Suara gemuruh dari lorong menjatuhkan batu-batu kecil yang membuat siapa saja bisa merasakan kesakitan. Twi dan dua sahabatnya saling terpisah satu sama lain. Mereka terpisah karena sebuah cahaya yang terjadi akibat dehidrasi. Karena itu mereka bisa melihat cahaya berdasarkan imajinasi mereka. memang benar adanya jika ada permata disetiap lorong penghubung, tetapi cahaya itu bisa terlihat jika obor yang ada didalam lorong dihidupkan.
Disisi lain, seorang laki-laki yang memegang kalung Twi berjalan menuju sosok yang terdengar seperti menangis ketakutan. Ia berjalan menggunakan senter handphone yang ada ditangannya.
"Hello." Suara itu mengagetkan Lie yang sedang menangis.
"Twi, Erin.. apa kalian disana." Lie mengatur nafas sambil menunggu jawaban. "Siapa itu! Siapa disana." Lie mulai panik karena tak kunjung direspon.
Senter yang ada ditangan laki-laki itu pun mengarah pada Lie, disaat bersamaan Lie berteriak sekencang mungkin karena kaget melihat orang lain selain mereka bertiga.
"Wouh.. tenang! Aku manusia bukan hantu, jadi tolong tenang," ujar laki-laki itu mengulurkan tangan kepada Lie. "Aku juga gak tahu kenapa bisa ada dilorong ini."
Lie menerima uluran tangan dari laki-laki itu. Kelihatannya dia seusia dengan mereka, tubuhnya yang tinggi dan wajahnya yang lumayan tampan membuat Lie terdiam.
"Hello.. kamu enggak kesambetkan?" laki-laki itu mengipas-ngipaskan tangannya.
Lie tersentak dari lamunan. "Terima kasih, untung ada kamu. Tapi kenapa kamu bisa ikut masuk ke dalam sini?"
Anak itu mengangkat kalung yang ada ditangannya sambil tersenyum. "Sepertinya salah satu barang kalian tertinggal, jadi ku pikir aku ingin mengembalikannya."
Lie melotot melihat kalung Twi ada ditangan lagi-lagi itu. "Itu milik Twi! Ouh astaga.. jadi bunyi dentuman itu berasal dari pintu lorong." Lie menepuk dahi pelan.
"Twi, Apa dia juga ikut ke dalam sini?" Lie dan anak itu mulai berjalan untuk mencari Erin dan Twi yang entah ada dimana.
"Iyaa, sebenarnya ini ide darinya." Lie menarik nafas pelan.
"Oh iya! Siapa nama mu?" anak itu berhenti untuk menatap Lie.
"Leslie, tapi kamu bisa memanggilku Lie. Iya semua orang memanggilku begitu." Lie terkekeh pelan.
"Aku Akara, Lie. Kamu bisa
memanggilku begitu."Setelah selesai berkenalan secara singkat, mereka akhirnya melanjutkan perjalanan dengan sama-sama diam. Tak jauh dari keberadaan mereka, ternyata ada suara teriakan dari Erin yang meminta bantuan.
"Akara, itu sepertinya suara Erin! Ayo cepat," seru Lie yang berlari mencari asal suara Erin.
"Lie, Twi! Aku ada disini. Tolong bantu aku!" Erin berteriak kencang.
Lie langsung bisa menemukan asal suara Erin yang berteriak. Ia akhirnya menemukan Erin yang terjebak diantara batu-batu yang lumayan besar.
"Biarkan aku saja, Lie." Akara menyela sebelum Lie berbicara.
Ada guratan kaget dari wajah Erin yang melihat ada orang lain selain mereka bertiga. Dia seperti sudah tak sabar untuk bertanya tapi tentunya sesudah batu ini disingkirkan darinya.Akara mengelap keringat yang bercucuran setelah selesai membebaskan Erin dari himpitan batu.
"Siapa dia, Lie?" Erin bertanya cepat.
"Kamu tidak apa-apa, Rin?" Lie tidak mendengar pertanyaan dari Erin.
"Tidak masalah hanya lecet biasa. Tapi, siapa dia Lie?" Erin kembali bertanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lorong Waktu (Tamat)
FantasiPlagiat minggir!!! Awas ya jangan coba-coba, tuh dilihat Allah. ________ Perjalanan Twi dan kedua sahabatnya menjelajahi waktu akhirnya terbuka. Twila, nama sang tokoh utama yang mendapatkan hak istimewa untuk kembali ke masa lalu, namun bukan unt...