10# Hampir Terbongkar

38 11 3
                                    

Pagi ini, seperti biasa keluarga Twi selalu sarapan bersama-sama. Mereka seperti keluarga pada umumnya. Hanya saja yang membedakan adalah kehangatan ini tidak selalu bisa dirasakan setiap harinya.

"Ma.. Twi berangkat sekolah dulu ya. do'akan agar ujian kali ini mendapat hasil yang memuaskan." Twi mencium tangan mama.

"Iya sayang, kamu dan Thomas selalu mama do'akan agar  jadi anak yang sukses." Tangan halus itu mengelus bahu Twi.

"Dek, udah siap belum!" seru Thomas dari luar rumah.

"Ma, sekolah dulu ya. Twi sayang mama." Ia mencium pipi sang mama dan pergi dengan cepat.

Thomas tersenyum kea rah Twi. Ia merasa hari-hari lebih menyenangkan setelah selesai dengan soal-soal ujian yang mengundang sakit kepala. Walau tidak terlalu lama berlibur, itu tidak masalah baginya asal dia punya waktu untuk membuat Twi kesal.

"Ayo cepat, nanti kamu telat." Thomas melangkah memasuki mobil lebih dulu.

Mungkin ini bisa menjadi salah satu rahasia kenapa Twi lebih suka diantar dari pada naik angkot seperti biasa. Ia tersenyum menatap jalanan yang ada didepannya.

"Kamu masih sering bermimpi, Twi?" Thomas membuka suara.

Twi menghembuskan nafas kasar. "Tidak, tapi mungkin masih sering terjadi," cetus Twi dengan kesal.

Thomas mengacak-acak rambut Twi sambil tertawa. "Nakal yaaa."

"Yhaaa.. kak, rambut ku jadi berantakan." Twi mencubit lengan Thomas. "Aku tidak pernah bermimpi lagi. Ouhh.. dasar menyebalkan."

"Ooo." Tiga huruf membuat Twi tambah jengkel.

"Dasar nyebelinn!!" Twi berteriak dengan sangat kencang. Thomas berpura-pura menutup telinganya

"Stop! gak punya malu ya, ini udah didepan sekolah. Sana masuk, awas loh kalau sampai nilainya jelek. Nanti kamu sendiri yang rugi gak bisa ikut kakak ke Amerika." Thomas menarik hidup Twi.

"iya-iya kakak ku, Twi masuk dulu ya kak." Twi mencium singkat pipi Thomas dan pergi dengan cepat memasuki gerbang sekolah.

Thomas's POV

Aku melihat punggung Twi yang semakin menjauh dari pandanganku. Tak lama kemudian, aku menghidupkan mobil dan pergi dengan cepat. Perjalanan terasa sedikit hening. Aku menatap ke depan dengan pikiran yang sedikit tak beraturan. Ku pikir mendengarkan salah satu lagu bisa menemani kesunyian ini.

Lagu terputar dan lagu yang ku dengar adalah lagu favorite ku dan  Twi, You Are the reason.  Rasa sesak mulai terasa saat lirik lagu yang perlahan mulai terdengar. Liriknya begitu menghujam diriku. Aku merasa ada ruang kosong yang terisi dengan bara api.

I'd climb every mountain
Aku akan mendaki setiap gunung
And swim every ocean
Dan berenanglah setiap lautan
Just to be with you
Hanya untuk bersamamu
And fix what I've broken
Dan perbaiki apa yang telah saya rusak
Oh, cause I need you to see
Oh, karena aku ingin kau lihat
That you are the reason
Itulah alasannya

Duniaku seperti akan roboh. Mengapa setiap kali aku mendengar lagu ini ada rasa yang tak bisa aku jelas dengan kata-kata. Aku harusnya malu mendengarkan lagu yang berisi ungkapan seseorang untuk orang yang sangat berharga baginya. Tapi, kali ini aku ingin lagu ini memiliki arti yang berbeda untuk ku dan Twi.

Alunan lagu terus mengalun, ia mengingatkan ku pada saat Twi terbaring tak berdaya dirumah sakit.

If I could turn back the clock
Jika saya bisa memutar balik jam
I'd make sure the light defeated the dark
Aku akan memastikan lampu itu mengalahkan kegelapan
I'd spend every hour, of every day
Saya akan menghabiskan setiap jam, setiap hari
Keeping you safe
Menjaga Anda tetap aman
I'd climb every mountain
Aku akan mendaki setiap gunung
And swim every ocean
Dan berenanglah setiap lautan
Just to be with you
Hanya untuk bersamamu
And fix what I've broken
Dan perbaiki apa yang telah saya rusak
Cause I need you to see
Karena aku ingin kau lihat
That you are the reason
Itulah alasannya

Lorong Waktu (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang