Twila's POVKakek dan nenek bertemu dengan paman sekitar satu tahun sebelum mama ku dilahirkan. Saat itu, nenek dan kakek sedang dalam situasi bak anak muda yang sedang kasmaran. Mereka berencana ingin mengunjungi salah satu keluarga dari nenek, tetapi mereka malah menemukan seorang anak kecil yang sedang menangis dipinggir jalan. Nenek iba melihatnya, ditambah cuaca yang buruk membuat mereka berniat mengantarkan anak itu.
Namun, sayang anak itu tidak punya siapa-siapa. Hanya ada secarik kertas yang tertinggal ditangannya. Dan isinya adalah..
Siapa pun tolong rawat anak ini. Dia anak yang baik, hanya saja saya tidak punya biaya untuk tetap membiarkan dia hidup. Namanya Bharun, tolong rawat anak saya.
Kertas itu selalu di dipegang oleh paman yang saat itu berusia lima tahun. Hati nenek dan kakek merasa hal yang tidak bisa mereka ungkapkan.
Malam itu, mereka sepakat untuk mengangkat anak itu sebagai anak mereka, lebih tepatnya anak sulung dari keluarga ini.
Setelah adanya kehadiran paman, hidup mereka sangat lebih baik dari sebelumnya. Dan satu tahun kemudian, mama ku dilahirkan.
Tetapi... Aku masih belum tahu apa yang membuat paman disembunyikan identitasnya dari kami. Paman seakan tidak pernah ada sejak kakek meninggal. Seperti, kisah itu sengaja disembunyikan untuk menutupi luka. Apa suatu saat nanti aku akan tahu jawabannya, jawaban atas segala pertanyaan yang memusingkan ini.
***
Twi menghembuskan nafas setelah selesai bercerita, wajahnya terlihat sangat tidak baik-baik saja.
"Aku tidak tahu apa yang sedang menunggu kita dimasa ini. Ku harap kali--" ucapan Twi langsung dipotong oleh tangan Erin yang sengaja memeluknya, begitupun dengan Lie.
"Kamu tenang saja, Twi. Kami berdua akan selalu ada disamping mu. Kamu boleh menangis jika memang itu sangat menyesakkan." Erin menepuk punggung Twi secara perlahan.
"Selama kita bertiga selalu bersama, aku yakin tidak ada yang akan terjadi. Twi, kamu tidak perlu khawatir," ujar Lie semakin mengencangkan pelukannya.
Mereka bertiga seperti kawanan beruang madu. Apakah benar mereka bisa melewati rintangan yang sudah ada dihadapan mereka. Mereka tidak tahu pasti kenapa mereka harus berada disini. Mereka juga bingung mengapa takdir memilihnya untuk hal seperti ini. Mungkinkah... Ini ada kaitannya dengan kesalahpahaman yang terjadi dulu.
Beberapa saat mereka hanyut dalam kebisuan. Hanya ada suara angin yang mondar-mandir didekat mereka. Hingga suara pintu kamar terbuka.
"Twi, ayo makan. Kalian pasti lapar," ucap nenek yang tersenyum hangat.
Satu kalimat itu sontak membuat Erin tersenyum. Lie mulai khawatir melihat wajah Erin yang jelas seperti orang gila, disisi lain Twi menahan tawanya agar tidak menimbulkan masalah. Setelah itu, mereka langsung turun untuk menyantap hidangan yang pastinya sangat lezat.
"Kalian turun?" Kakek bersuara melihat Erin yang bergegas turun.
"Wanginya enak sekali!" Erin berseru senang.
Lie menggeleng pelan melihat Erin yang sudah duduk manis di kursi.
Twi menghela nafas pelan. "Ku rasa makanan lebih penting untuknya, Lie." Twi memberi kode pada Lie untuk melihat Erin yang sudah makan dengan lahap.
"Benar, ternyata anak tomboy macam dia juga bisa khilaf saat melihat makanan." Twi mengangguk setuju.
Hari ini terasa begitu cepat, ada rasa aneh yang membuat siapa pun tidak akan percaya jika mereka bertiga saat ini ada dimasa lalu. Apakah tidak ada yang menyadari jika mereka bertiga sudah hilang hampir satu minggu? Mungkin saja, tapi untuk saat ini mereka bertiga harus menyelesaikan sebuah misi untuk bisa kembali ke masa depan.
Dua bulan yang lalu... (Bagian 10)
Waktu ini bertepatan pada saat Thomas menyadari jika ada kejanggalan pada orangtuanya. Mereka berdua seperti sedang menyembunyikan satu rahasia besar dari dua kakak beradik itu. Namun, untuk sebuah opini tanpa fakta yang jelas tidak akan membuat Thomas berkutik. Tetapi... Saat itu ia mendengar percakapan dari kedua orangtuanya.
Satu hal yang Thomas pikirkan. "Aku tidak boleh ikut campur," ucapnya. Tetapi malam itu ia tidak benar-benar mengabaikan percakapan dari kedua orangtuanya.
"Aku harus bertanya selagi ada kesempatan." Thomas membalik badan dan bergegas untuk turun menemui kedua orangtuanya.
Mungkin bisa dibilang dia gila saat ini. Tapi, demi sebuah fakta yang akurat Thomas bisa lebih nekat dari ini.
"Ma, pa.. Thomas boleh masuk," ujarnya sambil mengetuk pintu dengan pelan.
Beberapa saat menunggu suara pintu kamar terbuka. Thomas masuk dengan perasaan yang tidak karuan. Ia berusaha menelan silva yang terasa pahit.
"Ada apa, nak?" Tanya sang mama.
"Hm... Maaf pa, ma. Maaf karena Thomas sudah berani menguping," ucapnya pelan.
Sang papa tidak kaget dengan hal itu. Dia malah mengajak Thomas untuk duduk bersama diatas kasur.
"Maaf... Ma--"
"Tidak apa, Omas. Mungkin sudah saatnya kamu tahu kebenaran." Sang mama tersenyum manis.
"Mungkin memberitahu kamu lebih dulu lebih mudah, iya kan ma?" Laki-laki paruh baya itu sedikit menghela nafas.
"Thomas, sebenarnya yang kami sembunyikan dari kalian selama ini.. ini untuk kebaikan kalian juga. Mama mohon jangan beritahu adik mu dulu ya," pinta mama dengan lirih.
Thomas hanya bisa terdiam. Ia bahkan tidak tahu apa yang sedang orangtuanya bicarakan saat ini. Mungkinkah itu rahasia besar.
"Thomas, sebenarnya yang kami lakukan diluar negeri selama ini bukan hanya untuk urusan bisnis, tetapi untuk mencari seseorang." Wanita itu berhenti berbicara.
Mata Thomas menatap silih berganti orangtuanya. "Si-siapa orangnya?"
"Paman mu," cetus sang papa.
Thomas mendadak kaku. Ia tidak salah dengarkan. "Pa-paman.. mana mungkin, pa. Bu-bukannya mama anak tunggal, mama tidak punya saudara kandung. Bahkan nenek berkata jika mama anak tunggal." Thomas menunduk lesu.
"Maafkan kami.. maafkan mama karena menyembunyikan hal ini dari kalian." Suara isak tangis mulai terdengar pelan. "Ini demi kebaikan kalian," ucap sang mama memeluk Thomas dengan erat.
Hari itu sebuah rahasia terbongkar dengan tuntas. Thomas mengetahui semuanya saat Twi sedang berada disekolah. Itu waktu keberuntungan bagi mereka untuk bercerita pada Thomas.
Mungkin hari itu jika Twi ada disana, ia tidak akan pergi sejauh ini. Mungkin jika dia tahu, dia hanya membuka lubang kematiannya dengan datang kemari--dia tidak akan bersemangat dengan Mambawa dua sahabatnya kemari.
---
Sendok ditangan Erin tertahan saat ia melihat Twi hanya diam menatap lurus ke depan tanpa menyentuh sedikit pun makanan yang ada didepannya.
"Twila!!" Erin membangun Twi dari lamunannya.
"Ah.. i-iya. Apa ada masalah?" Tanya Twi dengan gagap.
Kakeknya terkekeh melihat wajah kebingungan Twi.
"Makan Twi bukan malah sibuk melamun. Melamun gak bikin perut kamu terisi," ucap sang nenek sambil tersenyum.
Wajah Twi bersemu merah saat semua orang menatapnya. Lalu, mereka pun melanjutkan makan dengan diiringi tawa.
___________________________
Bersambung....Maaf guys, aku jarang banget update. Oh iyaa, jangan lupa tunggin part selanjutnya yaaa..
#coment aja kalau bingung sama alurnya, entar aku perbaiki.
See you.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lorong Waktu (Tamat)
FantasíaPlagiat minggir!!! Awas ya jangan coba-coba, tuh dilihat Allah. ________ Perjalanan Twi dan kedua sahabatnya menjelajahi waktu akhirnya terbuka. Twila, nama sang tokoh utama yang mendapatkan hak istimewa untuk kembali ke masa lalu, namun bukan unt...