidak ingin tahu apa pun, lagi pula apa gunanya mengetahui tentang mu." Twi tersenyum miring. "Oh iya tuan Akara, bisakah and–"

"No," ujar Akara maju mendekati Twi yang mendadak mundur kebelakang. "Apa yang membuat mu lama datang kemari, Twi." Akara menyentuh rambut Twi yang sedikit berantakan.

"Pernahkah kau mendengar jika aku mempunyai pawang singa," ucap Twi tersenyum. "Jika kau berani menyentuh ku tanpa seizin pawang itu maka kau akan habis olehnya." Twi menoleh pada seorang pria yang sendari mengawasi mereka dari jauh. Thomas keluar dari mobil melepas kacamata hitam yang ia kenakan lalu menatap tajam ke arah Akara yang mendadak menyeringai tipis.

"Kau salah Twi, Thomas bahkan menganggap jika adiknya adalah milik ku."

Thomas berjalan menuju Twi yang tersekat oleh Akara. "Dasar kurang ajar, kau berani memanggil nama ku sekarang." Thomas menjewer telinga Akara membuat ia menjerit karena sakit. "Jauhi adik ku, jika ingin ku beri restu." Twi membulatkan matanya mendengar ucapan dari sang kakak. Dasar Thomas, dia bahkan senyam senyum sekarang karena Twi mendadak bingung.

Dari dalam rumah terdengar suara bising yang membuat Mr Zacky menghela nafas pelan. "Kalian tahu, cucu ku memang seperti itu tapi sebenarnya dia sangat pintar dan baik."

"Kami sudah tahu Mr, bahkan dia sangat pandai dalam apa pun."

Erin membulatkan matanya saat menyadari jika foto yang ada di dalam bingkai kayu tersebut ialah ibu kota Indonesia pada zaman dahulu, di sana juga terlihat seorang dua laki-laki tampan sedang tersenyum sambil saling merangkul bahu.

Lorong Waktu (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang