29# Dibalik Lemari

12 4 0
                                    

Beberapa puluh tahun yang lalu, dimana semua orang masih berpergian dengan menggunakan kaki sebagai alat transportasi. Jika ada yang dianggap beruntung, itu ialah mereka yang berpergian menggunakan hewan sebagai tunggangan. Mereka kalangan atas yang mampu membeli kuda atau sapi dengan harga yang sangat mahal.

Namun, bagi pendahulu yang berada dalam keluarga Yarto dan Yani. Mereka bisa dikatakan orang yang sangat beruntung bisa diberi kepercayaan untuk memegang jalan pintas yang dianggap orang sebagai khayalan.

Jauh waktu berlalu, kehidupan manusia sudah beranjak semakin modern. Orang-orang mulai memiliki banyak uang untuk membeli hewan tunggangan, bahkan sampai ada yang bisa membeli motor dengan harga yang fantastis.

Sejauh mata melihat, sebisa telinga mendengar dan sedekat tangan menggapai, bagi kebanyakan orang mencari jalan pintas untuk bisa berpergian adalah keharusan. Karena itu merupakan cara agar bisa menjelajahi seluruh bumi dengan cepat, tapi apa daya karena luasnya bumi ini tiada tara.

Kisah ini berawal dari Yarto yang diberikan sebuah kunci dari orangtuanya. Saat itu ia bahkan tidak
tahu kunci apa yang diberikan kepadanya. Setelah ia menikah dengan Yani, dia kemudian mengatakan jika orangtuanya memberikan sebuah kunci padanya sebagai hadiah. Kunci itu berjumlah dua buah, satu dari kunci tersebut ialah rumah yang mereka tempati sebagai tempat tinggal dan satu kunci lagi tidak diketahui untuk apa.

Rumah yang mereka tempati adalah rumah pendahulu milik Yarto, dulunya keluarga mereka berteman sangat dekat. Yani dan Yarto juga saling kenal karena para orangtua mereka berteman.

Suatu ketika Yarto sedang berjalan-jalan mengelilingi rumah. Kemudian tanpa sengaja ia melihat sebuah pintu yang berada dibawah meja yang diatasnya ada kendi dari tanah liat. Awalnya ia tidak berpikir jika itu sebuah pintu, tapi setelah ia lihat dengan lebih rinci itu adalah pintu yang biasa digunakan untuk ke bawah rumah. Biasanya orang dulu membuat ruangan dibawah rumah untuk menyimpan hasil panen atau sekedar menyimpan kopi dan beras.

Tapi pintu kali ini berbeda dari biasanya. Ini bukan pintu untuk menyimpan barang karena pintu itu letaknya ada didapur, lalu pintu apa ini. Itu yang dipikirkan oleh Yarto saat itu. Dengan rasa penasaran bercampur takut, ia sedikit memberanikan diri untuk melihat ada apa dibalik pintu tersebut. Namun, kemudian suara Yani terdengar saat Yarto ingin membuka pintu tersebut.

"Sedang melihat apa, pak?" Yani melihat Yarto yang sedang melakukan sesuatu.

"Ini Bu, bapak melihat ada pintu disini. Apa ini cuma hiasan lantai saja ya Bu?" Yarto memperlihatkan pintu tersebut kepada Yani.

"Pintu, tapi jika itu pintu bawah rumah bukannya ada didapur ya, pak," ujar Yani tak kalah heran.

"Apa kita harus melihat pintu ini, Bu?" Yarto melihat ke arah Yani yang terlihat ragu. "Apa boleh bapak saja yang memeriksanya?" Yani langsung memegang tangan Yarto sebagai bentuk larangan.

"Besok saja pak, sekarang sudah malam. Jika terjadi apa-apa nanti kita bisa meminta tolong pada warga sekitar," saran Yani pada Yarto. Yarto tersenyum simpul lalu mengurungkan niatnya. Mungkin siang hari adalah waktu yang tepat untuk melihat ruang apa yang tersembunyi dibalik pintu itu.

***

Pagi hari akhirnya tiba, mereka berdua tidak langsung membuka pintu tersebut. Tetapi Yarto dan Yani melakukan aktivitas seperti biasa. Setelah menikah mereka berdua membangun usaha sendiri yaitu tokoh roti. Awalnya usaha mereka tidak begitu lancar, tapi Yarto dan Yani terus berusaha sebagai bentuk kerja keras.

Mereka bedua memutuskan untuk membuka pintu itu saat matahari sudah diatas kepala. Itu mereka lakukan karena jika terjadi apa-apa bisa meminta tolong pada orang.

Lorong Waktu (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang