9# Sosok yang Aneh

38 11 0
                                    

Seminggu kemudian setelah Twi keuar dari rumah sakit. Ia masih melakukan hal yang sama, yaitu tidak kemana-mana selain didalam kamarnya. Ruangan kamarnya begitu sunyi tanpa satu orang pun menemani.

Twi menatap keluar jendela, cuaca diluar seakan merayunya untuk bermain. Namun, kejadian yang menimpa beberapa minggu lalu membuat guratan bingung diwajahnya. Ia masih bertanya-tanya apakah yang dilihatnya pasca koma itu nyata atau hanya bunga tidur.
Suara angin melewati jendela Twi, ada rasa sejuk yang menyapa dengan lembut.

"Twi, kamu ingin makan?" Tanya sang mama dari balik pintu .
Twi menggeleng. "Aku tidak lapar, ma," jawab Twi samar.

Mama Twi tahu betul jika kondisinya saat ini hanya ingin kembali ke keadaan yang normal. Dengan rasa sayangnya, mama Twi merangkul tubuhnya dengan erat. "Kamu ingin sekolah lagi ya?" Twi mengangguk pelan sebagai jawaban.

"Tapi kakak mu sedang ujian sekarang. Kamu hanya tinggal menunggu sedikit lagi ya," Ucap sang mama dengan mengusap rambut Twi dengan lembut. Twi hanya diam tak menjawab.

Waktu begitu cepat berlalu, tak terasa kenaikan kelas akan segera datang menyapa. Twi sudah tidak sempat merasakan waktu belajar yang padat karena saat ia masuk sekolah semua orang tengah sibuk mempersiapkan ujian.

***

Suara ketukan sepatu membangunkan Twi dari tidurnya. Ia bahkan tidak menyadari jika hari sudah beranjak menggelap. Saat matanya terbuka, ia melihat sosok sang kakak yang sangat menyayanginya. Mata itu menatap Twi dengan seksama.

"Dek," gumam orang yang ada dihadapan Twi.
Mata Twi masih enggan membuka lebar tapi Ia sangat ingin melihat ke arah sang kakak.

"Kak Thomas," ucap Twi dengan tersenyum. Dia hanya memandangi Twi dengan wajah datar.

"Kakak udah selesai ujiannya?" Twi bertanya sambil menyandarkan tubuhnya ditempat tidur.

Tetapi orang yang dihadapannya hanya bungkam, dia tak berbicara apa pun. Twi merasakan ada hal yang aneh dengan sang kakak. Namun, belum sempat bibir Twi mengucapkan pertanyaan-ia dikejutkan dengan gerakan cepat dari tangan sang kakak yang mencekik kuat lehernya.

"Ka-Kamu." Twi bersusah payah melepaskan tangan itu dari lehernya.
Wajah itu berubah dalam sekejab, sosok itu menatap Twi dengan tajam. "Twila, sudah saatnya kamu mencari peta itu. Jangan bermalas-malasan, atau kau akan-"

Tatapan sosok itu seperti menusuk mata. Ia tersenyum sambil mengeratkan cekikkannya pada leher Twi.

"Pe-pergi." Twi memukul tangan sosok itu agar ia melepaskan cengkramannya, tapi itu hanya menambah rasa sakit.

Sosok itu melepaskan cekikannya. Twi terbatuk-batuk dan menghirup banyak-banyak oksigen. Suara tawa terdengar dari mulut sosok itu, ia menatap Twi dengan tajam. "Kamu... kamu tidak bisa mati seperti ini. Carilah harta karun itu secepatnya, dan ku pastikan aku sendiri yang akan menemui mu nanti." Sosok itu mengarahkan tangannya menuju leher Twi lagi.

"Pergiii... pergiii dari sini. Ku mohon.. pergiii!" Twi berteriak dengan histeris. Nafasnya terengah-engah, tangis yang ia tahan pecah.
"Kamu adalah kesayangan ku, Twi." Dia semakin mendekati tubuh Twi.

"Kak Thomass, mama, papa. Tolong Twi!!"

"Suuuuutt...." Belum sempat tangan sosok itu menyentuh leher Twi, sosoknya mendadak hilang saat suara pintu kamar Twi terbuka.

Lorong Waktu (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang